Vio sudah memikirkannya secara matang dua hari ini. Lebih baik bercerai daripada mempertahankan hubungan pernikahan tidak masuk akal ini.Vio sendiri merasa pusing, bagaimana bisa orang itu mengurus administrasi hanya dalam hitungan jam sementara warga biasa membutuhkan waktu berbulan-bulan.Apakah calon suamiku milyader?Vio menertawakan dirinya sendiri. Hahahaha bodoh!Tawa Vio berhenti ketika berdiri di depan resepsionis apartemen mewah dan mendapat ucapan selamat dari staff apartemen yang selama ini bersikap ramah tapi sekarang ramahnya sudah keterlaluan.Jika kalian bekerja di bidang hospitality bertahun-tahun pasti bisa membedakan ramah profesional dan ramah penjilat berlebihan."Selamat, nyonya Earl Brighton."Sapa semua orang dengan salah satu memberikan bunga sementara yang lainnya memberikan hadiah. Vio menjadi linglung.Alex yang berdiri di samping istrinya, menepuk pundak. "Ada apa? kenapa bengong? masih sakit?"Vio mendongak dan menatap suami tampannya. "Tidak."Alex menj
Tiffany menatap bingung sahabat baiknya. "Vio, pikirkan baik-baik. Dia pasti akan mencintai kamu dan kalian sudah tidur bersama lagipula dia pasti akan menjauh dari adik tiri kamu."Vio menggeleng. "Tidak, adik tiri aku tidak akan pernah melepaskannya. Dia memiliki sifat yang sama dengan ibunya."Tiffany tidak tahu harus menasehati dengan cara apalagi. "Tidak bisakah kamu memberikan waktu untuk Alex supaya dia menjauh?""Masalahnya fan, di sini posisi aku adalah pelakor. Menghancurkan hubungan mereka berdua!""Ya sudah, gak papa. Bilang saja ini adalah hukum karma, balas dendam atau apalah itu."Vio menatap bimbang Tiffany. "Kamu tahukan dulu kita pernah mengamuk dan mencaci mereka di telepon, aku tidak suka mereka membalasnya dengan cara yang sama.""Jadi intinya, harga diri kamu lebih baik daripada mempertahankan pernikahan?" tanya Tiffany tidak percaya.Vio mengangguk.Tiffany memutar bola mata lalu menenggak habis minumannya. "Kamu ini bodoh, sangat bodoh, lebih bodoh, terlalu bodo
Tubuh Vio menegang ketika Benny berlari mendekatinya sementara Kiki hanya berdiri di tempat dan menatap lurus dia.Vio ingin mengatakan sesuatu tapi entah kenapa ada sesuatu yang mengganjal di tenggorokannya.Kiki tersenyum tanpa dosa dan menyapanya. "Vio."Kedua mata Vio bergetar. Apakah selama ini kamu mencariku?"Tiffany bilang kamu block nomor dia, kenapa? Apakah dia melakukan kesalahan?"Tatapan Vio beralih ke Benny. Sejak kapan aku block dia? Atau jangan-jangan-Benny menunggu jawaban dari Vio.Vio menghela napas panjang. "Aku hanya ingin menyendiri.""Apakah kamu habis dari kamarku?" tanya Kiki dengan curiga.Vio baru ingat kalau dirinya memakai lift khusus penthouse. "Ah, ada salah satu teman atasan di tempat ini yang minta dikirimkan dokumen jadi aku-"Kiki berjalan mendekati Vio dengan santai lalu menepuk kepalanya. "Kamu sudah bekerja keras di pagi hari, mau berangkat bareng?"Vio menundukkan kepalanya, tidak ingin Kiki melihat matanya yang berkaca-kaca.Hati Vio sakit sete
Alex melihat jam tangan mahalnya sekaligus mendecak kesal, sudah lama dia membuang banyak waktu yang tidak penting, lalu bertanya. "Jadi bukan anda yang mengajukan proposal kerja sama?""Apa?""Saya tidak akan mengulanginya.""Ah-" Kiki memutar otak dengan gugup. "Saya banyak pikiran dan urusan yang harus diselesaikan, jadi- sedikit lupa-""Proyek ini sangat penting, bagaimana bisa anda melupakan tujuan dan proposal anda?"Kiki melirik kesal sekretaris cantik yang menunduk ketakutan, takut dimarahi dan dipecat.Alex berdiri tanpa bicara dengannya. "Tu- tunggu!" Kiki buru-buru berdiri dan menghalangi Alex.Alex mundur dengan jijik. "Saya tidak bisa menghancurkan kerja sama yang susah payah didapat. Karena itu bisakah tim saya datang ke tempat anda untuk membahas kerja sama ini lagi?"Alex memperbaiki jasnya lalu berjalan melewati Kiki.Kiki yang tidak terima didiamkan, berteriak marah. "Saya dengar, anda sangat arogan. Apakah anda ingin menjebak saya lebih awal supaya tidak bisa beke
Vio yang pulang ke rumah kontrakannya setelah diantar Tiffany sampai di depan rumah, melihat kondisi empat kucing peliharaannya.Selama tinggal di tempat Alex, Tiffany menyuruh salah satu orangnya untuk bersihkan kandang dan memberikan makan untuk kucing peliharaan Vio.Tak lama tiba-tiba tetangga depan rumah datang menemuinya."Mbak, cari kucingnya yang warna tutul-tutul?""Anya? Anya ada di dalam kandang." Vio mengerutkan kening sambil melihat kondisi kucing kesayangannya apakah baik-baik saja."Oh, berarti yang berkalung."Jantung Vio berdebar keras. "Yibo kenapa?" "Itu- kucingnya ditabrak, mati. Darahnya banyak kok."Vio tidak tahu harus menangis atau tidak karena Yibo hanya kucing orang yang sering makan, main dan tidur di rumahnya. Kucing berusia sekitar enam bulan dan corak abu-abu penuh juga tidak pernah menurut padanya, suka menyebrang sembarangan."Sekarang sudah dibawa sama mas-"Telinga Vio berdengung dan mengabaikan perkataan tetangganya.Darahnya banyak! Apa kamu sudah
Alex menelusuri tulisan di buku Vio, tadinya yang punya buku ingin mengambil dan menyimpannya karena malu. Alex dengan sigap merebut buku itu dan membacanya, Vio cemberut lalu ganti baju."Kamu mau menginap di sini?""Ya, aku kangen anak-anak.""Kucing-kucing itu kamu anggap anak?""Ya, kenapa memangnya?"Alex tersenyum kecil. "Kalau begitu aku papi mereka."Vio terpesona dengan wajah tampan Alex lalu mengalihkan tatapannya ketika sadar bahwa dirinya tidak pantas.Alex juga mengalihkan tatapan, lalu kembali membaca bukunya. "Vio, apa kamu suka menulis?""Ya.""Kenapa?""Emosiku tidak stabil."Tangan Alex terhenti ketika kembali menelusuri tulisan sang istri."Ada kenalan yang bisa membaca diriku dan bilang, aku belum berbaikan dengan masa lalu.""Berbaikan?""Ayahku pergi dan tidak peduli dengan kehidupan kami, aku jadi merindukan sosok ayah dan mulai marah. Marah karena iri dengan anak-anak lain yang masih berkumpul dengan orang tua lengkap.""Kiki pelarian kamu?""Bisa dibilang begi
Vio menatap lurus Alex. "Kamu tidak ikut pulang?""Pulang kemana? Ini juga rumah aku.""Ke tempat mewah kamu."Alex mulai mengerti sekarang. "Kamu merasa insecure?"Vio tidak mampu menjawab."Apakah karena aku terlalu tampan dan kaya?"Vio menghela napas kesal. "Iya, itu salah satunya.""Seharusnya kamu bangga memiliki aku.""Aku bukan seperti ibu yang terjebak kata cinta untuk pria tampan dan terlihat punya segalanya. Lagipula aku juga tidak mau sakit hati, maksudku-""Kenapa waktu itu kamu tidak menolak kita menikah? Kamu tidak bicara lantang bahwa itu kesalahan?"Vio menggigit bibir bawahnya."Tidak berani? Kamu tidak berani bukan?""Alex, pulanglah. Aku lelah.""Aku suami kamu, Vio."Entah kenapa Vio merasakan rasa sakit ketika pria itu mengucapkan kata suami. "Kita sudah menikah, meskipun ada kesalahan di awal tapi tetap saja kita pasangan."Air mata Vio muncul lagi. "Kumohon, jangan seperti ini, pulanglah." Isaknya."Apa yang membuat kamu seperti ini? Siapa yang menyakiti kamu?
Dengan napas terengah-engah setelah berciuman, Alex bertanya dengan nada serak. "Habis ini apa?""A- apa?" "Istirahat atau lanjut?"Vio mendongak dan menatap mata biru Alex. "Aku-"Vio tidak ingin bertindak terlalu jauh tapi bersamaan dengan itu, ingin melakukan hal yang luar biasa seperti waktu itu.Alex menelusuri wajah Vio yang jika disentuh halus, dilihat terlihat kusam dan banyak bekas bopeng karena kena cacar air di usia dewasa. "Apakah kamu tidak ingin bersenang-senang dengan pria tampan sepertiku? Halal pula."Wanita mana sih yang tidak mau? Kepala Vio hampir meledak begitu mendengar rayuan suaminya sendiri."Tidak ingin?"Seolah ditampar kenyataan, Vio menjawab dengan pelan. "Aku tidak mau mengganggu tetangga.""Apakah suara kamu akan sekeras itu? Aku jadi ingin mendengarnya." Alex mendekatkan bibirnya di telinga Vio. "Rasanya aku jadi ingin mendengar suara itu lagi."Bahu Vio sedikit naik karena geli dengan bisikan Alex. "Tidak mau?" Alex mendekatkan tubuh Vio hingga menye