"A-apa yang aku dengar?! Apa itu n-nyata?!" Angel sampai mencubit lengannya sendiri. Hingga ia menjerit kesakitan.
"Tapi sakit. Berarti ini bukan mimpi. Lalu siapa yang ada di dalam lemari?"
Angel ketakutan. Dan saat akan berbalik, ia menjerit kencang melihat Nayla yang sudah berdiri di belakangnya.
"Aaaaaahhhh ...."
"Angel! Ini aku Nayla!"
"Hah ... hah ... hah ...." Angel mengatur napasnya.
"Kamu kenapa sih? Kayak lihat setan aja!"
"Bu-bukan lihat, tapi dengar," jawab Angel dengan napas yang masih ngos-ngosan.
"Dengar? Apa maksudmu?" tanya Nayla yang tidak paham.
"Di- di situ, Nay, ada suara." Tunjuk Angel ke arah lemari.
"Suara apaan sih?"
Nayla membuka lemari itu. Tak ada apa pun di dalam lemari kecuali hanya pakaian yang masih tertata rapi.
"Mana enggak ada apa-apa, Ngel!"
"I-i-itu, Nay," ujar Angel tergagap. Matanya membulat lebar dan terus menat
"Huueeek ... Hueeekk ...."Nayla berlari ke wastafel lalu langsung mencuci tangannya dengan sabun. Rahma yang melihat Nayla berlari ke dapur mengikutinya."Mbak, kenapa?""Mah, ada darah, ada darah di ruang tamu.""Darah? Darah siapa, Mbak?""Enggak tau. Tapi darah itu bau banget. Kayak darah yang keluar dari mayat, Mah.""Haah? Mbak Nayla lagi halu.""Halu?! Aku enggak halu. Kalau enggak percaya, ayo ikut aku."Nayla dan Rahma berjalan ke ruang tamu bersama. Di saat Nayla akan menunjukkan darah yang ia maksud, Nayla terkejut darah tersebut sudah hilang."Loh, kok enggak ada. Siapa yang bersihin?"Nayla menatap Rahma. Sementara gadis manis dengan rambut sebahu itu hanya mengangkat kedua bahunya."Mana, Mbak. Wong enggak ada apa-apa kok. Lantainya bersih.""Tapi tadi beneran ada di sini, cuma sekarang kok ---" Sambil menggaruk rambutnya, Nayla merasa aneh dan bingung.
"Nay, kamu kok ninggalin aku?""Eh ... Maaf, Ngel. Aku takut kita terlambat.""Nay!""Apa?""Kamu pasti sedang menyembunyikan sesuatu dari aku." Tebak Angel."Apaan? Aku enggak menyembunyikan apa pun dari kamu kok," elak Nayla sambil kembali berjalan meninggalkan Angel."Nay, tunggu!" Angel memegang bahu Nayla sampai kini mereka saling berhadapan.Beberapa detik mereka berdua saling menatap dan terdiam. Sampai Angel mulai bertanya pada Nayla."Apa kamu melihat penampakan di jendela kamar kamu tadi, Nay? Aku merasa kita berdua lagi diikuti arwah Dano, petugas kereta api itu."Seketika Nayla terhenyak kaget. Ternyata Nayla juga melihat sosok Dano dengan kepala yang hancur dan tubuh yang penuh darah berdiri di belakang sinden merah berselendang hijau saat ia menggembok pagar. Persis dengan apa yang dikatakan Angel."Nay!" panggil Angel karena Nayla seperti sedang melamun."Eh, kenapa, Ngel?"
Di saat itu sosok perempuan di ujung ruangan seolah melambai ke arah Nayla dan Angel. Terdengar suaranya yang serak dan menakutkan. Bersamaan dengan suara gamelan yang tak tau berasal dari mana"Tolooong aku ... Tolooooooong ..."Nayla dan Angel semakin panik dan takut mendengar suara perempuan itu. Mereka yakin jika suara itu bukanlah suara manusia.Kedua gadis itu semakin panik. Mereka berusaha keras agar pintu lift bisa tertutup. Sesekali Nayla dan Angel melihat ke arah perempuan di ujung ruangan."Nay, kok sepertinya cewek itu semakin dekat ya." Suara Angel bergetar."I-iya. Tadi enggak di situ deh, Ngel. Mana ini lift enggak ketutup-tutup lagi "Belum hilang takut mereka, hidung Nayla dan Angel mengendus bau busuk yang menyengat. Seakan mengaduk perut mereka ingin muntah."Bau apa ini?" tanya Angel."Bau ini," ujar Nayla lirih tapi masih terdengar oleh Angel."Bau apa, Nay?
Tepat di depan mereka ada dua gadis berwajah China. Lalu di sebelah Nayla dan Angel ada seorang laki-laki yang sedang duduk sambil membaca buku.Tanpa sengaja laki-laki itu menatap ke arah Nayla tajam sambil sesekali ia melihat ke belakang.Nayla merasa jika ada yang sedang memperhatikannya. Tetapi Nayla berusaha fokus untuk training hari ini. Walaupun ia belum bisa melupakan sosok Kusumawardhani yang meminta tolong dibebaskan jiwanya.Merasa terus diperhatikan, membuat Nayla mulai risih. Nayla melirik sekilas ke arah laki-laki itu. Dari arah pintu, seorang wanita berkerudung dengan pakaian batik yang rapi memasuki ruang training.Buru-buru semua peserta kembali duduk di tempat masing-masing. Semuanya merapikan penampilan mereka.Wanita berkisar empat puluh tahun itu menyapa semua peserta dengan sangat ramah. Sekitar tiga jam memberikan materi training sebagai teller, terdengar suara adzan berkumandang.Wa
"Kamu indigo?" tebak Nayla langsung"Hu'um. Sejak aku umur lima tahun, aku udah bisa melihat mereka yang enggak terlihat dengan mata biasa.""Pantes kamu bisa lihat."Obrolan Nayla dan Dion terhenti sesaat. Mereka mengambil piring dan lauk yang mereka inginkan.Saat akan mencari tempat duduk, Dion kembali mendekati Nayla dan berbisik."Kamu bisa mencegah korban selanjutnya, Nay.""Hah?!" Nayla tersentak kaget dan menatap Dion dengan tajam."Jangan keras-keras, semua pada lihatin kita," bisik Dion lirih. Sambil menunduk malu Dion mengambil steak.Angel mendekati Nayla dan bertanya pada temannya itu kenapa ia tadi berteriak. Setelah menceritakan semuanya pada Angel. Mereka pun mengejar Dion yang sudah duduk di kursi paling ujung sendirian.Kedua gadis itu menarik kursi kosong. Dan duduk tepat di depan Dion yang sedang menikmati makanannya."Kamu tau caranya biar enggak ada korban selanj
"Semoga saja Rasti tau caranya memusnahkan perjanjian itu," ucap Nayla lirih namun masih bisa di dengar oleh Dion."Rasti siapa?""Teman aku. Dia juga indigo kayak kamu.""Hmmm ... Oh ya apa kamu membawa sesuatu yang menjadi simbol perjanjian Kusumawardhani itu?""Maksudnya?""Ya misalnya, suatu benda atau yang lain gitu.""Ada. Sebuah tusuk konde.""Boleh aku lihat?""Ada di tas. Di kelas.""Hmm ... ya sudah nanti saja selesai kelas." Dion yang sudah selesai makan pun beranjak berdiri sambil membawa piring kosong dan gelas miliknya."Dion ...!""Ya, kenapa, Nay?""Apa boleh aku meminta bantuanmu menyelesaikan hal gaib yang aku hadapi ini?" ujar Nayla dengan nada lirih namun terdengar seperti orang memohon.Beberapa detik Dion terdiam lalu menghembuskan napasnya sambil tersenyum lebar. Memperlihatkan deretan giginya yang putih terawat."Dengan senang hati aku bisa memb
Nayla menatap kedua mata Dion yang menunjukkan keseriusannya. Hingga akhirnya kepala Nayla pun mengangguk pelan."Terimakasih, Nay. Aku akan bantu kamu sebisa aku.""Makasih banyak kamu udah mau bantu aku." Nayla tersenyum. Lalu kembali turun dan diikuti oleh Angel. Sementara Dion masih diam di tempat dengan memandangi tusuk konde di tangannya.'Aku seperti enggak asing dengan nama Kusumawardhani ini, tapi siapa ya?' batin Dion.Sekilas Dion melihat batu berwarna merah di tusuk konde tersebut menyilau. Membuat Dion terhenyak."Aku pasti bisa mencari tahu tentang semua ini," ucap Dion sambil sudut bibir kanan terangkat ke atas.Dengan cepat Dion berlari menuruni tangga mengejar kedua gadis itu."Nay, Ngel! Tunggu dong!"Nayla dan Angel berhenti sampai Dion pun berhenti dengan napas yang tersengal-sengal."Ka-kalian mau kemana?""Kami mau ketemu Rasti. Udah janjian.""Aku boleh ikut, N
Tatap tajam ketiga gadis itu tak kunjung lepas. Membuat Dion pun menyerah."Haaahh!"Dion menghela napasnya. Kemudian sambil membenarkan duduknya ia mengeluarkan tusuk konde yang sedari tadi ia bawa."Kok bisa di kamu tusuk kondenya?" Rasti terkejut."Hmm ... aku tadi yang tunjukin tusuk konde itu ke Dion, Ras. Dia juga bilang merasakan aura jahat dari tusuk konde itu."Kali ini, Rasti kembali melihat Dion dengan tajam. Seakan tatapannya hendak memangsa Dion bulat-bulat."Kamu pasti tau siapa nama yang kamu sebut tadi. Enggak mungkin kamu asal menyebutnya. Tuan Jayakatwang kalau enggak salah?" Suara Rasti terdengar sangat serius.Sekian detik Dion terdiam sambil sesekali ia menundukkan kepalanya."Memangnya siapa Tuan Jayakatwang itu?""Oke! Aku akan ceritakan siapa Tuan Jayakatwang.""Nah gitu dong dari tadi! Cepat ceritakan pada kita!" sahut Rasti."Tuan Jayakatwang itu yang kamu l