Share

Pengakuan Jiya

Jiya terdiam. Dia benar-benar tidak menyangka kalau Raka akan mengatakan hal itu. Ya, dulu Jiya memang mengarang cerita seperti yang dikatakan oleh Raka untuk mengelabui semua orang yang mengenalnya di kota itu.

Saat itu Jiya berpikir untuk tidak menceritakan yang sebenarnya dan bertingkah sebagai wanita yang diceraikan dan menyedihkan, agar lebih mudah diterima para tetangganya karena saat itu dia sedang hamil dan datang ke kota itu tanpa suami. Sedangkan saat bertemu dengan Raka, dia juga mengatakan kebohongan itu karena dia tidak pernah berpikir akan sedekat ini dengan Raka.

"Katakan Ji, apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Raka sambil menarik tangannya dari satpam rumah sakit yang memeganginya.

Desakan dari Raka membuat Jiya menelan ludahnya. Sesaat kemudian Jiya pun berganti melirik ke arah Adam yang juga sedang menatapnya dengan tajam. 'Bagaimana ini?' batin Jiya yang kebingungan.

Sesaat kemudian Raka sudah beralih mendekati jiya. "Katakan yang sebenarnya!" tekan Raka sambil mencengkeram pundak calon istrinya itu.

"Katakan padanya kalau kamulah yang menggugat cerai aku, dan kamu juga yang menyembunyikan masalah kehamilanmu dari aku," sahut Adam yang saat ini menatap tajam Jiya dari tempatnya.

"Ayo katakan yang sebenarnya!" sentak Raka.

"Aku melakukannya karena terpaksa, Mas. Saat itu perusahaan Mas Adam sedang—" Jiya berhenti bicara ketika menyadari kalau dia hampir saja melakukan kesalahan besar.

"Sedang apa?" tanya Adam yang penasaran dengan kelanjutan kalimat Jiya.

Jiya pun menoleh ke arah Adam. 'Aku hampir saja keceplosan, dia tidak boleh tahu alasan yang sebenarnya,' batinnya.

"Bukan apa-apa," jawab Jiya sambil kembali menatap ke arah Raka.

"Mas Raka, aku benar-benar tidak berniat menipu kamu. Tapi saat kita berkenalan dulu, kamu juga tahu keadaanku. Aku hanya ingin diterima oleh para tetanggaku di kota ini dan kamu tidak berpikir buruk padaku, karena saat itu kamu sempat mencurigai aku adalah komplotan penculik Clayton, kan?" ujar Jiya sambil menepis tangan Raka dengan kuat, supaya kekasihnya itu melepaskan pundaknya.

Raka terdiam mendengar ucapan Jiya. 'Dia benar. Jika apa yang dikatakan oleh Adam adalah yang sebenarnya, dan dia mengatakan masalah itu ke semua orang maka orang-orang akan berpikir buruk tentang dia, termasuk aku,' batinnya.

Kemudian Jiya bangun dari kursi taman itu dan mendorong Raka agar memberinya ruang. "Aku tidak ingin berbicara apa pun lagi. Sebaiknya kamu fokus pada kesehatan Clayton dan cari tahu yang sebenarnya. Aku yakinkan pada kamu kalau aku tidak akan pernah melakukan sesuatu yang buruk pada Clayton karena aku sudah menganggapnya seperti anakku sendiri."

Setelah mengatakan hal tersebut Jiya pun melangkah ke arah Adam dan menatap mantan suaminya itu dengan dingin. "Sekarang kamu sudah tahu apa yang sebenarnya terjadi pada anak kamu 'kan?"

Adam terdiam melihat ekspresi wajah Jiya ini. Dia tidak pernah melihat ekspresi ini selama mengenal Jiya.

"Aku mohon tolong tinggalkan aku. Jangan mendekatiku lagi, apa pun yang sedang terjadi padaku," ucap Jiya kemudian.

Setelah itu tanpa memberikan kesempatan pada Adam untuk berbicara, Jiya langsung meninggalkan tempat itu.

Saat ini Raka dan Adam sama-sama diam di tempat masing-masing, sedangkan dua satpam yang melerai perkelahian mereka juga meninggalkan tempat itu tanpa berkata apa-apa lagi.

"Aku harap kamu mendengarkan perkataan Jiya," ucap Raka sambil menatap Adam.

Namun Adam tidak menyahut dan begitu saja meninggalkan tempat itu.

**

Satu jam berlalu. Setelah mengalami kemacetan yang cukup parah, akhirnya Jiya pun berhasil sampai ditokonya. Di sana terlihat seorang pelanggan sedang duduk di bangku depan toko.

"Sudah lama, Mbak?" sapa Jiya sambil tersenyum ramah, profesional.

"Belum Mbak, baru berapa menit yang lalu," jawab wanita berambut ikal tersebut.

"Oh …," sahut Jiya. "Kalau begitu saya masuk dulu, biar saya lihat sudah selesai atau belum ya, Mbak."

"Iya, silahkan," sahut wanita yang menjadi pelanggan setia toko kuenya itu.

Setelah itu Jiya pun masuk melewati pintu kecil di tengah-tengah etalase. Jiya melangkahkan kakinya dengan cepat ke dapur.

"Belum selesai, Dil?" tanya Jiya sambil mengambil celemeknya yang tergantung di tembok dapur.

"Hampir selesai, tinggal motong satu spiku lagi," jawab Dila sambil terus membungkus satu persatu potongan kue yang di pesan oleh pelanggannya.

Tanpa menyahut, Jiya pun langsung mengambil kue spiku yang masih utuh dan membawanya ke tempat memotong.

"Aku pikir kamu tidak akan pulang hari ini," ujar Dila sambil menata kue-kue yang sudah dia bungkus ke dalam wadahnya.

"Mana mungkin aku tidak pulang, bisa habis diomeli para pelanggan kalau aku sampai tidak pulang," sahut Jiya sambil berkonsentrasi pada kue yang ada di depannya.

"Iya juga sih," sahut Dila. "Tapi, bukannya Clayton yang sakit, kok bisa kamu tega ninggalin dia demi pelanggan kita? Biasanya juga kamu bilang Clayton itu lebih penting dari pada apa pun di dunia ini, bahkan dari emas, perak dan Song Joong Ki," selorohnya.

"Jangan lebay," sahut Jiya dengan wajah dinginnya. Namun tiba-tiba dia menghentikan gerakan tangannya. "Tunggu, dari mana kamu tahu kalau yang sakit itu Clayton? Aku belum memberitahumu kan?"

"Iya kamu tidak memberitahuku, tapi tadi ada anak laki-laki yang datang ke sini sambil membawa makan siang untuk kita. Dia yang memberitahuku tentang ini," jawab Dila sambil beralih mengambil sepotong kue yang sudah diiris oleh Jiya dan kemudian membungkusnya dengan plastik, seperti kue-kue yang lainnya.

Jiya pun kembali memotong kue sambil bertanya, "Siapa maksud kamu? Dira?"

"Bukan, itu saudaranya," jawab Dila.

"Saudaranya …," gumam Jiya sambil menyelesaikan menyelesaikan pekerjaannya.

"Iya, saudaranya."

Setelah selesai memotong, kemudian Jiya ikut mengambil plastik pembungkus kue tersebut. "Dira kan anak tunggal, mana punya saudara. Jangan ngaco kamu," tukasnya.

Dila meletakkan kue di tangannya. "Itu Bumi. Dia datang ke sini mengantar makanan untuk kamu dan aku," bebernya sambil menatap Jiya yang kini masih sibuk membungkus kue.

Mendengar hal itu Jiya langsung mengangkat pandangannya dan menatap sahabatnya itu selama beberapa saat tanpa bersuara.

Tiba-tiba ….

"Masih lama ya, Mbak?" Teriakan dari ruangan depan.

Langsung saja Dila bangun dari kursinya dan melangkah ke ruangan depan sambil membawa beberapa kotak kue yang sudah selesai dia bungkus seperti permintaan pelanggan.

"Kurang sedikit bungkusnya. Tunggu sebentar ya Mbak, sabar," ujar Dila.

Ucapan Dila ini langsung menyadarkan Jiya dari rasa terkejutnya. Dia pun kembali memperhatikan beberapa potong kue di hadapannya yang belum terbungkus.

"Bumi," desisnya sambil kembali membungkus kue-kue tersebut.

Setelah selesai melayani pelanggan tersebut, kemudian Jiya dan Dila kembali ke dapur.

"Lalu apa yang terjadi di rumah sakit?" tanya Dila yang tentu saja penasaran.

"Tadi …." Jiya menceritakan semua kejadian yang terjadi di rumah sakit, begitu juga dengan perkelahian Adam dan Raka.

"Wah, pasti seru itu," seloroh Dila dengan ekspresi tak berdosa.

"Seru gundulmu!" sahut Jiya dengan bibir manyunnya.

Tawa renyah pun keluar dari bibir Dila, yang langsung disambut dengan lap tangan penuh bekas butter cream yang dilempar oleh Jiya ke mukanya.

"Astaga, uhuk-uhuk!" Dila terbatuk-batuk karena terlalu banyak tertawa.

Tiba-tiba ….

"Paket!" teriak seseorang dari ruang depan.

"Paket," gumam Jiya. "Kamu pesan paket?" tanyanya pada Dila.

"Enggak," sahut Dila dengan cepat. "Kamu kali," tuduhnya.

"Jangan ngaco, aku nggak pernah beli online," sahut Jiya sambil berbalik dan melangkah ke ruangan depan.

"Paket untuk Jiya," ucap kurir paket tersebut.

"Iya, saya Jiya," sahut Jiya.

"Itu ada nama di paketnya, Mbak," jawab kurir tersebut.

Kemudian Jiya mengambil paket tersebut dan melihat nama yang tertera di sana. "Superman," ucapnya membaca nama yang tertulis di sana dan kemudian tersenyum aneh.

"Dari siapa, Ji?" tanya Dila yang keluar dari ruang belakang.

"Superman," jawab Jiya.

"Superman mbahmu," tandas Dila yang mengira itu candaan Jiya.

"Lihat saja kalau nggak percaya." Jiya memberikan paket tersebut pada Dila.

"Eh, benar superman." Dila.

"Kan sudah kubilang itu superman."

"Ck-ck-ck." Dila menggeleng pelan. "Tidak sangka, bahkan superman juga kamu embat."

Jiya langsung menyipitkan matanya ke arah Dila. "Ngomong sekali lagi, aku jadiin kamu dadar gulung."

"Manis dong," sahut Dila sambil terkekeh.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status