Home / Rumah Tangga / Madu Di Kamar Tamu / Bab 1. Pamitan Pergi

Share

Madu Di Kamar Tamu
Madu Di Kamar Tamu
Author: Andriani Keumala

Bab 1. Pamitan Pergi

last update Last Updated: 2025-10-16 18:50:28

Nur Humairah baru saja selesai mandi dan mengambil wudhu. Perempuan yang biasa dipanggil dengan Nur ini menatap sang suami yang masih tertidur di atas kasur.

Nur berjalan mendekat ke arah Hanif, suaminya. Dia menutup tangan menggunakan mukena yang sudah ada di tubuhnya. Supaya kulit tangannya tidak bersentuhan dengan Hanif.

Jam sudah menunjukkan pukul 4 pagi. Sebentar lagi akan memasuki waktu salat Subuh. Nur dan Hanif biasa melakukan salat bersama di waktu Subuh dan Magrib atau saat mereka berada di dalam rumah saat memasuki waktu salat.

"Mas, bangun Mas," ujar Nur menepuk selimut yang membungkus tubuh Hanif.

Hanif tidak merespon. Dia masih terlelap dalam tidurnya. Kemarin dia banyak kerjaan dan tidur cukup telat. Sehingga tubuhnya membutuhkan banyak istirahat.

"Mas bangun. Ini sudah mau subuh. Nanti kita telat salat Subuh," panggil Nur untuk kedua kalinya.

Nur dengan setia membangunkan Hanif dengan lembut. Saat Hanif membalikkan badan, dia segera berdiri. Takut kalau air wudhunya batal kena tangan Hanif.

Hanif mulai terjaga. Dia melihat ke arah sang istri yang berdiri di tepi kasur dalam keadaan sudah rapi.

"Jam berapa sekarang?" tanya Hanif sambil bangun.

Hanif masih berat membuka mata. Dia menguap kecil ketika angin ingin keluar dari mulutnya. Ciri khas orang bangun tidur atau mau tidur.

"Sekarang sudah jam 4 pagi Mas," sahut Nur.

"Apa? Jam 4 pagi," ucap Hanif terkejut.

Hanif biasa bangun pagi setengah empat. Matanya reflek melihat ke arah jam dinding. Bukannya dia tidak percaya dengan jawaban Nur, tapi dia lebih tidak mempercayai diri sendiri bisa telat bangun.

"Iya, Mas. Ayo Mas, cepat ke kamar mandi. Nanti kita telat salat Subuh," suruh Nur.

"Sebentar ya, Mas mau mandi dulu," jawab Nur.

"Baik, sana Mas mandi dulu," ujar Nur mengambil handuk untuk sang suaminya.

Nur menyerahkan handuk kepada Hanif yang sudah berdiri dari atas tempat tidur. Hanif menerima handuk itu dengan cepat. Kemudian dia masuk ke kamar mandi.

Hanif secepat mungkin mandi. Setelah itu dia berpakaian rapi untuk menghadap sang pencipta. Mereka segera salat berjamaah di atas sajadah yang telah disiapkan oleh Nur.

Hanif dan Nur salat Subuh dengan sangat khusyuk.

"Assalaamu alaikum wa rahmatullah."

"Assalaamu alaikum wa rahmatullah," sahut Nur dari belakang dengan suara kecil.

Setelah selesai salat, Hanif dan Nur sama-sama memanjatkan doa untuk kesehatan, rezeki dan juga perlindungan dari Allah. Sebagai makhluk Allah, harus mensyukuri apa yang sudah diberikan.

"Ya Allah, tahun ini adalah tahun ketujuh hamba menikah dengan Mas Hanif ya Allah. Jika Engkau berkenan, tolong berikan kami anak ya Allah. Hamba sangat ingin seorang anak hadir dalam pernikahan kami," doa Nur sambil meneteskan air mata.

Hanif menyudahi doanya. Dalam dia dia ikut mendengar doa yang dipanjatkan oleh istrinya. Memang benar, usia pernikahan mereka sudah memasuki 7 tahun, tapi mereka belum diberikan momongan.

Setiap sang istri melihat anak kecil, hati Hanif jadi terluka. Dia tahu kalau sang istri sangat menginginkan kehadiran anak dalam pernikahan mereka.

Apalagi ditambah beberapa cibiran dari tetangga yang selalu menyindir istrinya tidak bisa hamil. Setiap bertemu kenalan pasti ditanyakan kapan punya anak.

Mereka berdua hanya bisa tersenyum. Rezeki, jodoh dan maut semua sudah Allah atur dengan sebaik mungkin. Jika Allah sudah berkehendak, maka tidak ada yang bisa menghentikannya.

Saat ini Allah masih berkata belum saatnya untuk mereka mempunyai anak. Mereka yakin kalau rencana Allah lebih bagus daripada apa yang mereka inginkan selama ini.

Setiap orang mempunyai cobaan tersendiri. Dan untuk cobaan mereka adalah belum ada nya seorang anak.

"Nur," panggil Hanif dengan lembut.

Hanif melengkungkan senyuman ke arah Nur. Dia ingin Nur tahu kalau mereka akan baik-baik saja. Tidak ada yang perlu ditakutkan selama mereka tidak berbuat salah.

"Mas," sahut Nur dengan sedih.

"Nur, kamu tidak perlu bersedih. Jika Allah sudah mengizinkan, suatu saat kita pasti akan mempunyai anak," bujuk Hanif.

"Tapi kapan Mas. Kapan kita akan mempunyai anak. Nur capek Mas, Nur capek ditanyain anak terus. Nur juga ingin mempunyai anak Mas," sahut Nur mengeluarkan emosi yang sudah ditahan selama ini.

"Nur, apakah kamu meragukan apa yang terbaik untuk kita dari Allah?" tanya Hanif dengan ramah.

Hanif tidak mau melukai hati istri. Tapi dia tidak bisa membiarkan istrinya berpikir yang negatif. Semua itu bisa mempengaruhi hati. Jika hati sudah kotor, maka semua kebenaran akan menjadi salah.

"Bukan seperti itu Mas. Nur merasa bukan wanita yang sempurna," sahut Nur bersalah dengan ucapannya tadi.

"Bagi Mas, Nur adalah perempuan yang paling sempurna di kehidupan Mas selain ibu Mas. Kalian berdua adalah perempuan yang hebat. Perempuan sholeha yang diberikan Allah. Kamu jangan berkecil hati ya," bujuk Hanif.

"Apa Mas tidak ingin mempunyai anak?"

"Mas juga sangat ingin mempunyai anak. Tapi bagi Mas, apa yang sudah Allah berikan sekarang sudah lebih dari cukup. Mas dengan ikhlas menerima apapun yang telah ditetapkan oleh Allah. Mas selalu percaya sama Allah."

Nur terdiam mendengar jawaban dari Hanif. Hatinya masih saja gundah.

"Apa Mas akan meninggalkan Nur kalau Nur masih tidak bisa hamil?" tanya Nur dengan takut-takut.

"Tidak, Mas tidak akan pernah meninggalkan kamu apapun yang terjadi. Mas mencintai kamu apa adanya. Kita menikah bukan karena ingin memiliki anak saja, tapi Mas menikah dengan kamu karena kamu apa adanya. Anak adalah berkah tambahan yang Allah berikan untuk sebuah pernikahan."

"Coba Mas ngomong itu ke telinga tetangga. Nur dicap perempuan yang tidak subur," kata Nur memajukan bibirnya.

Nur sebaliknya dengan mulut tetangga. Mulut tetangga tidak ada bedanya dengan mercon. Suka meletus kalau ada sambaran api sedikit. Apalagi kalau masalah menggunjing orang, jangan ditanyakan lagi. Dari pagi sampai pagi tidak akan bosan.

"Nur, dengarkan Mas. Besok kamu pergilah periksa ke dokter kandungan atau mau menunggu Mas pulang dari menjenguk kawan Mas?" tawar Hanif.

Hari ini adalah hari minggu. Jadi Hanif sengaja menyarankan Nur pergi pemeriksaan pada hari senin.

"Tidak perlu Mas. Mas pergi saja. Nur bisa pergi sendiri. Mas bisa pergi menjenguk teman Mas yang sedang berada rumah sakit," cegah Nur.

Hanif sudah minta izin kepada Nur beberapa hari yang lalu untuk pergi ke rumah sakit diluar kota. Dia ingin menjaga Arif, sahabat sekaligus orang yang sangat penting baginya.

"Kalau kamu tidak berani pergi sendirian, kamu boleh ajak ibu," saran Hanif.

"Tidak apa Mas. Nur bisa pergi sendiri. Apa boleh setelah Mas pergi nanti, Nur izin ke rumah ibu," pinta Nur.

"Boleh, kamu boleh pergi ke tempat ibu. Mas mengizinkan kamu pergi kemana saja asal kamu menjaga diri kamu dengan baik."

"Terima kasih Mas."

"Ayo kita bersiap-siap. Sebentar lagi Mas harus segera berangkat," ujar Hanif.

Bersambung ….

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Madu Di Kamar Tamu   Bab 36. Keputusan Nur

    "Siapa yang telepon Bu? Mas Hanif? tanya Nur yang duduk di meja makan dengan tenang.Nur hanya melihat sang ibu sekilas saat suara telepon berbunyi. Lalu melanjutkan sarapan pagi yang sudah telat."Iya, suami kamu yang telepon," sahut Halimah dengan duduk di depan Nur."Mas Hanif bilang apa?" "Katanya dia akan ke sini. Ibu bilang agar dia datang nya siang saja.""Oh," sahut Nur singkat."Nur, bagaimana dengan keputusan kamu?" tanya Halimah perihal kemarin.Suapan makanan Nur terhenti di udara. Dia tidak meneruskan makan lagi. Makanan tersebut dia letakkan kembali ke piring."Nur juga bingung Bu. Apa yang harus Nur lakukan," sahut Nur menghela nafas berat. Apa "Kamu harus pikirkan baik-baik. Mana yang bagus untuk kalian berdua," sambung Burhan menuju ke dapur. Burhan pergi ke dapur mengambil minum. Tidak tahu kalau Nur masih di dapur. Setelah itu dia duduk bersama Halimah dan Nur."Bapak.""Bapak ada saran," ucap Burhan."Saran apa Pak?""Begini, coba kamu pikirkan kalau kamu ingin

  • Madu Di Kamar Tamu   Bab 35. Rumah Jadi Sepi

    Laila menyiapkan semua barang-barang miliknya ke dalam koper. Dia akan meninggalkan rumah Nur dan Hanif. Dia akan pindah ke rumah yang sudah dibeli oleh Arif yang pernah dikunjungi Nur.Laila sudah selesai mengemas semua barang-barang miliknya. Barang-barangnya tidak terlalu banyak. Hanya bertambah beberapa barang sejak dia tinggal di rumah itu. Rumah yang sudah membuatnya nyaman.Sekarang dia harus memulai hidupnya dari awal. Melepaskan diri dari Hanif dan Nur. Dia akan berfokus untuk mengembangkan restoran. Lambat laun dia bisa menata kembali hidupnya.Laila tinggal menunggu kepulangan Hanif untuk berpamitan. Sekalian Nur juga ikut pulang. Setelah itu dia bisa pergi dari sana dengan baik. Seperti saat dia menginjakkan kaki di rumah itu.***Hanif pulang ke rumah dengan keadaan acak-acakan. Baju sudah keluar dari celana, dasi entah kemana, rambut seperti tidak pernah disisir, ditambah hatinya yang ikut tidak baik. Hari ini adalah hari terburuk yang pernah ada dalam hidup Hanif. Dia

  • Madu Di Kamar Tamu   Bab 34. Pedang Bermata Dua

    Hanif membuka pintu kamar. Nur masih saja berbaring telungkup dengan suara tangisan. Suara yang bisa didengar oleh Hanif."Nur," panggil Hanif berjalan mendekat ke arah Nur.Nur menoleh kepalanya ke arah Hanif. Lalu bangun dan duduk di tepi kasur."Untuk apa Mas ke sini lagi? Apa Mas belum cukup menyakiti Nur?" ujar Nur. "Nur, dengarkan Mas dulu," bujuk Hanif."Tidak ada yang perlu Mas jelaskan lagi. Semuanya sudah jelas," tolak Nur.Hanif berinisiatif menarik kursi meja rias. Lalu dia duduk berhadapan dengan Nur. Memudahkannya untuk melihat Nur dengan baik."Apa di hati Nur, Nur tidak percaya sama Mas. Apa selama ini Mas pernah berbohong sama Nur? Apa pernah Mas menyakiti Nur?""Mas tidak perlu mencari alasan. Pembohong tetap pembohong. Mungkin saja selama ini Mas juga berbohong sama Nur," kata Nur melihat ke arah lain. Tidak mau menatap ke arah Hanif."Sekarang mas akan cerita kenapa Mas melakukan ini. Setelah itu, apa kamu masih meragukan Mas."Hanif bercerita kepada Nur mulai ten

  • Madu Di Kamar Tamu   Bab 33. Penjelasan Hanif

    "Nur, apa yang terjadi sayang?" tanya Halimah duduk di pinggir kasur Nur. Sedangkan Burhan berdiri tidak jauh dari mereka.Nur telungkup di atas kasur dan bantal gulingnya. Air matanya sudah memenuhi pipi. Tangisan semakin pecah saat ditanya sang ibu.Nur bangkit dan memeluk ibunya dengan sangat erat. Menumpahkan rasa sakit yang ada di hati."Ibu," ucap Nur sedih. "Apa yang terjadi. Ibu dan Bapak tidak akan tahu kalau kamu hanya menangis seperti ini," bujuk Halimah mengelus punggung Nur."Bu, mas Hanif! Mas Hanif," ulang Nur. "Ada apa dengan Mas Hanif?"Halimah melirik ke arah Burhan. Mereka langsung berpikir yang tidak-tidak dengan perkataan Nur. Apa terjadi sesuatu sama Hanif."Mas Hanif mengkhianati Nur, Bu?""Maksud kamu apa Nak. Bagaimana Hanif mengkhianati kamu. Hubungan kalian kemarin baik-baik saja.""Bu, mereka ingin menikah.""Hanif mau nikah lagi?" sahut Burhan bertanya."Iya Pak.""Mereka siapa Nak?""Mereka mas Hanif dan Laila. Mas Hanif dan Laila sudah berencana akan m

  • Madu Di Kamar Tamu   Bab 32. Nur Kabur

    Hanif pulang kerja seperti biasanya. Nur sudah menunggu Hanif sejak pulang dari kafe. Dia duduk tenang tanpa menjawab salam dari Hanif secara lisan."Sayang, kamu di sini? Tadi Mas kasih salam tidak ada jawaban. Kamu tidak dengar?" tanya Hanif duduk di samping NurNur menggeser duduk menjauh dari Hanif. Membuat Hanif mengernyit kening."Kamu kenapa Nur?" tanya Hanif heran."Mas, tolong jelaskan sama Nur. Kenapa Mas berbohong sama Nur," balas Nur mengabaikan pertanyaan Hanif."Apa maksud kamu Nur? Bohong apa? Mas tidak ngerti?" tanya Hanif bingung. "Mas, Nur sudah mengetahui semuanya. Nur sudah tahu rencana Mas Hanif. Yang ingin menikahi Laila," ujar Nur menguatkan diri.Nur menahan mati-matian agar tidak mengeluarkan air mata. Dia ingin tegar dan kuat.Hanif terkejut mendengar perkataan Nur. Hal yang dia takutkan akhirnya terjadi. Nur mengetahui rencana dia mau menikah Laila.'Ini pasti ulah Bisma. Bisma yang menceritakan semua ini kepada Nur.'"Nur, Mas bisa jelaskan," ucap Hanif."

  • Madu Di Kamar Tamu   Bab 31. Rahasia Terbongkar

    Nur ingin pulang karena Laila tidak ada. Dia tidak jadi pergi jalan-jalan. Moodnya sudah hilang tidak ada Laila.Langkah Nur terhenti lantaran ada panggilan masuk. Tangannya segera mencari keberadaan handphone dalam tasnya. Kening Nur berkerut saat melihat dari nomor asing."Ini nomor siapa?" gumam Nur sejenak.Nur jarang mendapatkan telepon masuk dari nomor asing. Tanpa basa basi dia mengangkat telepon takut ada hal penting."Assalamu'alaikum," ucap Nur." Aku ingin bertemu dengan kamu," balas dari seberang panggilan. Nur menjauhkan telepon dari telinganya. Melihat panggilan masuk dari nomor asing tersebut. Suaranya juga sangat asing."Maaf, dengan siapa ya?" tanya Nur terlebih dahulu untuk mengetahui siapa yang meneleponnya. "Aku Bisma. Kita dulu pernah bertemu di mall saat bersama Laila," sahut Bisma.Nur memikirkan siapa itu Bisma. Setelah berpikir beberapa detik, dia teringat kembali. Lelaki yang pernah menyakiti Laila. Hanya dia yang Nur ingat. "Jangan-jangan kamu laki-laki y

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status