jam sudah menunjukan angka lima pagi, Mona terbangun segera bangkit duduk di ranjang. Mata bengkak, mengambil cermin kecil di nakas lalu memandang pantulannya. Dada terasa sesak lagi, kejadian kemarin langsung hinggap di hati.
"Ternyata bukan mimpi," batin Mona berseru lirih."Dulu aku menganggumimu Kak," gumam Mona pelan."Tapi sekarang tidak, kamu bajingan menumbalkan aku untuk mengantikanmu," lanjut Mona memegang cermin dengan kencang."Apa yang harus aku la--," ucap Mona terpotong oleh teriakan Arka di depan pintu kamarnya."Mona cepat buatkan aku sarapan!" teriak Arka lalu lelaki itu melangkah pergi ke meja makan, duduk di kursi memainkan ponsel.Mona lekas bangkit menaruh cermin, merapikan rambutnya asal lalu diikat menjadi satu. Melangkah ke bilik mandi untuk cuci muka dan gosok gigi. Setelah selesai segera pergi menuju dapur untuk memasak."Lain kali bangun lebih cepat dan siapkan sarapan!" perintah Arka tanpa melihat Mona yang menoleh."Iya Mas, " sahut Mona."Pasti kamu udah baca suratnya'kan," kata Arka dengan nada dingin"Kamu menggantikan dia menjadi istriku," seru Arka lalu memandang Mona yang tengah mematung mendengar perkataannya."Cepat buatkan aku kopi!" perintah Arka lalu Mona segera menyiapkan apa yang disuruh."Ini, Mas." Mona menaruh kopi di meja sambil menunduk, ia tak berani menatap wajah Arka."Sehabis joging, sarapan dan pakaian kerja harus sudah siap!" seloroh Arka lalu bangkit keluar tanpa menunggu jawaban Mona.Mona hanya menghela napas pelan, melakukan tugasnya lalu cepat-cepat berganti pakaian untuk sekolah. Beruntung lelaki itu masih mau menyekolahkannya bukan! Kalau tidak bagaimana nasib Mona. Dengan menyemangati diri, Mona bergegas melaksanakan pekerjaan rumah tangga."Akhirnya selesai juga," ucap Mona lalu bergegas ke kamar untuk membersihkan diri dan bersiap - siap.Arka baru saja selesai joging, ia menatap meja makan yang telah terhidang sarapan. Melangkah mendekat dan duduk untuk menikmati nasi goreng buatan Mona. Lelaki tersebut melirik kopi yang telah dingin, dia tadi tak meminumnya, langsung pergi berolahraga. Arka meraih ponsel lalu mengirim pesan pada adik ipar.[Siapkan kopi lagi, yang tadi sudah dingin. Cepatlah!] - ArkaMona yang baru saja selesai menyisir rambut langsung meraih handphone karena bergetar tanda pesan masuk. Dengan tergesa-gesa ia mengikat surai lagi lalu mengambil tas dan berlari menuju dapur unruk menyiapkan kopi. Sehabis itu lekas menaruh di meja makan membuat Arka melirik sekilas."Aku sudah selesai, kamu sarapan gih!" Setelah mengatakan itu Arka melangkah menuju kamar membuat Mona menghela napas lalu duduk di kursi untuk sarapan."Sabar Mona, mendingan kamu sarapan," monolog Mona pada dirinya sendiri lalu melahap makanan yang di depan mata.Arka selesai berpakaian ia langsung memegang tas dan melangkah keluar menuju dapur. Menaruh uang lima puluh ribu di meja. Melirik kopinya sebentar dan mengembuskan napas kasar."Ini uang untuk ongkosmu sekolah," kata Arka lalu pergi meninggalkan Mona tanpa meminum kopi yang dibuatkan gadis itu lagi.Sehabis makan Mona langsung bangkit dan mengambil uang yang ditaruh Arka tadi. Memasukan ke saku lalu cepat membereskan piring kotor. Setelah itu melangkah cepat-cepat keluar dan menatap kosong bagasi."Bodohnya aku! Memangnya Mas Arka sudi, mengantarkan aku sekolah setelah pengkhianatan Kak Dinda," tutur Mona mengomeli dirinya sendiri, lalu melangkah memilih berjalan kaki ke sekolah karena jaraknya tidak terlalu jauh.Beberapa tahun berlalu, anak perempuan Mona kini beranjak dewasa, ia berusia tujuh belas tahun. Sedangkan putranya sembilan tahun. Sepasang suami istri itu kini menjemput Ghibran. "Jangan suka bolos dong, Sayang. Momy pusing selalu dipanggil ke sekolah gara-gara kelakuan kamu," nasihat Mona. Ghibran hanya menganggukan kepala, lelaki itu malah memainkan ponselnya. Arka yang melihat dari kaca geram, ia menghentikan kendaraan roda empat dan menatap kesal ke arah Ghibran. "Ghibran! Kamu denger gak sih kata Momy, kalau dinasihatin itu dengerin! Jangan sambil main handphone," omel Arka. Ghibran yang mendengar omelan Papanya itu langsung memasukan benda pipih tersebut ke saku. Ia segera menundukan kepala kala melihat tatapan tajam Arka. "Ghibran dengerin kok, Dad." Arka yang mendengar sahutan dengan nada malas itu membuat ia geram. Lelaki tersebut turun, lalu membuka pintu belakang. "Ayo turun! Kamu pulang jalan," sentak Arka. Mona yang mendengar itu membulatkan mata, sedangkan
Sorenya Dara benar diantarkan pindah oleh Amel, bahkan wanita itu terkejut karena semuanya telah disiapkan. Kini hanya Dara dan Annisa yang berada di kontrakan. Mona telah pergi bersama Gaia, Ghibran di gendongannya, pulang pakai taksi. Annisa merapikan semuanya, sedangkan Dara melihat sekeliling. Kontrakan ini sudah dibiayai beberapa bulan, kalau sudah sembuh dan melakukan operasi lagi. Ia berencana melamar kerja diluar. "Mendingan kamu istirahat aja, lumayan capek juga kan sampai sini," seru Annisa. Perempuan itu kini tengah memasukkan bahan makanan ke dalam kulkas pekerjaan jadi bertambah, Anisa berdoa semoga Dara tidak mengerjainya. Dara menganggu, dia perlahan menuju kamar dan berbaring di ke ranjang. "Ahh ... tempat ini sangat kecil sekali, jauh berbeda sama kediamannya. Tapi ... udah dikasih tempat aja allhamdulillah." Dara berkata dalam hatinya, ia memejamkan mata lalu terlelap. Sedangkan Annisa sibuk memasak dan merapikan barang. Dia mengembuskan napas lalu langsung du
Setelah mengatakan itu, Mona langsung membuka pintu. Lalu matanya melihat kedua asisten. "Tenang aja, kalian bisa lakuin pekerjaan lagi. Aku mau menyelesaikan urusanku dulu," ucap Mona lembut. Setelah mendapatkan anggukan, Mona langsung menutup pintu lagi. Tatapan itu tajam bak pisau yang baru diasah. Dara yang mendapatkan itu, mendadak nyalinya menciut. "Aku menyayangimu, aku menganggapmu sebagai saudara. Tapi inikah balasanmu, hendak merebut suamiku!" sinis Mona. Mona mencengkram bahu Dara dengan kuat, melampiaskan kekesalannya. Lalu ia mengembuskan napas menetralkan kemarahan dan kekecewaan pada sang teman. "Sudahlah, yang penting Mas Arka gak melirik sedikitpun. Tapi tetap saja! Hati ini hancur gara-gara kamu melakukan hal itu," ungkap Mona. Dara juga ikut menitihkan air mata, ia menepis tangan Mona yang memegang bahunya. Wanita itu langsung mengambil buku dan pulpen di laci lalu menulis sesuatu dan memberikan kepada Mona, kemudian mengempaskan bokong ke ranjang karena kaki
Arka menghela napas kala mendengar dengkuran halus sang istri. Ia memilih tidak ambil pusing dam ikut menjelajah alam mimpi. Sedangkam di kamar Dara, wanita itu terus memikirkan apa yang dikatakan Mona. "Apa dia tau?" Dara bertanda pada dirinya sendiri, karena frustasi menjambak rambut. "Ahh ... ini membuat gue pusing, apa yang harus dilakukan." Wanita itu terus memonolog, ia menjatuhkan tubuh ke kasur. Memikirkan perkataan Mona. Dia sangat frustasi, berkali-kali memukul kasur karena pusing. " Ah ... ini sangat memusingkan, kalau dia tahu kenapa masih bersikap baik." Dara terus bergelut dengan pikirannya tanpa sadar telah lelah karena kelelahan. Waktu berlalu begitu cepat pagi tiba. Kini mereka tengah sarapan bersama, sesekali Dara melirik Mona terlihat wanita itu biasa saja. "Dara Aku ingin ngomong sesuatu sama kamu," lontar Mona. Mendengar perkataan Mona, Dara langsung memandang dia lalu mengangguk sebagai jawaban. "Setelah sarapan, kita bicara di kamar kamu," ucap Mona.
Acara itu akhirnya selesai, yang mendekorasi halaman ini telah pulang. Begitu pula Atha, kini semua tengah beristirahat di ruang tengah."Aku mau nidurin Ghibran dulu, lihat matanya udah berat banget. Tadi berisik jadi dia gak bisa tidur," tutur Mona.Mona bangkit dari duduknya, ia tengah menimang Ghibran. Gaia dan Arka mengangguk mengiyakan. "Mama, Pah, aku juga mau bobo. Ngantuk banget nih," celetuk Gaia.Arka bangkit lalu melangkah mengikuti sang anak."Sini Papa anter," sahut Arka.Gaia menoleh menandang sang Papa. Ia mengeryitkan alis karena merasa aneh dengan tingkah lelaki itu. "Tumben," celetuk Gaia.Mona yang mendengar itu tertawa."Takut kamu iri sama Ghibran, makanya Papa menggantikan Mamamu buat antar putri kecil ini," ujar Arka.Arka berjongkok, ia mengusap kepala Gaia dengan sayang."Apaan sih, Pah. Aku juga ngerti dong, akukan sekarang seorang Kakak," ujar Gaia.Gaia langsung mempautkan bibirnya, ia menatap kesal sang Papa.Sedangkan Mona yang hendak pergi tak jadi, i
Annisa juga terkejut melihat isi rumah. Ia langsung berlari dan berteriak memanggil penghuni rumah ini."Dewi ... Nyonya Mona, Tuan Arka! Gaia, kalian di mana." Annisa terus berlari mencari semua orang, meninggalkan Dara yang tertatih.Kala sampai di dekat halaman, saat hendak berteriak lagi. Tangannya di tarik seseorang, membuat ia terkejut dan hendak memekik tetapi mulutnya langsung dibekam."Jangan teriak, ini aku," bisik Dewi. Annisa langsung menoleh melirik Dewi, sedangkan wanita itu lekas melepaskan bekamannya. "Kalau nanti aku jantungan gimana!" omel Annisa dengan nada pelan. Dewi meletakan jari telunjuk di bibir, lalu ia menarik Annisa agar mengikutnya bersembunyi. Kala mendengar suara langkah kaki ke arah halaman. Wanita itu mengetik sesuatu di ponselnya dan ditunjukan pada Annisa. [Kita bakal kasih kejutan sama Dara, kita bakal keluar dan teriak suprise gitu. Kami semua udah pada ngumpet pada kalian datang. Isi rumah berantakan itu kami sengaja.] Annisa menganggukkan k