Share

Bab 02. Menikah

Gladis sedang duduk manis di gerbang. Dia tersenyum manis ketika melihat sang suami berlari menuju kearahnya. Gilang terlihat begitu perhatian. Dia meraih tangan sang istri lalu mencium lama di sana.

“Maaf, lama. Tadi aku sedang mengoreksi nilai ujian para peserta didik di sini. Bagaimana kalo kita langsung berangkat saja? Ini juga sudah siang,” pinta Gilang. Dia merangkul pundak sang istri dengan lembut menuju mobil yang terparkir rapi di sudut sana. Keduanya terlihat begitu bahagia. Saling melengkapi satu sama lain. Gilang tak henti menatap sang istri. Sudah seminggu mereka tak bertemu karena adanya tugas keluar kota. Mengingat Gladis seorang Designer yang cukup populer kala itu.

Sementara Indah dan Luna juga menuju tempat yang sama. Langkah Indah terhenti ketika melihat Gladis dan Gilang menuju pada sebuah mobil yang terparkir tak jauh dari mereka. Bahkan matanya tak bisa berkedip karena terpana pada keromantisan mereka. Dia tak habis pikir pada Gladis yang meminta ia menjadi istri kedua. Sementara sosok Gilang begitu sempurna. Tak ada terlihat seperti seorang pria yang mudah berpindah hati hanya karena tak bisa memberi keturunan.

“J-a-di,” batin Indah menduga.

Indah mengusap kasar wajah dengan tangan. Ia tak menyangka, jika pria yang akan menjadi suaminya nanti, sosok dosennya sendiri. Indah merasa tak tenang. Dia tak sanggup membayangkan hidup serumah dengan pria dewasa yang begitu dingin, jutek, dan cerewet.

Melihat keanehan sahabatnya ini, Luna merasa heran. Ia melihat Indah melamun. Bahkan rautnya terlihat menegang.

“Indah, Indah, Indah!” sapa Luna.

“Iya, kenapa?” celetuk Indah. Dia bergegas menaiki motor dan mengajak Luna ke suatu tempat. Sepanjang perjalanan menuju ke sana. Rasa was-was menggeruti batin kecilnya yang sedang berpikir agar pernikahan ini tak terjadi.

Setelah sampai di sana. Mereka melihat Gilang lagi. Luna melebar mata sambil tersenyum melihat keromantisan dosennya yang tak pernah terekspos oleh anak didiknya selama ini.

“Indah, coba kamu lihat Pak Gilang! Romantis juga. Istrinya digandeng sedekat gitu. Bahkan dia tak henti tersenyum pada istrinya. So Sweet banget 'kan?” tanya Luna.

Indah tersenyum hambar. Jantungnya berdebar kencang. Dia menghela napas berat sambil memandang pasangan di ujung sana.

“Udah ah. Aku masuk duluan ya. Makasih udah jadi ojek gratis,” ucap Indah. Dia melambai tangan pada sahabatnya.

“Iya. Sama-sama."

Setelah memastikan motor Luna tak terlihat. Indah menerobos masuk ke dalam. Dia berjalan pelan menuju meja dua insan yang sedang berbicara serius tentangnya.

“Assalamu’alaikum ,” sapa Indah. Dia mencoba menetralkan perasaan yang bercampur aduk tak karuan.

“Wa’alaik ..."

Gilang tak mampu melanjutkan salam. Dia di buat syok oleh hadirnya Indah didepan mata. Gadis yang selama ini telah membuat hatinya tak tenang ketika harus terpaksa menatap karena permintaan pekerjaan.

“Jadi ini orangnya?” tanya Gilang. Dia mengusap kasar wajah. Memandang Indah dan Gladis secara bergantian.

“Iya Mas. Bagaimana menurutmu? Dia cantik, muda, dan menarik. Aku yakin, ia past bisa memberi kita keturunan,” papar Gladis penuh semangat.

“Kamu sudah gila ya? Dia ini masih muda. Mana mungkin ia mau menjual rahim hanya demi uang. Apalagi gadis yang kamu pilih ini seorang muslimah,” ucap Gilang tak terima. Dia menarik tangan istrinya dan pergi meninggalkan Indah.

Sebenarnya Indah senang jika Gilang menolak. Setidaknya ia bisa menghindari ini semua. Dan akan berusaha membayar dengan angsuran. Ketika ia ingin kembali pulang. Hal tak terduga terjadi. Gladis mendekatinya dengan raut yang menegang.

“Mau ke mana kamu?”

“Aku mau pulang. Tak ada lagi yang perlu dikatakan. Suami kamu sendiri yang menolak,” jawab Indah.

“Apa katamu, menolak? Kamu harus ingat gadis miskin! Kita sudah sepakat dengan hal ini," tegas Gladis. Dia tersenyum gentir memandang Indah yang tak bisa berkutik. Gladis menarik tangan Indah menuju mobil. Dia ingin pernikahan dipercepat sebelum suaminya berubah pikiran. Bahkan ia sudah mempersiapkan semuanya dengan matang. Dia juga memesan kamar hotel untuk digunakan sebagai tempat prosesi pernikahan mereka.

Ketika sampai di sebuah hotel. Gladis mengajak Indah menuju sebuah kamar.

"Aku peringatkan! Jangan pernah bermain dengan yang namanya Gladis. Jika ingin adik dan Pamanmu selamat,” gertaknya. Dia menutup pintu dengan kuat. Kemudian keluar menemui Gilang yang sudah berganti pakaian.

“Apa kamu sudah siap Mas?”

Gilang terlihat sedih. Dia tak pernah bermimpi untuk menikah lagi. Permintaan Gladis tak mampu ia tolak.

“Kenapa kamu tega melakukan ini pada aku?” tanya Gilang. Jiwanya meronta kuat. Gilang tak sanggup harus merusak pernikahan ini, hanya karena tak memiliki keturunan. Dia masih bisa bersabar menunggu takdir Tuhan untuk memberinya anak.

“Jangan bersedih gitu. Semua ini demi menyelamatkan pernikahan kita. Aku yakin, Mas pasti bisa melakukan ini. Percayalah Mas, setelah Indah berhasil memberi kita anak. Aku akan memindahkan ia keluar kota. Dengan begitu, ia tak kan menganggu kebahagiaan kita lagi," ungkapnya penuh keyakinan.

Gladis menggandeng suaminya menuju kerumunan orang yang memandang dirinya dari kejauhan. Hendra juga ada di sana. Dia begitu terkejut ketika melihat calon suami keponakannya itu seorang pria berumur. Meski begitu, Hendra tak bisa mempungkiri jika Gilang sosok suami yang baik dan tampan. Terlihat rautnya begitu merah padam karena terpaksa menyetujui permintaan Gladis.

Setelah prosesi pernikahan selesai. Gladis menarik Indah keluar, menuju suaminya. Dia menekan pundak dengan kuat agar Indah duduk menghadap Gilang. Indah terlihat ragu mencium punggung tangan kekar tersebut. Bahkan Gilang sengaja mengeraskan tangan karena tak ingin Indah menciumnya.

Setelah memastikan mereka pergi. Gladis mendekati sang suami. Ia tersenyum sambil menyentuh pipi dengan lembut.

“Aku pamit ya Mas. Selamat bersenang-senang.” Gladis melambai tangan. Dia berusaha kuat menghadapi ini semua. Padahal hatinya begitu tersayat bagai teriris sembilu.

Sepanjang perjalanan menuju pulang ke rumah. Ia menangis tersedu-sedu. Tak sanggup membayangkan malam pertama Gilang bersama Indah. Ketika sampai di rumah. Gladis menerobos masuk. Dia menyirami tubuhnya di bawah cucuran shower.

Sementara Indah terlihat begitu takut. Ia duduk di ujung ranjang sambil meremas jilbab. Indah tak mampu memandang raut Gilang yang memerah. Keduanya terdiam sejenak. Baru saja Indah ingin berdiri. Gilang menghardiknya dengan kuat.

“Sebaiknya kamu jangan berpindah posisi. Aku tak ingin melihat wajahmu itu. Gadis seperti kamu tak khalayak menjadi istriku. Kamu wanita rendahan yang rela menjual diri hanya demi uang.”

Indah mendongak memandang punggung Gilang yang berdiri membelakanginya saat ini. Hatinya begitu hancur. Dia juga tak ingin melakukan ini, jika disuruh memilih. Maka, ia akan menjadi pemulung ketimbang menjadi istri kedua. Sudah pasti bakal menjadi duri dalam ikatan pernikahan orang yang saling mencintai. Gilang memilih pergi. Dia tak kan bisa melakukan hubungan itu tanpa ada cinta. Dia benar-benar berusaha menjaga kesucian cinta bersama istri pertama. Meski sebenarnya, jantung berdebar keras satu kamar dengan Indah.

Indah memilih tidur. Dia begitu ketakutan. Tanpa sadar, ia pun terlelap.

Indah tersadar ketika mendengar suara adzan berkumandang. Ia bersegera membersihkan diri. Indah berencana ingin menemui Paman dan Dira. Baru saja ingin membuka pintu, Gilang menerobos masuk. Sekilas Gilang melirik Indah yang sudah rapi.

“Mau ke mana?” Gilang berkacak pinggang. Dia melihat Indah begitu cantik. Jika sedikit saja, ia memberi celah untuk menerima. Sudah pasti Gilang akan melakukan itu dengan kerelaan. Namun, semua itu tidak pernah terlintas baginya. Ia tetap pada pendiriannya yang satu. Mencintai Gladis dan tak kan berpaling.

“Saya mau ketemu Dira,” ucap Indah terbata sambil mengusap pelipis yang sakit. Gilang hanya memakai kaos oblong dengan jaket di gantung pada pundak. Ketampanan Gilang memiliki aura chamestry.

“Ketemu Dira?” tanya Gilang. Dia membulat mata menatap istri keduanya yang menunduk. Gilang memberanikan diri menarik dagu sang istri.

"Bapak mau apa?" Indah merasa ketakutan. Seluruh tubuhnya menjadi dingin. Sepertinya hari ini, Gilang akan berencana melakukan hubungan itu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status