“Sayang, apa kamu kenal dengan Adam?“ tanya laki-laki yang kini berstatus sebagai kekasih Jiya tersebut.
“Dia sepupu yang kamu bilang itu?” tanya Jiya sambil menunjuk ke arah Adam.“Iya, dia sepupuku dari Jakarta yang pernah aku ceritakan. Dia baru saja pulang dari Macau, tapi ….” Penjelasan kekasih Jiya tersebut diakhiri dengan sebuah helaan napas panjang.Jiya pun kembali menatap ke arah laki-laki yang dikatakan sebagai sepupu dari kekasihnya itu. ‘Gila, kenapa harus Mas Adam lagi sih? Padahal aku sudah mati-matian agar bisa move on dari dia, kenapa sekarang harus ketemu lagi?’ gerutunya di dalam hati.“Tidak bisa, aku tidak boleh mengingat itu semua. Sekarang aku sudah punya Mas Raka dan Kleyton, aku tidak boleh mengingat masa lalu lagi,” tekad Jiya dalam hati.Namun, tanpa diduga tiba-tiba saja Adam mengulurkan tangannya. “Bagaimana kabarmu?“ tanyanya sembari meraih tangan Jiya.Jiya yang terpaksa bangun karena tarikan dari Adam pun langsung menundukkan pandangannya. “Sial, dia pasti sengaja,” gerutunya dalam hati.“Kalian saling mengenal?“ Kembali pertanyaan muncul dari bibir Raka, tetapi kali ini ia mengarahkan pertanyaan tersebut pada Adam.“Tentu saja, dia mantan istriku.“Jawaban Adam tersebut langsung membuat pupil mata Raka membesar selama beberapa detik. ‘Jadi, Jiya adalah wanita yang terus dicari oleh Adam selama setahun lebih ini,’ batinnya sembari kembali menatap ke arah Jiya.“Kamu benar-benar mantan istrinya?” tanya Raka yang mencoba memperjelas semuanya.‘Bagaimana ini, jika aku bilang ‘iya’ apa dia akan berpikir macam-macam tentangku?’ batin Jiya sambil menelan ludahnya.“Aku … ishh,” desih Jiya yang tiba-tiba merasakan nyeri di punggungnya.Raka yang melihat ekspresi kesakitan di wajah Jiya pun langsung memapah tubuh kekasihnya itu. “Kenapa?”“Tidak apa-apa, mungkin bekas kepentok tiang listrik tadi,” jawab Jiya sambil berusaha mengusap punggungnya sendiri, tetapi tak sampai.“Kita ke rumah sakit saja,” sahut Raka.Jiya pun mengangguk. ‘Ah, untunglah aku bisa menghindar saat ini,’ batinnya.Namun, tiba-tiba ….“Jadi Tante Jiya ini bundanya Kak Bumi?“ tanya Dira.Jiya pun langsung menoleh ke arah Dira yang saat ini sedang memandanginya dengan tatapan penuh tanya. “Itu—““Benar, dia mamanya Bumi,” sela Adam dengan cepat.Langsung saja Jiya menoleh ke arah Adam, begitu pula dengan Raka yang tak menyangka akan mendengar jawaban Adam tersebut.“Jadi sebentar lagi Kleyton dan kak Bumi akan jadi kakak adik? Asyik!“ seru Dira. Gadis kecil itu berjingkrak kegirangan, seolah tak ada sedikit pun rasa sakit yang menghampiri tubuhnya akibat kecelakaan tadi.Dan tentu saja pandangan semua orang langsung berpindah pada Dira. Sejenak mereka terdiam melihat gadis kecil tersebut berjoget kegirangan.“Kleyton,” gumam Jiya yang kemudian menggigit bibirnya ketika mengingat anak susunya itu.Kleyton adalah anak susunya sekaligus anak dari Raka yang baru berumur satu tahunan. Bayi kecil yang kehilangan ibu sejak lahir di dunia itu sempat diculik oleh seseorang dan entah bagaimana akhirnya ditemukan oleh Jiya di emperan tokonya setelah Jiya sendiri kehilangan anaknya.Ya, saat itu Jiya berhasil melahirkan buah hatinya, tetapi bayi kecil yang lahir prematur tersebut hanya bisa bertahan selama dua hari karena kegagalan fungsi jantung, yang pada kenyataannya jantung bayi tersebut memang belum terbentuk sempurna.Tiba-tiba dari arah lain terdengar teriakan yang membuat semua orang yang ada di sana menoleh.“Ji, ada apa?” tanya Dila sembari menoleh kanan-kiri sebelum akhirnya menyeberang jalan.‘Ah, syukurlah dia muncul,’ batin Jiya sambil terus menatap ke arah Dila yang saat ini sedang berlari kecil untuk menyeberang.Dan ketika sudah sampai di seberang ….“Hah?” ucap Dila dengan mata membola dan telapak tangan menutupi mulutnya ketika melihat Adam di sana.“Ji, ini ada apa?” tanya Dila sembari mengalihkan pandangannya ke arah Jiya.Jiya pun langsung melangkah dengan sedikit tertatih ke arah Dila. “Anu, aku dan Dira hampir saja ketabrak.”“Ketabrak?” Dila langsung berbalik dan menatap ke sekeliling jalan raya tersebut. “Mana yang mau nabraknya?”Sesaat kemudian Jiya meraih tangan sahabatnya itu. “Sudah kabur. Oh iya Dil, bagaimana kuenya? Kamu sudah masukin yang kuning telur belum? Atau jangan-jangan kamu salah masukin yang oranye lagi,” celotehnya sambil merangkul lengan Dila dan menariknya untuk menyeberang kembali.Namun, tiba-tiba Raka menarik tangan Jiya dengan cukup kuat dan membuat Jiya masuk ke dalam pelukannya setelah mundur beberapa langkah. “Ji, kita akan mempercepat pernikahan kita,” ucapnya.Langsung saja Jiya berbalik badan. “Kamu yakin?““Kenapa, tidak yakin?” Sebuah sahutan muncul dari Adam yang saat ini sedang bersedekap menatap dua sejoli di depannya.Jiya menelan ludahnya. “A-a-aku ….”"Kenapa, ragu?" Kembali Adam bertanya.Langsung saja Jiya mengalihkan pandangannya kembali pada Raka. “Tentu saja aku mau. Bagaimanapun juga … ah, nanti kita bicara lagi, toko sedang banyak pesanan Mas," ucapnya sambil menarik lengannya dari genggaman Raka.Sesaat kemudian Jiya pun meninggalkan ketiga orang tersebut. Dia berjalan secepat yang dia bisa bersama dengan Dila menyeberangi jalanan untuk kembali ke toko kuenya. Di sisi lain, saat ini Raka terus menatap ke arah Jiya yang baru saja masuk ke dalam toko kue, begitu pula dengan Adam yang tak berhenti menatap ke arah wanita yang sudah ia cari-cari selama satu setengah tahun ini."Ternyata selama ini kamu sembunyi di sini," batin Adam sambil tersenyum kecil melihat Jiya yang sempat menoleh ke arah mereka berdua."Dengar, aku tidak perduli siapa dia bagimu, tapi dia adalah calon istriku sekarang. Jadi aku harap kamu mengerti posisimu saat ini," ucap Raka sambil mengepalkan tangannya kuat.Tanpa menoleh Adam pun menyahut, "Dia
Setelah berhasil memeluk Jiya, kemudian Bumi pun berbalik dan menjawab pertanyaan Nyonya Desi. "Tante Jiya ini mamaku, yang waktu itu menikah dengan Papa." "Benarkan, Ma?" Bumi beralih melempar pertanyaan pada Jiya sembari menyuguhkan senyum termanisnya.Langsung saja Jiya tersenyum canggung. "Iya, kamu memang benar," jawab Jiya sambil mengusap kepala Bumi dengan pelan.Langsung saja tatapan penuh tanya dari Nyonya Desi berubah menjadi tatapan tajam. "Tante, aku—" Kalimat Jiya terhenti ketika tiba-tiba saja Nyonya Desi berbalik badan."Kamu temui aku setelah selesai menyusui Clayton!" titah Nyonya Desi sembari melangkah meninggalkan tempat tersebut. Jiya terdiam. Calon ibu mertuanya yang memang sejak awal sudah tidak menyukainya karena statusnya sebagai seorang janda dan juga hanya orang biasa kini mempunyai lebih banyak alasan untuk memisahkannya dari Raka."Sepertinya memang sulit dipertahankan," batin Jiya sambil tersenyum getir menatap punggung Nyonya Desi yang semakin lama sem
Setengah jam berlalu, kini Jiya sudah sampai di depan salah satu ruangan yang dikatakan oleh Bi Tumi."Ada apa Bi, Clayton sakit?" tanya Jiya pada Bi Tumi yang sedang menunggu di luar ruangan. Sesaat kemudian Jiya mengalihkan pandangannya ke arah pintu ruangan yang tertutup rapat. "Apa sakitnya parah? Semalam sepertinya baik-baik saja.""Nggak tahu juga, Bu. Tadi tiba-tiba saja Nyonya teriak-teriak nyuruh Pak Dadang mengeluarkan mobil, terus ke sini," beber Bi Tumi yang kini ikut menatap ke arah pintu ruangan di dekat mereka."Astaga, semoga nggak ada yang serius," gumam Jiya yang semakin penasaran, tetapi hanya bisa menunggu seperti yang Bi Tumi lakukan.Sesaat kemudian Bi Tumi menepuk pelan lengan Jiya, dan membuat Jiya menoleh ke arah wanita paruh baya tersebut."Ayo duduk Bu," ajak Bi Tumi sambil melangkah ke arah kursi tunggu yang berada di dekat mereka.Namun belum sempat Jiya menyahut, tiba-tiba saja terdengar langkah seseorang yang sedang berlari ke arah mereka. "Ada
Jiya terdiam. Dia benar-benar tidak menyangka kalau Raka akan mengatakan hal itu. Ya, dulu Jiya memang mengarang cerita seperti yang dikatakan oleh Raka untuk mengelabui semua orang yang mengenalnya di kota itu.Saat itu Jiya berpikir untuk tidak menceritakan yang sebenarnya dan bertingkah sebagai wanita yang diceraikan dan menyedihkan, agar lebih mudah diterima para tetangganya karena saat itu dia sedang hamil dan datang ke kota itu tanpa suami. Sedangkan saat bertemu dengan Raka, dia juga mengatakan kebohongan itu karena dia tidak pernah berpikir akan sedekat ini dengan Raka."Katakan Ji, apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Raka sambil menarik tangannya dari satpam rumah sakit yang memeganginya.Desakan dari Raka membuat Jiya menelan ludahnya. Sesaat kemudian Jiya pun berganti melirik ke arah Adam yang juga sedang menatapnya dengan tajam. 'Bagaimana ini?' batin Jiya yang kebingungan.Sesaat kemudian Raka sudah beralih mendekati jiya. "Katakan yang sebenarnya!" tekan Raka sambil m
Setelah itu Jiya dan Dila pun membawa paket tersebut masuk ke dapur."Aku tidak menyangka kalau kamu akan menerima paket itu," ujar Dila yang saat ini berdiri tepat di sebelah Jiya. Dia dan Jiya sama-sama memandangi paket yang baru saja diletakkan oleh Jiya di atas meja khusus untuk memotong roti."Bukankah tadi kamu yang bersemangat mendapat paket ini," sahut Jiya sambil melirik ke arah sahabatnya itu.Dila pun menoleh dan menyahut, "Kamu kan tahu sendiri kalau aku itu cuma bercanda. Lagi pula biasanya kamu juga tidak akan mau menerima barang-barang yang tidak jelas seperti ini."Jiya pun mengambil gunting yang ada di dekat paket tersebut. "Sebenarnya kalau paket ini belum dibayar aku juga tidak akan menerimanya. Tapi karena paket ini sudah dibayar, jadi tidak ada ruginya kalau aku menerimanya. Lagi pula beberapa hari ini hidupku penuh dengan hal-hal aneh, tidak akan jadi lebih aneh lagi jika ada paket seperti ini.""Hati-hati Ji bukannya, guntingnya dikit-dikit aja, jangan-janga
"Selamat malam Tante," ucap anak laki-laki yang baru saja turun dari mobil tersebut sambil tersenyum hangat ke arah Dila."Ah, iya-iya selamat malam," sahut Dila lalu tersenyum canggung ke arah anak laki-laki yang saat ini berjalan ke arahnya sambil membawa sebuah buket bunga mawar."Ini untuk Tante," ucap anak laki-laki tersebut sambil menyodorkan buket bunga yang ada di tangannya.Senyum pun mengembang di bibir Dila. "Wah, terima kasih ya, Bumi. Kamu memang anak yang manis," ucapnya sambil mengusap wajah anak laki-laki tersebut.Sedangkan Jiya yang melihat hal itu langsung menutupi bibirnya dengan telapak tangan kirinya. 'Dasar anak kampret,' batinnya yang kini menahan tawa melihat tingkah Bumi yang sangat jelas ingin membuatnya kesal.Sesaat kemudian Bumi menoleh dan mengambil kantong kresek yang saat ini disodorkan oleh anak buah ayahnya. "Ini untuk kamu," ucap Bumi dengan ketus sambil menyodorkan kantong kresek yang berisikan marta
Setengah jam berlalu. Setelah menyelesaikan makan malamnya, kemudian Bumi dan Adam meninggalkan toko kecil Jiya. "Kenapa, Pa?" tanya Bumi yang memperhatikan Papanya karena sejak meninggalkan toko kue Jiya, papanya terus saja diam sambil menatap ke luar jendela mobil."Ada apa?" tanya Adam sambil menoleh ke arah Bumi yang saat ini langsung melengos."Papa masih memikirkan wanita menyebalkan itu?" tanya Bumi yang kini berganti menatap ke luar kaca mobil di sampingnya."Wanita itu?" tanya Adam sambil memijat keningnya."Mama. Papa masih memikirkan mama?" tanya Bumi.Adam berhenti memijat keningnya dan kembali menoleh ke arah Bumi. "Apa kamu sudah tidak menginginkan dia menjadi mama kamu?" "Memangnya dari awal siapa yang ingin dia menjadi mamaku?" sahut Bumi dengan ketus.Adam menghela napas panjang mendengar jawaban anak laki-laki di dekatnya itu. "Jadi kamu ingin membiarkan dia menjadi istri om-mu?" tanyanya."Enak saja," sahut Bumi sambil menoleh ke arah Adam dengan cepat. "
Di saat yang sama Dila yang berada di dekat Jiya pun ikut berteriak dan melompat ke belakang selangkah karena terkejut."Apa?" tanya Dila dengan kesal sambil menepuk pundak Jiya dengan keras.Belum sempat Jiya menjawab, tiba-tiba laki-laki tersebut bangun dari posisinya —yang tadi berbaring di atas kursi."Ternyata sudah pagi," ucap laki-laki tersebut sambil menatap ke sekitar tempat itu."Kamu orang yang mengantar bumi semalam 'kan?" tanya Jiya yang masih mengingat jelas siapa laki-laki di depannya itu."Benar, saya sopir semalam, Nyonya," jawab laki-laki tersebut sambil membungkuk, mengambil bunga yang sempat terjatuh di lantai."Maaf Nyonya, saya tidak sengaja menjatuhkan bunga ini," ucap sopir tersebut sambil menyodorkan bunga mawar itu ke arah Jiya.Jiya mengerutkan beningnya menatap mawar tersebut. "Bunga ini untukku?" tanyanya yang merasa enggan menerima bunga tersebut."Benar Nyonya. Bunga itu dari tuan kecil. Semalam saya kembali ke sini karena ingin memberikan bunga mawar it