Home / Rumah Tangga / MERTUA RASA MADU / 2. ikut campur lagi

Share

2. ikut campur lagi

Author: Ria Abdullah
last update Last Updated: 2025-07-14 16:17:28

Ketika Mas Dirga sudah pergi, aku duduk merenung sambil menenangkan bayi, mencoba kembali untuk introspeksi diri, bertanya dan evaluasi, apakah aku memang tak bisa diandalkan sampai-sampai ibu mertua seakan tak percaya untuk melepas anak lelakinya padaku. Apa fungsinya dia merestui pernikahan kami jika masih tak rela anak lelakinya diambil alih untuk diurus dan dicintai. Apakah aku sungguh payah dalam hal mengurus rumah tangga, atau malah ibu mertua yang selama ini sebenarnya tak menyukaiku? 

Semakin aku berpikir, semakin tidak kutemukan jawaban, akalku buntu, hatiku sakit dan jiwaku seperti layangan yang diputuskan talinya. Tak sanggup rasanya bertahan jika sisa hidupku harus kujalani dengan cara tertekan seperti ini. 

Kuantarkan bayiku ke tempat tidur, kuselimuti dia dan duduk di sisinya, kuciumi anakku dan tak sadar pipi ini basah oleh deraian air mata. Kutangkap pantulan diri di kaca lemari yang terlihat sembab dan menyedihkan. Bahkan pakaian yang kupakai masih pakaian lama yang kubeli ketika masih lajang. Aku tak ingat kapan diri ini membeli baju atau berharap dibelikan, hanya ada dua gamis seserahan ketika menikah dulu, dan itupun sudah kupakai barkali-kali ke berbagai acara. Bahkan tetanggaku sudah hapal kira kira aku akan pakai baju warna apa.

Perlahan pikiran ini sadar bahwa hidupku sudah amat menyedihkan, dibanding dengan hidup sahabat-sahabatku yang bahagia setelah menikah, hidupku sebaliknya, terjebak dalam pengaturan mertua. Sering sahabatku membagikan momen berharga mereka di sosial media, sedang aku merasa minder dengan itu, kupikir akulah yang paling memalukan dan sengsara.

 Mereka makan di restoran, berlibur ke luar daerah, mendapatkan hadiah romantis dari suaminya, bahagia di pesta ulang tahun mertua, kompak belanja dengan ipar, sungguh sempurna. Menghitung nikmat mereka saja membuatku meranggas, sedih dan sedikit iri, jika aku tak mengendalikan perasaan itu, maka jatuhlah diri ini ke dalam urusan kufur nikmat, dan itu dilema sekali.

Kuusap air mata, bangkit dan pergi membereskan piring pecah dan segala kekacauan pagi karena ulah Mas Dirga.

Kusapu dan membereskan beling, kuambil lap dan mulai mengepel lantai dengan pikiran yang tak karuan fokusnya.

Aku tak sadar bahwa di sana ada ibu mertua yang sudah berdiri dan menatapku dingin.

"I-ibu, sejak kapan ibu datang," ujarku kaget.

"Aku dengar apa yang terjadi, kau coba memprotes anakku dengan cara yang buruk, kau rusak moodnya yang akan pergi kerja dengan segala keluhan tak berguna, apa tujuanmu sebenarnya? apa kau ingin memisahkanku dengan anakku?" 

 Aku tersentak mendengarnya, jantungku seakan berhenti berdegup, karena menyadari ternyata suamiku melaporkan kata-kataku pada ibunya.

Sebaliknya tentang ibu mertua, jika ditilik lebih dalam, seseorang tak akan mengatakan kalimat pahit pada menantunya sendiri, kecuali orang tersebut tak berperasaan.

"Maaf, aku hanya mengungkapkan keresahan Ibu, aku hanya bertanya padanya," jawabku lirih.

"Kau jagalah batasanmu, kau hanya wanita yang kebetulan anakku ambil sebagai istri, kau bukan keluarga inti yang harus kami perhatikan secara penuh atau kami dengarkan lalu patuhi!" ujarnya lantang itupun sambil menunjuk mukaku.

"Aku hanya minta dia punya perhatian pada keluarga kecilnya, hanya itu?"

"Lalu mengapa kau protes uang belanja dan jatah yang dibagikan anakku, apa kau coba menyuruhnya durhaka pada wanita yang melahirkan dia?"

"Astaghfirullah, tidak Bu, saya tidak bermaksud demikian. Saya hanya ingin dia menghitung dan lebih realistis dalam memberikan saya uang kebutuhan. Saya tak minta bedak atau perhiasan, cukup penuhi apa penting dipenuhi," balasku membela diri.

"Cukup! Tidak ada dari menantuku yang berani mendebat atau melawan seperti kamu, lihat istri Deka, Devan atau Dino, tidak ada yang amoral macam kamu!"

"Mereka bahagia karena berjauhan dari ibu, suami-suami mereka tak menanggung uang belanja seperti Mas Dirga. Mereka hanya menyantuni ibu sekali setahun, tapi ibu sangat bangga, sementara aku yang tetap berbagi dengan ibu setiap bulannya, selalu ibu musuhi," jawabku tak kuasa menahan tangis lagi.

Plak!

Ibu mertua menamparku hingga pipi ini terasa berdenyut dan panas. Dia melotot padaku seperti hantu yang siap membunuh. Dia memicingkan mata dan mulai mengeluarkan sumpah serapah.

"Kau memang istrinya, tapi aku tak pernah menguncimu dalam hubungan khusus atau meletakkanmu dalam hatiku. Jika kau tak tahan dengan pengaturan anakku, silakan kau pergi, angkat kakimu! kami tak akan mati karena kehilangan menantu macam kau itu!"

Tak kuasa lagi bibir ini menjawab, dadaku sesak sampai-sampai jemari ini bergetar hebat, perasaanku terbakar oleh amarah dan aku khawatir tak bisa menguasainya.

"Apa, mengapa kau menatapku, apa kau menantang dan ingin bertengkar?!" Dia kini menyingsingkan lengan baju dan siap memukulku hanya karena aku melihat wajahnya.

"Ibu tidak adalah sedikit rasa iba atau malu di dalam hatimu?"

"Malu padamu? ya ampun ...?" desisnya sinis, tanpa banyak bicara lagi dia pergi meninggalkanku sendiri, membanting pintu dengan keras dan bayangannya menghilang begitu saja 

Bukan perkara sulit mendorong wanita bertubuh sedikit tambun dan berwajah sangar itu, tapi aku bukan manusia kriminal yang tak punya hati. Lebih baik kutinggalkan saja sebelum kelakuannya lebih parah dari itu.

Tidak lama kemudian, berselang lima belas menit, iparku yang tinggal agak jauh dari rumah mertua datang. Tergopoh-gopoh dia masuk ke rumah dan mencariku.

"Mariana? Ada apa, ibu menelpon dan menyuruhku untuk mengajarimu tata krama, apa yang terjadi sebenarnya," tanya Mbak Reni istri Mas Deka, kakaknya Dirga.

"Tidak ada Mbak." Sekuat tenaga kutahan air mata, merasa makan hancur karena kini ibu mertua melibatkan menantunya yang lain.

"Dengar, kau harus sabar, ibu memang sangat menyayangi Dirga dan tidak bisa lepas darinya. Kau harus belajar memaklumi itu. Ini adalah titipan dari suamiku, pergunakanlah untuk memenuhi kebutuhanmu, jangan bersedih tetaplah tegar demi anakmu," ujarnya meletakkan amplop lalu pergi begitu saja meninggalkanku.

Aku semakin tidak paham mengapa iparku yang orang lain lebih paham kebutuhan adik iparnya dibanding suamiku? Apakah sungguh dia adalah milik Ibunya dan aku tidak akan bisa memiliki dia selamanya? Jika begitu mungkin imanku lemah karena aku putuskan untuk pergi saat ini juga.

Saat itu juga aku berencana kembali ke rumah ibuku, kukemas air mata dan menguatkan hati, aku sungguh sudah lelah.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Ida Pariastuti84
iyaa mending pergii
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • MERTUA RASA MADU    29

    Setelah berhasil pindah dan kembali menjalani hari-hari yang normal bersama Mas Dirga dan putraku, perlahan ada rasa tenang dan perubahan dalam diri kami berdua, rumah tenang dan nyaris tidak pernah ada lagi pertengkaran.Meski hati telah telah merasa lega, tapi, di lubuk terdalam ada perasaan yang sulit kujabarkan artinya, atau sama sekali tak bisa kuungkapkan. Aku merasa rindu, berhutang budi, masih menyukai, sekaligus malu dan canggung pada kakak iparku yang baik.Entah berdebar tidaknya hati ini saat berjumpa kembali dengannya, yang pasti, mengingat nama dan tatapan saja aku seakan kehilangan akal pikirku. Sempat mendambanya menjadi pasangan hidup, sempat ingin merebutnya demi keegoisanku yang ingin hidup bahagia, tapi kemudian, kekonyolan itu membuatku menyesal dan memukul kepala sendiri.Aku tahu, ada kenyataan yang harus dihadapi, mencoba kembali pada realitas lalu mengorbankan kepentinganku demi kepentingan anakku yang masih kecil dan membutuhkan kasih sayang kedua orang t

  • MERTUA RASA MADU    28

    "film apa maksudmu?"tanya ibu mertua kepada ayah yang tersenyum santai sambil memperlihatkan ponselnya."Saya terpaksa merekam semua perlakuan anda untuk bukti jika suatu saat Anda menyusahkan kami.""Jadi kalian sengaja memancing untuk marah dan membuat diri ini terjebak! begitukah?""Semua itu terjadi dengan alami Anda datang ke sini berbuat onar dan mencak-mencak, sayang yang hanya ingin melindungi anak saya," jawab ayah dengan sikap yang tenang."Kurang ajar benar-benar kurang ajar!"sungutnya sambil berkacak pinggang dan berlalu pergi."Sampai kapanpun aku tidak ridho atas penjualan rumah itu. Aku akan menyumpahi kalian semoga kalian ....""Cukup! cukup menyumpahi seseorang!" Sebagai seorang ibu yang harusnya mengayomi anak, tidak pantas lah kalimat-kalimat yang keluar dari mulut Anda adalah kalimat duri yang menyakitkan!""Kalian semua sama saja," jawab ibu mertua sambil mendengus sinis."Ayo Deka kita pergi dari tempat ini," ajaknya sambil mendelik arah putra sulungnya."Maafkan

  • MERTUA RASA MADU    27

    "Aku capek sekali, aku ingin pulang Mariana," gumamnya sambil mengusap wajah."Kenapa pulang?""Aku sungguh lelah," balasnya."Baru juga sehari Mas ... belum sampai seminggu, bukankah kamu sudah sepakat dengan orang tuaku kalau kita akan tinggal disini demi menenangkan perasaan hatiku sementara waktu?" tanyaku sembari mengingatkan "Iya betul juga sih, tapi ...." Pria itu membuang nafas lalu mengusap wajahnya dengan frustrasi."Apa yang kau rasakan sekarang tidak sebanding dengan apa yang telah kurasakan beberapa waktu yang lalu, Mas. Menghadapi ibumu sungguh makan hati dan lelah jiwa," jawabku mengusap bahunya."Apa ayahmu sedang berusaha memberikanku pelajaran?" tanyanya menatap mata ini dengan tatapan penuh makna "Tidak juga, dia sedang menilai sejauh mana kau bisa memenangkan perasaannya, dia ingin tahu seperti apa kau ingin berbakti dan mengambil hati mertuamu," jawabku lembut.Kuhampiri dia, sementara suamiku meletakkan kepalanya di atas pangkuanku, berkali-kali dia mengeluh d

  • MERTUA RASA MADU    26

    "Hei, kau sadar tidak, dengan ekspresi semacam itu? Apa maksudmu membentak Mariana seperti itu?""Kakak ngapain di sini, apakah Kakak sungguh menaksir istriku, kenapa Kakak sok jagoan sekali di hadapannya, apa kakak ingin meruntuhkan harga diriku di mata Mariana?" Tiba tiba saja Mas Dirga marah tanpa ada alasan yang jelas. Jika itu hanya cemburu, kenapa harus sekasar itu?"Aku datang memeriksa keadaannya," jawab Mas Devan "Untuk apa terus memeriksanya, apa aku tidak cukup baik untuk menjaga istri sendiri," ujar Mas Dirga sambil menarik tanganku lalu menyuruhku masuk ke dalam."Mas ..." Aku gelisah sekali melihat kecemburuan suamiku, terlebih matanya langsung menatap nanar pada plastik dan bungkusan yang dibawa Mas Devan."Apa ini semua, apa ini?" tanyanya dengan emosi."Astaghfirullah, kenapa kamu ini?" tanya Mas Devan heran, " itu untuk Fais.""Aku sudah cukup berusaha sekeras mungkin agar Mariana mau kembali padaku janganlah kakak berdiri di antara kami dan mencoba cari muka!" Hard

  • MERTUA RASA MADU    25

    "Saya akan bersama Mariana," jawab Mas Dirga, pada akhirnya suamiku harus memilih dan terdesak juga."Bagus!" Ayah yang hendak masuk kamar langsung menghentikan langkah dan mengantuk puas."Artinya kau harus pindah kemari," jawabnya."Tapi ...""Kalau mau bersama Mariana, pindah kemari. Tapi kalau tidak, ya, tidak usah berharap lebih," jawab Ayah tegas."Baik, Ayah, baik, aku akan memberi tahu ibu jika kami akan pindah," jawabnya."Setelah ini tidak ada lagi drama begini dan begitu, aku tak mau ada kemarahan dan air mata lagi. Kau tahu ... Anakku sedang mengasuh bayi kecil, aku tak rela dia terus tertekan dan bisa gila karena perbuatan kalian," tegas ayah sambil menjauh."Baik, ayah, jika demikian keinginan ayah, aku akan menuruti," jawabnya pasrah.Ayah kemudian memberi isyarat pada ibu agar kedua orang tuaku itu memberi ruang pada kami. Ketika orang tuaku sudah menjauh Mas Dirga langsung mendekat dan meraih kedua tanganku."Aku akan korbankan semuanya demi kamu dan anakku, aku tid

  • MERTUA RASA MADU    24

    Bukannya Ayah bisa tenang, tapi sesampainya di rumah, pria tercintaku itu langsung marah-marah."Kurang ajar, mereka menyuruhnya untuk mencium kaki ibu mertuanya, dasar tidak beradab!" teriak Ayah sambil melempar kunci motornya ke atas sofa.Ibu yang terlihat sejak tadi menunggu dengan gelisah langsung kaget dan memberi isyarat bertanya padaku."A-apa yang terjadi, Mas?""Hmm, wanita kurang ajar itu ... beserta anak mantunya memperlakukan anak kita seperti budak yang baru saja mencuri dari majikannya," geram ayah."Apa yang terjadi," tanya ibu padaku."Aku sedang minta maaf pada ibu Lina, Bu.""Hah, ya Allah kok sampai segitunya?""Aku mengalah agar rumah tangga kami baik-baik saja," jawabku."Mengalah sih mengalah, tapi tidak dengan merendahkan harga diri," ucap ayah marah."Sudah, Yah, tenangkan dirimu, nanti darah tinggimu kumat," ujar ibu menyela emosi suaminya."Hah, kalau tahu bahwa mertuanya sebiadab itu, tak akan sudi kuserahkan anak gadisku padanya," ucap ayah dengan geramny

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status