Share

Bab 07.

Satria berjalan cepat. Dia menahan pundak gadis yang sedang ingin melangkah cepat. "Mau ke mana?"

Satria menyerahkan sesuatu pada Indah. Sebuah tas kecil anyaman. sejak kecil, keduanya pernah terlibat kerajinan tangan.

"Hah, mau ke toilet, Pak. Ini untukku?" Pelangi meraih paperbag tersebut. Dia bisa mengerti, jika Satria berusaha untuk mengingat kenangan masa kecilnya.

"Silahkan dibuka!"

"I-ya Pak."

Indah tampak gugup. Perlahan paperbag tersebut terbuka. Indah mengintip sekilas, lalu menutup cepat.

"Bagaimana? Apa kamu suka?"

Indah mengangguk pelan. Tak ingin berlama di sana. Dia berpamitan untuk segera menghilang dari sana. Tak sengaja melihat Gilang yang ternyata mencarinya. Ketiga netra mereka saling memandang. Untung saja, ada Luna yang membantunya.

"Indah! Mari kita pulang!"

"Iya Lun, mari! Kami duluan ya, Pak. Terimakasih atas hadiahnya," ucap Indah dengan sopan. Dia memutar mata badan sambil merangkul pundak sang sahabat menuju parkiran.

Gilang memaling wajah. Dia juga ikut pergi menyusul ke parkiran. Kedua bola matanya tak mampu menghindari menatap gadis kecil yang sedang tertawa palsu pada temannya.

"Mau ke mana kita?" tanya Luna. Dia melirik pada Gilang yang memandangi mereka.

"Hmm, pulang saja deh."

Tanpa berpikir panjang. Indah menaiki motor dan memeluk erat. "Capcuss!"

Luna mengenggas motor menuju rumah sewa temannya. Dia melihat Indah sedang kebingungan. Sepanjang perjalanan, Gadis dibelakangnya ini memasang raut diam.

"Ada apa denganmu?"

"Nggak ada apa-apa," jawab Indah. Dia tak mungkin menceritakan hubungannya bersama Gilang. Itu sangat berbahaya.

Motor berhenti tepat di depan rumah. Indah turun dengan pelan. Dia menyerahkan helm dan melambaikan tangan.

"Hati-hati di jalan!" Indah tersenyum manis.

"Iya. Besok aku ke sini, jemput kamu. Jangan naik mobil angkot lagi. Setidaknya, uang itu bisa kamu simpan untuk yang lain."

Luna memang sahabat yang terbaik. Sepanjang mereka berteman, sosok Luna memang luar biasa.

"Siap!"

Motor meninggalkan kediaman. Indah memutar badan melangkah masuk ke sana. Dia ingin mengemasi pakaian untuk dibawa ke rumah barunya bersama Gilang. Tangan ini baru saja menyentuh knop pintu. Suara mobil terdengar dari arah belakang. Tepat di pagar rumah.

Sosok pria berkemeja keluar dengan langkah yang terburu. Dia menarik tangan Indah dengan kasar.

"Mana hadiah tadi?" Gilang memandang sekitaran. Dia ingin mencari hadiah pemberian Satria tadi. Rasanya tak rela jika hadiah itu ada di rumahnya.

"Hadiah apa?" Indah kebingungan pada sikap Gilang barusan. Datang tanpa salam. Eh, malah bertanya yang tak masuk akal. Pernikahan mereka juga terpaksa. Namun, Gilang tampak cemburu berat melihat dua insan ini berbicara sambil menyerahkan hadiah di depan mata. Tanpa memikirkan perasaan orang yang memandangnya.

"Hadiah yang Satria berikan padamu! Ingat ya Indah! Selama kamu menjadi istriku, jangan pernah menjalin hubungan dengan pria lain. Aku tak mau anak yang aku lahir nanti, lahir dari gadis jalang seperti diluar sana, mengerti!"

Gilang meraih paperbag tersebut dan menginjaknya dengan kasar. Pria ini tampak tak bisa mengontrol emosinya sesaat. Indah merasa heran. Dia hanya bisa melihat tas anyaman itu hancur berkeping dalam waktu yang singkat.

"Ini hanya hadiah. Kenapa Bapak menghancurkannya? Asal Bapak tahu saja, hubungan kita ini sebatas kontrak. Di sepakatan tak ada tertulis kalo aku tak boleh menerima hadiah dari orang lain. Pak Satria memberinya hanya sebagai terima kasih karena aku membantunya, itu saja," jelas Indah tak ingin ada kecurigaan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status