Share

Kedatangan Runi

Author: Kurnia_cy
last update Last Updated: 2025-10-09 18:43:25

"Oh iya, Dek. Untung kamu ingetin. Barusan masuk pesan WA dari Runi ke ponsel mas, dia bilang dia akan berangkat dari Kota A naik bus pagi ini dan kemungkinan akan sampai pada sore hari. Runi minta tolong mas untuk jemput dia ke terminal sepulang kerja nanti. Jadi hari ini mas pergi kerja naik ojek online aja, biar nanti seusai menjemput Runi di terminal bus mas langsung pulang ke rumah naik taksi," sahut Yanto.

"Baiklah, Mas," jawab Viana singkat.

Yanto lalu memesan ojek online melalui ponsel nya. Tak lama kemudian, ojek pesanannya tiba. Yanto berpamitan kepada Viana, lalu segera menaiki ojeknya. Motor ojek pun mulai bergerak membelah jalanan menuju ke kantor Yanto. Setelah Yanto menghilang dari pandangannya, Viana lalu masuk ke dalam rumah, mengunci pintu lalu mulai sibuk melakukan aktivitas seperti biasanya termasuk membersihkan kamar tamu yang sebentar lagi akan ditempati oleh adik iparnya.

Sekitar pukul enam sore, Viana yang baru saja selesai menata makan malam di meja makan, memdengar deru suara mobil yang berhenti luar rumah.

'Pasti itu Mas Yanto yang pulang. Apa Runi juga ikut bersamanya?' Viana bertanya dalam hatinya.

Viana bergegas keluar dan membuka pintu. Memang benar yang datang itu adalah Yanto dengan menggunakan taksi dan dari bagian kursi penumpang, terlihat keluar seorang perempuan muda dikenal Viana. Dia adalah Runi.

Setelah membayar ongkos taksi, Yanto segera membantu Runi membawa barang-barangnya yang terdiri dari dua buah koper berukuran sedang dan satu buah tas jinjing besar.

"Hallo, Mbak. Udah lama ya kita nggak ketemu," sapa Runi sambil mengibaskan rambut coklatnya ke belakang dengan gaya pongahnya.

Viana menelisik penampilan Runi dari atas ke bawah. Masih tampak 'wah' ala-ala wanita sosialita dengan sebuah tas branded yang berada dalam tentengannya.

Apa dia nggak risih ya, naik bus tapi pakai baju kayak gitu? gumam Viana dalam hati

"Mbak!" seru Runi sambil melambai-lambaikan tangannya di depan Viana."

"Eh, i-iya Run," balas Viana tersenyum kaku.

"Kok bengong gitu? Kagum ya, Mbak sama penampilanku? Ya, iya, pastilah. Aku kan pandai menjaga penampilan Biarpun janda, aku harus tetap tampil cetar dong. Siapa tahu nanti aku bisa dapat jodoh pria kaya lagi," ucap Runi dengan rasa percaya diri yang tinggi.

Viana tersenyum kecut. Dalam hati di mencemooh sikap percaya diri adik iparnya itu.

"Ayo, Run. Kita masuk," ajak Yanto yang merasa Viana mulai tidak senang akan tingkah adiknya itu.

Mereka bertiga segera masuk ke dalam rumah. Setibanya di dalam, Runi langsung mendudukkan tubuhnya di kursi ruang tamu. Matanya beredar mengamati keadaan di dalam rumah.

"Dek, tolong bikinkan minum untuk Runi ya," pinta Yanto

Viana mengangguk lalu bersiap hendak melangkah ke dapur.

"Wah, hidupmu masih belum ada perubahan ya, Bang. Masih tetap kere. Aduh, kira-kira sanggup nggak ya aku tinggal bersama kalian di sini?"

Yanto tercekat mendengar ucapan adiknya itu. Tanpa sadar, matanya melirik ke arah sang istri yang memang posisi berdirinya tidak jauh dari ruang tamu.

Rasa was-was seketika itu juga menyelusup ke dalam hati pria berkulit sawo matang itu tatkala melihat ekspresi wajah sang istri yang masam dengan kedua tangan terkepal erat di samping tubuhnya.

Sementara itu Runi yang masih belum menyadari situasi masih terus menyerocos.

"Kalau tau kayak gini, aku gak bakalan mau mohon-mohon untuk tinggal di sini. Kirain setelah tiga tahun nggak ke sini, keadaannya sudah berubah, nyatanya zonk, masih sama kayak dulu."

"Runi!" seru Yanto berusaha memperingatkan adiknya itu.

"Kenapa, Bang? Nggak terima ya, omongan aku? Lalu aku harus gimana, lha wong kenyataannya memang begitu," balas Runi dengan berani.

"Runi, jangan bicara la-"

"Biar aja, Mas. Biarkan dia bicara sepuasnya," potong Viana yang kini sudah membalikkan tubuhnya dan menatap Runi dengan tajam.

"Ha...ha...ha... Runi cuma bercanda, Dek. Jangan dimasukin ke hati ya," lontar Yanto mencoba mencairkan ketegangan yang mulai tercipta dengan suara tawa yang dia sendiri meyakini bahwa tawa itu terdengar amat kaku.

Runi langsung menyadari bahwa kakak iparnya sedang dalam mode marah saat kedua netranya bertemu langsung dengan netra sang kakak ipar yang menyorot tajam ke arahnya.

Namun, bukannya merasa takut, Runi malah dengan berani kembali melontarkan perkataan yang sukses membuat emosi dalam diri Viana makin bergolak.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Madu Pemberian Ipar    Randy Sakit 

    "Gimana keadaan Randy, Fey?" tanya Yanto ketika kakinya telah menjejak di lantai ruang tamu rumah mewah itu."Masih belum stabil, Mas. Demamnya masih tinggi meski sudah diberi obat dan dia terus manggil-manggil namamu," jelas Feyla dengan wajah cemasnya."Kalau gitu, ayo antarkan aku menemui Randy sekarang," ucap Yanto dengan wajah tak kalah cemasnya.Feyla mengangguk dan dengan langkah lebar, mereka berdua segera menuju ke kamar Randy.Ternyata orang yang menelpon Yanto itu adalah Feyla. Yanto sengaja menyamarkan nama Feyla dengan id caller 'Dika 2' untuk menghindari kecurigaan Viana jika sewaktu - waktu Feyla menelepon dan Viana melihat nama si penelepon itu adalah Feyla.Yanto tidak ingin kelak terjadi keributan antara dia dan Viana karena Yanto mengetahui bahwa sampai pada detik ini, Viana masih menaruh rasa cemburu kepada Feyla.Setibanya di kamar Randy, Yanto melihat Randy sedang terbaring lemah di atas ranjang. Matanya tertutup rapat,

  • Madu Pemberian Ipar    Ajakan Berlibur 

    Mendapat kemarahan dari Feyla, Deon tampak sedikit kaget bercampur rasa tersinggung, tapi dengan segera dia bisa menetralisir perasaannya.Dia mengulas senyuman tipis untuk menutupi perasaannya."Baik, Bu. Saya mengerti. Maafkan atas kelancangan saya. Kalau begitu, saya permisi dulu."Feyla melirik sekilas ke arah Deon lalu membuang muka ke arah lain dengan raut wajah yang masih memendam amarah.Melihat sikap Feyla demikian, Deon menghela napas sebelum akhirnya dia meninggalkan ruangan itu. Selama beberapa menit lamanya Feyla duduk terdiam sebelum akhirnya dia kembali melanjutkan pekerjaannya.Sementara itu, Haris yang telah duduk di dalam mobilnya tampak merenung mengingat semua hal yang telah dialaminya sebentar ini.Entah dorongan dari mana, dia mengeluarkan dompetnya, menarik lembaran cek dari dalam dompet dan memandang nominal yang tertera pada lembaran tersebut.Batinnya berperang antara membenarkan dan menyalahkan keputusan yan

  • Madu Pemberian Ipar    Selembar Cek Untuk Haris

    "Hal apa yang harus kulakukan?" Haris memberanikan diri untuk bertanya."Aku ingin Anda memberitahukan kepada Viana bahwa aku tidak mempunyai hubungan apa-apa dengan suaminya, selanjutnya Anda juga harus mengedit beberapa buah foto untuk memperkuat pernyataan tersebut. Terserah bagaimana caranya, yang penting Viana percaya bahwa antara aku dan suaminya tidak ada affair dan hubungan kami murni sebatas hubungan kerja atau hubungan antara atasan dan bawahan," papar Feyla.Haris terlihat menimbang-nimbang permintaan Feyla.Melihat kebimbangan Haris, Feyla pun kembali melanjutkan ucapannya."Jika kau bersedia melakukan itu, maka disamping istrimu selamat, aku juga akan memberikanmu sejumlah uang yang dapat kau gunakan untuk membelikan kaki palsu buat istrimu. Bukankah hal itu yang menjadi keinginan terbesarmu saat ini?"Haris terbelalak, dia menelan salivanya dengan kasar. Tak pernah diduganya bahwa Feyla mengetahui seluk beluk kehidupannya hingga sejau

  • Madu Pemberian Ipar    Terpaksa Berkhianat 

    Haris menghela napasnya. Dalam keadaan terjepit seperti ini, dia mana bisa mempertimbangkan hal lain selain keselamatan istrinya sendiri. Sempat terpikir olehnya untuk kabur dari sana, tetapi dia masih bimbang."Jangan pernah coba berpikir untuk kabur dari sini, Pak Haris jika Anda masih ingin melihat istri Anda dalam keadaan selamat."Seolah dapat membaca pikiran Haris, pria di samping Feyla telah mengultimatumnya terlebih dulu.Akhirnya, dengan berat hati dia mengambil sebuah keputusan."Baiklah, aku akan bicara. Sebenarnya aku memang ditugaskan untuk memata-matai Anda dan salah seorang karyawan Anda yang bernama Yanto," beberapa Haris kepada Feyla."Siapa yang menyuruhmu?" tanya Feyla dengan nada dingin.Haris tidak langsung menjawab. Dia terdiam untuk beberapa saat. Batinnya berperang antara mengatakan atau tidak."Siapa?!" desak Feyla dengan intonasi yang meninggi."Viana, istri Yanto."Pengakuan itu akhirnya melunc

  • Madu Pemberian Ipar    Haris Ketahuan 

    Dua hari sebelumnya...Siang itu, Haris tengah berada di dalam mobilnya yang terparkir di depan gedung kantor Feyla, dia sedang memantau aktivitas Yanto dan Feyla.Beberapa bukti kedekatan Yanto dan Feyla telah berhasil diabadikannya melalui kamera ponselnya secara diam-diam.Sembari mengawasi, Haris menggulir ponselnya, memperhatikan beberapa foto hasil jepretannya."Ternyata benar dugaanmu, Vi. Suamimu terlihat memiliki hubungan spesial dengan bos nya," gumam Haris.Tatapan Haris tertuju pada sebuah foto yang memperlihatkan Yanto dan Feyla sedang berada di sebuah taman bermain anak-anak. Posisi duduk mereka berdekatan dengan jemari tangan yang saling bertautan. Kemudian pada foto yang lain terlihat mereka saling melempar senyum dan tatapan mesra satu sama lain."Kasihan kamu, Vi. Aku juga tak menyangka suamimu akan berbuat begini. Padahal dulu kamu begitu antusias menceritakan kebaikan dan perhatiannya padamu. Semoga kamu kuat menerima ken

  • Madu Pemberian Ipar    Hasil Penyelidikan Haris 

    Runi memandang paper bag berisi makanan yang diakuinya sebagai hasil masakannya, padahal tidak. Sebenarnya makanan itu dibelinya dari sebuah restoran dan dia berbohong mengatakan bahwa dia sendiri yang memasaknya dengan tujuan untuk menambah nilai plus dirinya di hadapan Deon sebagai wanita yang pandai memasak."Huh, sia-sia saja aku beli mahal-mahal makanan ini dari restoran tapi tidak dimakan olehnya. Dasar pria sombong, nggak menghargai pemberian orang. Dikiranya aku beli ini pakai daun. Eh, tapi dia mana tau aku beli, aku kan ngakunya kalau semua makanan ini aku yang masak. Tapi tetap aja, aku nggak terima diginiin." Runi mengomel - ngomel sendiri sambil berjalan keluar dari kantor."Jadi gimana dengan makanan ini ya. Nggak mungkin aku buang, sayang uangnya. Ya sudahlah, lebih baik aku saja yang makan, daripada mubazir. Toh, makanannya juga enak-enak. Tapi entar aja deh, saat ini aku masih kenyang. Lalu sekarang aku harus kemana? Aku malas pulang ke rumah cepat-cep

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status