Share

4. RESMI NAIK RANJANG

              Benar yang dikatakan oleh papanya. Cepat atau lambat Amanda bakalan menjadi istri Radit. Mau diundur berapa lama pun toh tetap pada akhirnya mereka akan menikah juga.

              Tak banyak yang harus dipersiapkan mengingat di rumah mewah milik Tuan Yuda suasana masih berkabung. Sore tadi pria paruh baya tersebut bernapas lega lantaran sudah diperbolehkan pulang oleh sang dokter. Jadilah malam ini semua sanak keluarga dikumpulkan untuk memberitahu berita penting yang akan berlangsung esok harinya.

“Bagus itu, Yud. Kami dukung kalau Radit jadinya naik ranjang,” celetuk salah satu dari keluarga besar yang ada di ruang tengah rumah tersebut.

“Iya. Ayra enggak akan kehilangan kasih sayang karena langsung diurus sama budenya.”

              Dan masih banyak lagi dukungan yang diterima oleh Tuan Yuda. Membuat papa Amanda menjadi semakin percaya diri untuk memantapkan rencana. Sementara dua orang calon mempelai pengantin tengah berdiskusi di taman belakang. Sengaja memilih tempat yang agak sepi agar pembicaraan mereka tidak kedengaran yang lain.

“Ingat ya, Radit. Status kita hanya berlaku di atas kertas. Jangan pernah berharap lebih,” ucap Amanda memperingati mantan adik ipar sekaligus calon suaminya itu. “Aku melakukan ini cuma untuk menyenangkan papa. Dan setelahnya aku akan cari cara untuk bercerai. Titik.”

“Aku tahu,” sahut Radit cepat.

“Setelah menikah aku tidak mau terlibat dalam hal yang berkaitan dengan dirimu. Semua hanya untuk Ayra,” tandas Amanda yang membuat Radit lagi-lagi hanya mengiyakan.

              Amanda hendak mengeluarkan ancamannya lagi. Namun, urung lantaran mendengar derap langkah dari arah belakang. Dia pun kembali membungkam mulutnya.

“Ngomongin apa sih? Lagi pendekatan ya?” tanya wanita paruh baya yang merupakan sepupu papanya.

“Enggak kok,” elak Amanda memaksakan senyumnya. “Cuma mau bahas point penting aja.”

“Iya juga enggak pa-pa. Lagian sebentar lagi sudah mau jadi suami istri.” Tantenya itu terkekeh pelan. “Ingat ya Nak Radit. Bedakan Dinda dengan Manda walaupun mereka kakak beradik. Kau juga, Manda. Jadilah istri yang baik dan ibu untuk Ayra.”

              Nasihat barusan hanya dibalas Amanda dengan gumaman singkat. Sungguh dia merasa tersiksa karena pernikahan ini semakin menambah beban untuk kehidupannya. Ah.

***

              Tidak seperti calon pengantin pada umumnya. Baik Amanda maupun Radit sama sekali jelas tak menunjukkan rasa bahagia yang terpancar dari wajah mereka.

              Kesedihan kembali menyapa hati ketika Amanda mendongak dan melihat figura berisi foto dirinya dan Dinda. Dia merasa seperti mengkhianati sang adik karena menikahi pria yang sama.

“Cantik,” puji seorang penata rias yang baru saja menyudahi gerakan tangannya untuk memperindah penampilan Amanda. “Gimana, Kak? Ada yang kurang menurut Kakak?”

Wanita berkebaya putih gading itu menggeleng lemah. “Mau penampilan gimana pun tetap aja nasibnya sama.”

“Maaf, Kak. Saya hanya … bekerja.”

“Enggak pa-pa juga kok.” Amanda tersenyum tipis.

“Saya hanya bisa mendo’akan semoga Kakak bahagia. Banyak juga kok kasus turun atau naik ranjang yang endingnya baik-baik aja.”

              Pernyataan barusan tak digubris oleh Amanda. Dia memilih menatap gawainya yang sejak tadi malam sepi. Buliran bening kini tidak lagi bisa dibendung usai melihat wajah sang kekasih di seberang sana.

“Mbak boleh pergi. Aku pengen sendiri,” kata Amanda memberi kode agar penata rias tersebut meninggalkannya di kamar.

“Baik, Kak. Saya permisi.”

“Andre!!” Amanda berusaha mati-matian meredam tangisnya saat melihat nama sang pemanggil di layar ponsel itu.

[“Sayang, kamu baik-baik aja ‘kan? Sorry aku belum bisa ke Medan buat temuin papa kamu lagi. Lagian rasanya enggak enak aja ngasih tahu rencana pernikahan kita. Rumah kamu masih dalam keadaan berduka.”]

“Hu um.”

[“Hei? Are you okay?”]

“I-iya. Udah dulu ya.”

KLIK!

              Tepat saat Amanda menyudahi panggilan tadi, wajah Radit tampak di ambang pintu. Entah sejak kapan pria itu ada di sana.

“Apa?” Amanda memandangnya tanpa merasa bersalah sama sekali. Toh sebelumnya dia sudah mengingatkan kalau hubungan mereka tidak berarti apapun baginya.

“Aku belum sempat tanya mahar Kakak. Maaf,” jawab Radit kemudian.

Amanda malah tergelak mendengarnya. Menganggap pernyataan barusan bagai lelucon saja. “Terserah aja. Aku enggak peduli.”

Radit mengangguk pelan. Lantas berbalik badan meninggalkan wanita yang akan menjadi istrinya tersebut.

              Saat yang dinantikan tiba. Lebih tepatnya hanya bagi Tuan Yuda yang sangat mengharapkan pernikahan Amanda dan Radit terjadi. Namun, bagi keduanya menjadi gerbang awal menuju penderitaan.

              Dengan sekali pengucapan ijab kabul saja kini mereka sudah sah menjadi pasangan suami istri. Ucapan do’a dan selamat diberikan untuk keduanya. Berharap langgeng sampai maut memisahkan.

“Manda!” panggil Tuan Yuda dengan suara tegas namun pelan. Putri cantiknya itu pun menoleh. “Salim ke Radit! Kenapa malah bengong?”

              Amanda langsung tergagap dan menoleh Radit yang kini berada tepat di hadapannya. Dia pun terpaksa mengulurkan tangan pada sang suami. Menempelkan dahi pada punggung tangan pria yang berusia jauh di bawahnya tersebut.

              Sementara Radit? Pria yang hanya menyandang status duda lebih dari seminggu itu mendaratkan bibirnya di puncak kepala Amanda.

CKREK! CKREK!

              Tangkapan kamera pun tertuju pada mereka berdua. Sekarang status yang tadinya sebagai ipar telah resmi berubah menjadi pasangan suami istri dalam sejekap.

              Tidak ada perayaan mewah seperti pernikahan pada umumnya. Semua tamu yang diundang pun hanya keluarga dekat dan tetangga di sekitaran rumah saja. Yang terpenting mereka tahu kalau sekarang Radit telah naik ranjang.

“Oh ya. Ayra mana?” tanya Tuan Yuda pada istrinya.

“Sebentar ya. Tadi sih tidur. Mama lihatin ke dalam dulu ya, Pa.”

              Mama Tiara pun segera menepi. Tak lama kemudian dia kembali dengan seorang bayi perempuan mungil yang ada di gendongannya.

“Mulai sekarang kau bukan budenya Ayra lagi ya, tetapi sudah jadi mamanya.”

              Amanda hanya menggubris pernyataan tersebut dengan lirikan pada si kecil Ayra yang masih bisa merespon dengan tangisan saja. Bagaimana tidak, usianya masih satu bulan. Tentu sangat belia dan bahkan tidak akan mengingat siapa ibu kandungnya.

              Wajah sang keponakan yang sekarang menjadi anak sambungnya itu mengingatkan Amanda pada Dinda. Seketika air matanya tak lagi dapat dibendung.

“Ayra,” lirihnya yang kemudian menyentuh tangan mungil tersebut.

              Hatinya langsung menghangat saat merasakan genggaman erat dari si kecil Ayra. Bayi mungil itu memandangnya dalam waktu yang cukup lama.

“Ini Mama Amanda, Ayra. Kau sekarang sudah punya mama lagi.” Mama Tiara tersenyum sembari menatap Amanda yang tengah disibukkan dengan pikirannya sendiri. “Mama yang jagain Ayra sampai besok ya. Kau dan Radit pasti capek seharian ini.”

              Ah ya ampun. Amanda baru sadar kalau nanti adalah malam pertama mereka. Tidak. Radit tidak akan meminta hal aneh mengingat mereka sudah membuat kesepakatan sebelumnya bukan?

              Suara pintu yang diketuk dari luar membuat Amanda menghentikan kegiatannya yang sedang mengeringkan rambut. Gadis itu bergegas menuju ambang pintu dan mendapati Radit yang sudah berdiri tegak di sana.

“Dinda?”

              Pupil Amanda langsung melebar usai mendengarkan panggilan barusan.

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status