"Kamu harus siapin uang dapur 200 juta."
Itulah syarat yang diajukan oleh Nenek Widia pada Teguh. Secara tak langsung, Nenek Widia berusaha menghalangi hubungan Sakinah dan Teguh. Wanita tua itu memeras Teguh dengan meminta sejumlah uang yang tak mungkin bisa didapat oleh Teguh dalam waktu singkat. "Sebelum kamu datang ke sini, Sakinah sempat dilamar sama orang lain," ungkap Nenek Widia. "Kamu tahu nggak berapa mas kawin yang ditawarin sama orang yang ngelamar Sakinah sebelumnya?" Siapa lagi orang yang dimaksud oleh Nenek Widia kalau bukan Juragan Brata. Sebagai tuan tanah dan juragan paling kaya di kampung mereka, tentu tak sulit bagi Juragan Brata untuk memberikan mas kawin pada Sakinah dalam jumlah besar. "Sakinah akan dikasih mas kawin emas 100 gram sama uang 100 juta. Nenek juga akan dikasih uang dapur 150 juta," ungkap Nenek Widia. "Kalau kamu mau nikah sama Sakinah, harusnya kamu kasih mas kawin sama uang dapur lebih besar. Sakinah sampai menolak lamaran dari juragan, cuma demi tukang galon seperti kamu. Harusnya kamu tahu diri dan berterima kasih sama Sakinah yang lebih memilih kamu." "Nek, tolong jangan memberatkan Mas Teguh!" seru Sakinah. "Aku nolak Juragan Brata bukan karena Mas Teguh. Aku memang nggak suka sama Juragan Brata. Sekalipun aku nggak kenal sama Mas Teguh, aku tetap akan nolak lamaran dari Juragan Brata!" tegas Sakinah. "Kamu ini tahu apa soal pernikahan?" cibir Tante Nunik. "Kamu tahu nggak pentingnya mas kawin sama uang dapur? Mas kawin yang dikasih dari pihak laki-laki akan nunjukin nilai kamu, Sakinah. Kamu beneran mau dihargain sama satu gelang murahan?" Nenek dan tante-tante Sakinah terus menekan Teguh untuk memenuhi persyaratan yang mereka ajukan. Nenek Widia tidak akan menyerahkan cucunya jika ia tak bisa mendapat keuntungan. "Bagaimana, Nak Teguh? Apa kamu bisa menyanggupi syarat yang Nenek berikan?" tanya Nenek Widia. "Laki-laki kalau mau nikah itu harus punya modal! Jangan kamu pikir nikah itu murah!" Sakinah mengepalkan tangan kuat-kuat. Sakinah ingin berteriak, tapi ia tak mampu mengeluarkan suara. Sekejam inilah orang-orang yang hidup bersama dengan Sakinah. Mereka seolah tak mau membiTeguh Sakinah merasakan kedamaian satu hari pun. "Nenek kasih kamu waktu satu minggu!" ujar Nenek Widia. "Kamu harus bawa uang yang Nenek minta kalau kamu beneran serius ingin menikahi Sakinah." Teguh hanya mengangguk, kemudian berpamitan pergi meninggalkan kediaman Sakinah. Gadis itu mengantar Teguh sampai ke depan pintu dengan memasang wajah muram. Sakinah merasa malu sekali di depan Teguh. Pria itu memberanikan diri datang ke rumah Sakinah dengan membawa niat baik, tapi Adnan justru di permainkan oleh nenek serta bibi-bibi Sakinah. "Aku pulang, ya?" Sakinah mengangguk dengan kepala tertunduk. "Maafin aku ya, Mas? Hati-hati di jalan." Teguh melambaikan tangan, kemudian perlahan menghilang dari hadapan Sakinah. Begitu Teguh pergi, Sakinah kembali diseret oleh Tante Rara untuk melanjutkan perbincangan mereka. "Sakinah, otak kamu udah rusak, ya? Kamu beneran mau nikah sama tukang galon?" tanya Tante Nunik. "Udah ada Juragan Brata, ngapain kamu malah ngelirik tukang galon? Kamu mau hidup susah sama suami miskin? Tantw udah cariin calon suami tajir, kamu malah milih bujangan kere." "Sakinah, kalau tante jadi kamu, jelas aku akan lebih milih Juragan Brata! Kalau Bibi bukan janda, dan Juragan Brata mau nikah sama janda, udah Bibi embat Juragan Brata dari dulu!" sahut Tante Rara. "Sakinah, kamu itu disuruh hidup enak sama Juragan Brata, kenapa kamu malah sembrono milih tukang galon? Kamu lebih suka hidup jadi gembel, ya? Mau jadi apa kamu kalau kamu sampai nikah sama tukang galon? Kamu pengen hidup miskin terus?" omel Nenek Widia. Semua orang melayangkan protes keras pada Sakinah. Memang keluarga Sakinah ingin melihat Sakinah segera menikah, tapi mereka tak akan melepaskan Sakinah dengan mudah. "Nenek jamin kamu nggak akan bisa hidup bahagia sama tukang galon. Memang kamu itu lebih cocok nikah sama Juragan Brata! Harusnya kamu senang dilamar sama juragan. Perempuan kucel kayak kamu mau nyari laki-laki yang seperti apa, sih? Udah syukur, Juragan Brata mau sama kamu!" Sakinah sudah lelah mendengar semua orang terus menyebut nama Juragan Brata. "Harus berapa kali aku bilang kalau aku nggak suka sama Juragan Brata? Aku udah cukup puas sama pilihan aku, Nek." Tante Rara dan Tante Nunik dibuat naik pitam. Kedua wanita itu tak segan menyebut keponakannya sendiri sebagai perempuan bodoh, tak tahu diuntung, dan semacamnya. Adik-adik dari ayah Sakinah itu juga tak sungkan memaki dan menghina laki-laki pilihan Sakinah. "Kamu boleh nikah kalau kamu bisa dapat calon suami yang setara sama Juragan Brata! Kalau kamu masih tetap ngeyel deketin tukang galon itu, lebih baik kamu nikah sama Juragan Brata aja! Nenek akan pastikan, kamu jadi istri ke-7 Juragan Brata!" tegas Nenek Widia. ** Semalaman Sakinah tak bisa tidur karena memikirkan Teguh. Semenjak kunjungan Teguh ke rumah Sakinah tempo hari, pria itu belum menghubungi Sakinah lagi. Teguh juga tidak muncul di warung soto. Sakinah sudah berusaha mengirim pesan, tapi Teguh tidak membalas. Sakinah khawatir, Teguh akan menyerah karena syarat yang diberikan oleh nenek Widia padanya. "Mana mungkin Mas Teguh bisa nyiapin uang ratusan juta dalam waktu seminggu?" gumam Sakinah pasrah. "Sakinah, katanya kamu udah punya calon suami, ya?" tanya salah seorang teman Sakinah di tempat kerja. Lamunan Sakinah buyar. Gadis itu tak sadar dirinya sudah dikerubungi oleh banyak orang. "Dengar-dengar, kamu dilamar sama tukang galon yang sering nganter air ke sini, ya?" tanya teman Sakinah lagi. Sakinah tidak menjawab. Lagipula, gadis itu sudah tahu dirinya hanya akan dijadikan bahan tertawaan oleh teman-temannya. "Kok kamu mau sih sama tukang galon yang itu? Masih ada tukang galon lain yang lebih ganteng." "Kamu sepasrah itu ya cari suami sampai-sampai kamu mau nerima lamaran dari tukang galon?" "Kalau kamu mau, aku bisa kenalin tetangga aku sama kamu. Tetangga aku satpam di bank. Jelas gajinya lebih gede dari tukang galon di depot air kecil." Mereka mengolok-olok Sakinah, sembari tertawa lebar. Sakinah yang tak mau dikeroyok oleh banyak orang, lebih memilih untuk diam dan fokus pada pekerjaannya. "Tapi kamu emang cocok sih sama tukang galon itu," ledek mereka. Tentu saja kata "cocok" yang diutarakan oleh orang-orang itu mengandung makna yang kurang baik. "Sama-sama dekil!" celetuk seseorang, diiringi tawa cekikikan. "Sama-sama jelek juga, ya?" bisik yang lain. "Kok kamu diem aja sih, Sakinah? Kamu nggak mau ngomong sesuatu?" seru teman Sakinah. Sakinah menatap sekilas orang-orang yang mengerubunginya itu. Belum sempat Sakinah membuka suara, tiba-tiba seseorang datang dan menarik tangan Sakinah untuk menjauh dari kumpulan penggosip itu. "Mas Teguh?" Ternyata orang yang membawa Sakinah pergi adalah Teguh. Setelah beberapa hari tak berjumpa, mendadak Teguh muncul di tempat kerja Sakinah tanpa pemberitahuan. "Ada hal yang ingin aku sampaikan ke kamu," ungkap Teguh. "A-ada apa, Mas?" Keduanya berdiri di gang sepi yang berada tak jauh dari warung soto. "Aku akan penuhi syarat dari nenek kamu." Sakinah membulatkan mata lebar-lebar. "Maksud kamu apa, Mas? Kamu mau bawa uang yang diminta sama Nenek?” ***"Nenek apa-apaan, sih? Kenapa Nenek ngomong gitu sama Juragan Brata? Sejak kapan aku bilang aku mau nikah sama Juragan Brata?" protes Sakinah pada Nenek Widia begitu mereka pulang ke rumah."Kamu masih berharap sama tukang galon itu? Dia nggak mungkin bisa bawa uang yang Nenek minta, kan? itu artinya dia nggak akan nikahin kamu. Daripada kamu nyari calon suami lain, mendingan kamu langsung nikah sama Juragan Brata!""Tapi, Nek ...."Nenek Widia melotot ke arah Sakinah. "Belakangan ini kamu jadi sering banget sih ngelawan Nenek?" sentak Nenek Widia. Sakinah membungkam mulut rapat-rapat. Sang nenek pun mencengkram tangan Sakinah, kemudian menarik paksa cucunya itu menuju ke kamar."Diam di sini, jangan pergi ke mana-mana! Kamu nggak boleh keluar dari kamar ini sampai hari pernikahan kamu sama Juragan Brata ditentukan!" seru Nenek Widia.Nenek Widia langsung menutup pintu, kemudian mengunci ruangan tersebut dari luar. Sakinah segera berlari menjangkau pintu, tapi sayang ia tak berhasil
Sakinah tak sempat berbincang lama dengan Teguh. Setelah mengucapkan beberapa kata pada Sakinah, Teguh lagi-lagi menghilang. Pria itu berjanji akan datang dengan membawa uang, tapi Sakinah tak yakin akan bisa memenuhi syarat dari Nenek Widia."Sakinah, sini buruan! Tante mau ngomong sama kamu!"Baru saja Sakinah membuka pintu rumah usai kembali dari tempat kerja, gadis itu langsung dihadang oleh Tante Rara dan diseret menuju ke kamar. "Ada apa, Tante?"Tante Rara mengambil beberapa pakaian, kemudian melemparnya ke arah Sakinah. "Ganti baju pakai ini sekarang!" perintah Tante Rara."Kenapa aku harus ganti baju?""Nggak usah banyak tanya! Cepat lepas baju kamu yang udah bau keringat itu!" seru Tante Rara.Sakinah mengambil pakaian tersebut, lalu membawanya pergi ke kamar mandi. Sakinah memeriksa pakaian itu terlebih dahulu sebelum mengenakannya. "Kenapa Tante ngasih aku baju kayak gini?" gumam Sakinah merasa tak nyaman melihat pakaian kurang bahan yang ada di tangannya.Tante Rara memb
"Kamu harus siapin uang dapur 200 juta."Itulah syarat yang diajukan oleh Nenek Widia pada Teguh. Secara tak langsung, Nenek Widia berusaha menghalangi hubungan Sakinah dan Teguh. Wanita tua itu memeras Teguh dengan meminta sejumlah uang yang tak mungkin bisa didapat oleh Teguh dalam waktu singkat."Sebelum kamu datang ke sini, Sakinah sempat dilamar sama orang lain," ungkap Nenek Widia. "Kamu tahu nggak berapa mas kawin yang ditawarin sama orang yang ngelamar Sakinah sebelumnya?"Siapa lagi orang yang dimaksud oleh Nenek Widia kalau bukan Juragan Brata. Sebagai tuan tanah dan juragan paling kaya di kampung mereka, tentu tak sulit bagi Juragan Brata untuk memberikan mas kawin pada Sakinah dalam jumlah besar."Sakinah akan dikasih mas kawin emas 100 gram sama uang 100 juta. Nenek juga akan dikasih uang dapur 150 juta," ungkap Nenek Widia. "Kalau kamu mau nikah sama Sakinah, harusnya kamu kasih mas kawin sama uang dapur lebih besar. Sakinah sampai menolak lamaran dari juragan, cuma demi
"Aku akan menikah dengan Mas Teguh."Nenek Widia, Tante Rara, dan Tante Nunik langsung menatap Teguh dan memandangi pemuda itu dari ujung kaki hingga kepala. Terlihat sekali kalau mereka meremehkan Teguh hanya karena penampilan Teguh.Pemuda yang berdiri di samping Sakinah saat ini memang tidak memiliki penampilan yang mencolok. Teguh sudah berusaha memakai pakaian rapi, tapi tetap saja baju yang melekat di tubuh pria itu nampak lusuh. Ada sedikit sobekan di sepatu yang dipakai oleh Teguh, dan celana yang dikenakan olehnya juga terlihat Kumal.Tak hanya itu, rambut gondrong dan jenggot tebal yang bertengger di wajah pemuda itu membuat keluarga Sakinah makin tak suka. Penampilan luar yang ditunjukkan oleh Teguh tak jauh berbeda dari preman-preman yang sering berkeliaran di jalanan."Apa Sakinah udah nggak waras? Dia mau nikah sama gembel?" bisik Tante Rara pada Tante Nunik."Kayaknya memang ada yang salah sama otak Sakinah. Bisa-bisanya, dia bawa preman jelek ini ke rumah," sahut Tante
1)"Sakinah, harusnya kamu itu sadar diri! Kamu itu cuma lulusan SMP. Pekerjaan kamu juga nggak jelas. Tampang kamu pun nggak ada bagus-bagusnya. Kamu pikir, ada laki-laki yang mau nikah sama perempuan seperti kamu?""Dasar perawan tua nggak tahu diri!""Harusnya kamu ngaca dulu sebelum pilih-pilih suami!"Sakinah hanya bisa diam mendengar hinaan dari keluarganya. Saat ini, gadis itu tengah berkumpul bersama dengan nenek, bibi, dan sepupunya di rumah kecil yang mereka tinggali bersama."Kamu pengen suami yang kayak apa sih, Sakinah? Harusnya kamu bersyukur, Tante mau ngenalin kamu sama juragan kaya!" omel Tante Nunik."Jadi perempuan tuh jangan pemilih!" sahut Tante Rara. "Kamu beneran mau jadi perawan tua?" cibirnya."Kamu nggak suka karena juragan itu udah tua? Kamu pengennya punya suami tajir dan masih muda?" sinis Nenek Widia."Aku benar-benar nggak habis pikir sama kamu! Kalau kamu mau jadi istri ke-7 Juragan Brata, kamu bisa hidup enak, Sakinah! Kamu nggak perlu jadi tukang cuci