Share

CIUMAN PERTAMA

Penulis: Atalla Ganesha
last update Terakhir Diperbarui: 2025-10-24 12:06:54

****

Begitu pintu tertutup dengan keras, ekspresi wajah Lucian seketika berubah. Senyum sinis terbentuk di bibirnya, dingin dan menyeramkan. Ada sorot gila yang bersemayam di matanya, tatapan seorang pria yang tak segan menghancurkan apa pun yang menghalangi keinginannya. Dalam hitungan detik, ia mengangkat kakinya tinggi-tinggi dan tanpa aba-aba.

Brakkk!

Suara keras menggema di sepanjang lorong toko. Daun pintu kayu itu patah dalam tiga bagian, serpihan kayu berhamburan di lantai, menimbulkan debu tipis yang berterbangan. Suasana hening berubah mencekam.

Alexa, yang berdiri di balik pintu, terbelalak tak percaya. Tubuhnya kaku, matanya membesar menatap sosok pria itu yang kini berdiri di ambang dengan tatapan mengerikan. Tenggorokannya tercekat, napasnya memburu tak beraturan. Perlahan, ia menelan ludah, lalu mundur selangkah demi selangkah, berusaha menjaga jarak.

"Kau? "

Lucian melangkah masuk dengan tenang, langkah kakinya berat, tetapi penuh wibawa menakutkan. Setiap langkah terdengar jelas, seolah menghantam lantai dan jantung Alexa sekaligus.

“Pintar sekali, Alexa…” suaranya datar, rendah, namun menyalurkan ancaman tak kasatmata. “Sepertinya kau benar-benar perlu diajarkan cara yang baik untuk menerima tamu. Membanting pintu di wajahku bukan pilihan bijak.”

Alexa menggertakkan giginya, mencoba menutupi rasa takut yang makin menguasai dirinya.

“M-Mau apa kau?” tanyanya dengan suara bergetar, meskipun ia berusaha terdengar tegas.

Lucian berhenti beberapa langkah di hadapannya. Sorot matanya menyapu tubuh wanita itu dari ujung kepala hingga kaki, membuat Alexa merasa seolah sedang dikurung oleh tatapan predator. Senyumnya melebar, senyum dingin seorang pria yang tidak mengenal kata penolakan.

“Aku sudah katakan dari awal…” ucap Lucian dengan nada menekan, langkahnya kembali maju perlahan, membuat Alexa terpojok ke meja etalase. “Malam ini, aku datang bukan hanya membawa bunga atau cincin. Aku datang untuk memastikan kau tidak lagi berani menolakku.”

Alexa semakin panik. Tangannya meraba meja di belakangnya, mencari sesuatu untuk melindungi diri. Namun, Lucian lebih cepat. Ia menepuk meja itu dengan telapak tangannya yang besar, menghentikan gerakan Alexa, membuat wanita itu kaget tersentak.

“Aku tidak suka penolakan, Alexa,” bisiknya pelan namun penuh tekanan. “Dan kau… sudah tiga kali membuatku terlihat bodoh. Malam ini, tidak akan ada penolakan keempat.”

Lucian melangkah maju perlahan, namun pasti. Gerakannya seperti predator yang mendekati mangsanya. Tubuhnya yang tinggi menjulang menekan ruang di antara mereka. Hingga akhirnya, wajahnya begitu dekat dengan wajah Alexa. Nafas hangat pria itu terasa menabrak kulit halus di wajahnya, membuat jantung Alexa berdegup kencang tak terkendali.

Tatapan mereka bertemu. Mata hitam Lucian berkilat tajam, dingin sekaligus memikat, seperti pusaran gelap yang ingin menyeret lawannya masuk tanpa jalan keluar. Alexa berusaha menahan diri, namun dadanya terasa sesak. Nafasnya terputus-putus, tubuhnya refleks mundur.

Namun, ruang yang ia miliki habis. Punggungnya tertumpu pada dinding dingin toko. Tak ada lagi tempat untuk lari, tak ada ruang untuk menghindar. Lucian semakin dekat, jaraknya hanya sejengkal, hingga bayangan mereka seakan melebur jadi satu. Wajahnya menunduk sedikit, membuat hidung keduanya hampir bersentuhan.

“Beruntung sekali kau…” suara Lucian terdengar rendah, nyaris seperti desisan berbahaya yang menusuk telinga Alexa. Senyum tipis terbentuk di sudut bibirnya. “…punya wajah yang begitu manis, hingga aku berpikir dua kali untuk menghabisimu malam ini.”

Bisikan itu menusuk hati Alexa, membuat bulu kuduknya berdiri. Tubuhnya bergetar, rasa takut bercampur benci memenuhi dadanya. Ia memejamkan mata erat-erat, berusaha menutup diri dari kedekatan pria itu.

Namun tiba-tiba.

Cupp!

Sebuah ciuman mendarat begitu saja di bibirnya. Ringan, cepat, tetapi cukup untuk membuat seluruh tubuh Alexa membeku di tempat. Matanya langsung membulat besar, terbelalak tak percaya. Nafasnya tercekat, seolah udara di sekitarnya raib seketika.

Lucian menahan wajahnya hanya beberapa inci dari milik Alexa, menyaksikan dengan puas keterkejutan wanita itu. Ia tersenyum dingin, tatapannya semakin mengintimidasi. “Itu hanya permulaan, Alexa. Ingatlah baik-baik… aku selalu mendapatkan apa yang kuinginkan. Dan malam ini, kau tidak punya pilihan.”

Setelah mengucapkan kata-kata penuh arogansi itu, Lucian berbalik dengan tenang. Langkah kakinya berat namun mantap, meninggalkan jejak keangkuhan di setiap hentakan. Tanpa menoleh sedikit pun, ia pergi begitu saja, meninggalkan Alexa yang masih terpaku di tempat.

Wanita itu membatu, tubuhnya seolah kehilangan tenaga. Napasnya naik-turun tak beraturan, jantungnya berdegup kencang seolah hendak melompat keluar dari dada. Kedua tangannya bergetar hebat, lalu perlahan terangkat menyentuh bibirnya sendiri bibir yang baru saja disentuh paksa oleh pria itu. Masih ada rasa hangat yang melekat, basah yang tak seharusnya tertinggal.

“Sialan! Lancang sekali dia!” ketus Alexa, suaranya tercekat di antara amarah dan rasa malu yang menyesakkan. Matanya berkaca-kaca, namun bukan air mata kelemahan melainkan air mata marah yang tertahan.

Tanpa pikir panjang, Alexa segera berlari menuju kamar mandi. Gerakan tergesa-gesanya membuat kursi dan meja kecil di toko bergeser tak beraturan. Pintu kamar mandi dibanting keras, lalu ia menyalakan keran. Air mengucur deras, memantul di wastafel putih yang dingin.

Dengan kasar ia menggosok bibirnya menggunakan kedua telapak tangan, lalu membasuhnya berulang kali. “Pergi! Pergi! Hilang!” desisnya di sela tarikan napas terengah. Semakin ia mencuci, semakin rasa itu membekas, seperti sebuah luka yang tak kasat mata.

Ia menatap bayangannya di cermin. Rambutnya berantakan, pipinya memerah, matanya berkilat penuh frustrasi. Bibirnya tampak memucat karena digosok terlalu keras, namun sensasi itu tidak hilang, justru semakin tertanam di benaknya.

“Arrgghhh… kenapa sensasinya tidak hilang?!” jeritnya lirih, kedua tangannya meremas pinggiran wastafel hingga buku jarinya memutih. Tubuhnya bergetar hebat, antara ingin menangis, marah, sekaligus merasa ternodai.

Alexa jatuh terduduk di lantai kamar mandi, punggungnya bersandar lemah pada dinding. Air keran masih mengalir tanpa henti, suara gemericiknya seperti menggema di telinga, bercampur dengan suara hatinya yang kalut.

Ia menutupi wajahnya dengan kedua tangan, mencoba meredakan segala rasa yang berkecamuk. Namun yang tersisa hanyalah kebencian yang semakin dalam terhadap Lucian pria angkuh yang berani mencuri sesuatu yang paling berharga darinya: ciuman pertamanya.

Sementara itu, Lucian kini telah duduk angkuh di balik setir mobil mewahnya. Interior mobil berlapis kulit hitam itu diterangi remang lampu jalan yang berkelebat cepat. Jari-jarinya yang panjang mengetuk ringan kemudi, sementara sebuah senyum sarkastis terukir jelas di bibirnya.

“Bibir yang manis…” gumamnya rendah, seakan masih merasakan jejak lembut yang tadi ia rampas dengan paksa. Tatapannya menerawang ke jalanan gelap, namun pikirannya masih terpaku pada sosok Alexa.

Ia menghela napas panjang, lalu terkekeh kecil dengan nada penuh kesombongan. “Cepat atau lambat, kau akan jadi milikku, Alexa. Tidak ada lagi alasan, tidak ada lagi penolakan. Persetan dengan pria koma itu!” suaranya sarat dengan keyakinan sekaligus penghinaan. Nama Roger seolah hanya sampah di mulutnya, sesuatu yang tidak pantas diperhitungkan.

Dengan kasar, Lucian memutar setir, membuat mobil sport hitamnya melaju kencang membelah jalan raya Sydney yang sepi. Mesin meraung, suara knalpot bergema, menyatu dengan detak ambisi gelap di dadanya. Lampu-lampu kota yang berpendar di kejauhan seakan tunduk pada lajunya.

Ia menegakkan tubuh, sorot matanya kembali dingin. “Tidak ada seorang pun yang bisa merebutmu dariku, Alexa. Bahkan adikku sendiri,” bisiknya lirih, namun penuh tekad mematikan.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • MEREBUT CALON ADIK IPAR   AHH LEPASS!!

    ****Di kamar mewah di pesawat pribadi itu...Tubuh Alexa terhempas ke atas kasur empuk,. Ia segera bangkit, wajahnya merah padam dipenuhi amarah sekaligus rasa takut. Lucian berdiri di hadapannya, senyum tipis menyeringai di wajah pria itu, tatapannya dingin sekaligus membakar.“Bajingan!” desis Alexa, lalu tanpa ragu tangannya terangkat tinggi dan mendarat keras di pipi Lucian.Plak! Suara tamparan menggema di kamar mewah itu.Lucian terhuyung sedikit, pipinya memerah akibat tamparan tersebut. Sejenak suasana hening, hanya terdengar helaan napas Alexa yang terengah-engah. Ia menatap pria itu dengan mata membara, penuh benci.“Kau keterlaluan!” serunya lantang. “Tidak ada bedanya kau dengan binatang gila!”Lucian mengusap pipinya perlahan, bukan marah yang tampak di matanya, melainkan senyum bengis yang justru kian melebar.“Ya, aku memang binatang gila,” ujarnya pelan, namun penuh tekanan. “Dan kau…” ia menunduk sedikit, tatapannya menajam, “…akan diterkam oleh binatang ini. Malam i

  • MEREBUT CALON ADIK IPAR   SERANJANG

    *** Waktu berjalan lambat, menit demi menit terasa seperti siksaan yang tiada akhir. Satu jam. Dua jam. Namun posisi mereka tidak berubah. Alexa masih berada dalam pangkuan Lucian, tubuhnya terkurung dalam pelukan erat pria itu. Lucian mengangkat sudut bibirnya, menatap Alexa dengan sinis. “Apa yang selama ini kau dapat dari pacarmu itu, hm?” ucapnya dengan nada merendahkan. “Pacarmu yang sebentar lagi akan jadi mayat.” “Cih! Jaga mulutmu, Lucian!” sergah Alexa lantang, suaranya bergetar menahan emosi. “Roger akan sembuh! Dan kau,, kau yang akan meringkuk di penjara! Setelah ini, aku sendiri yang akan menuntutmu!” Lucian terkekeh, suara tawanya rendah “Heheh… gadis kecil yang polos. Kau bayangkan saja, bagaimana caranya menuntut seseorang tanpa bukti? Hukum bukan sekutu bagimu, Alexa. Sedangkan aku, aku adalah hukum itu sendiri.” Alexa mengepalkan tangannya, kukunya hampir menancap ke telapak. Wajahnya memerah karena amarah. “Satu hal lagi,” ujarnya sambil mempererat gengga

  • MEREBUT CALON ADIK IPAR   BERTEMU LAGI?

    **** Beberapa menit kemudian, Alexa akhirnya menaiki pesawat yang disebut-sebut sebagai pengganti penerbangannya.“Di sana kursi Anda, Nona,” ucap seorang pria berpakaian jas rapi dengan sikap formal. Tangannya menunjuk salah satu kursi di sisi jendela.Alexa terdiam sejenak. Bola matanya bergerak cepat, mengamati sekeliling. Tidak ada penumpang lain selain dirinya. Pesawat itu terlalu mewah untuk sekadar pengalihan tiket. “Terima kasih,” jawab Alexa dengan suara pelan, gugup. Pesawat itu melaju mantap menembus langit malam, meninggalkan gemerlap lampu bandara yang perlahan mengecil di kejauhan.Tiga puluh menit setelah pesawat lepas landas, ketenangan semu itu mendadak pecah.“Ehem!”Seseorang berdehem ringan, suaranya berat namun sarat dengan kesengajaan. Alexa spontan menoleh, dan darahnya seakan berhenti mengalir ketika seorang pria dengan setelan santai namun berkelas melangkah tanpa permisi, lalu menjatuhkan tubuhnya ke kursi di sampingnya.Mata Alexa membelalak. “Lucian…” bi

  • MEREBUT CALON ADIK IPAR   DIPINDAHKAN

    **** Tiga hari kemudian, bandara internasional Sydney dipenuhi hiruk pikuk manusia yang berlalu-lalang, masing-masing dengan tujuan berbeda. Di salah satu kursi ruang tunggu penumpang, Alexa duduk dengan wajah tegang. Ia akan terbang ke Selandia Baru, negara yang sama sekali belum pernah ia kunjungi sebelumnya, demi menjenguk tunangannya, Roger van de Carl, yang masih koma. Alexa menarik napas panjang, mencoba menenangkan diri. “Semangat, Alexa… ini hanya sebuah penerbangan. Kau bisa melaluinya,” gumamnya lirih, berusaha meyakinkan dirinya sendiri. Di dalam sebuah pesawat pribadi mewah yang terparkir tidak jauh dari terminal utama,. Lucian duduk bersandar anggun di kursi kulit premium berwarna hitam, sebatang cerutu belum tersulut di jemarinya. Namun pikirannya sama sekali tidak tertuju pada kemewahan di sekelilingnya. Tatapannya justru tertuju ke arah jendela besar, di mana dari kejauhan ia dapat melihat sosok wanita yang duduk gelisah di ruang tunggu penumpang umum. Alexa. “C

  • MEREBUT CALON ADIK IPAR   FOTO SIAPA INI?

    **** Menjelang subuh, Lucian akhirnya tiba di kediaman megahnya. Langkahnya hati-hati, seolah setiap derit engsel pintu bisa membongkar rahasia gelap yang ia bawa pulang malam itu. Dengan perlahan, ia membuka pintu utama, berharap bisa menyelinap masuk tanpa seorang pun menyadari. Namun, harapannya buyar seketika. Di balik pintu, Patricia ibunya sudah berdiri tegak dengan tatapan tajam yang membuat darah Lucian seakan berhenti mengalir. Aura wanita bangsawan itu dingin dan penuh wibawa. “Dari mana kau?” tanyanya datar, nada suaranya tenang namun cukup untuk membuat Lucian tergagap. Dalam hati, ia panik jangan sampai sang ibu mengetahui bahwa ia baru saja mengunjungi toko roti milik Alexa, dan bahkan lebih buruk lagi, telah dengan lancang mencuri ciuman dari bibir tunangan kakaknya sendiri. “Ah… aku hanya mengecek mobil di garasi, Ma,” jawab Lucian cepat, berusaha terdengar meyakinkan. Namun, detak jantungnya semakin berdegup kencang ketika menyadari sesuatu. Di tangan sang ibu

  • MEREBUT CALON ADIK IPAR   CIUMAN PERTAMA

    **** Begitu pintu tertutup dengan keras, ekspresi wajah Lucian seketika berubah. Senyum sinis terbentuk di bibirnya, dingin dan menyeramkan. Ada sorot gila yang bersemayam di matanya, tatapan seorang pria yang tak segan menghancurkan apa pun yang menghalangi keinginannya. Dalam hitungan detik, ia mengangkat kakinya tinggi-tinggi dan tanpa aba-aba. Brakkk! Suara keras menggema di sepanjang lorong toko. Daun pintu kayu itu patah dalam tiga bagian, serpihan kayu berhamburan di lantai, menimbulkan debu tipis yang berterbangan. Suasana hening berubah mencekam. Alexa, yang berdiri di balik pintu, terbelalak tak percaya. Tubuhnya kaku, matanya membesar menatap sosok pria itu yang kini berdiri di ambang dengan tatapan mengerikan. Tenggorokannya tercekat, napasnya memburu tak beraturan. Perlahan, ia menelan ludah, lalu mundur selangkah demi selangkah, berusaha menjaga jarak."Kau? " Lucian melangkah masuk dengan tenang, langkah kakinya berat, tetapi penuh wibawa menakutkan. Setiap langk

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status