Share

2. Wanita Licik.

Di rumah Mayang, Bude Rosita sedang bergosip dengan tetangganya jika Alya dan Rama telah lama menikah tapi belum juga di berikan keturunan.

"Wah, sayang sekali ya. Padahal mereka itu sudah mapan, mereka juga masih muda lagi," ujar seorang tetangga.

"Kenapa Rama gak nikah lagi aja ya?"

Ucapan itu membuat Mayang yang sedang berada di balik jendela terdiam. Dia tiba-tiba memikirkan ucapan tetangganya itu. Apakah Rama kemungkinan akan menikah lagi untuk mendapatkan keturunan. Jika benar, Mayang tentu ingin menjadi istri kedua Rama. Senyum sinis tiba-tiba terlukis di wajahnya. Rasanya dia sangat terobsesi untuk memiliki suami seperti Rama.

Hingga akhirnya, Mayang menjadi sering berkunjung ke rumah Alya dengan alasan ingin membuat baju. Namun, dia memiliki niat untuk lebih dekat dengan Rama. Ketika akhirnya Rama pulang bekerja, tingkah Mayang mendadak genit. Dia sengaja mencari perhatian pada suami temannya itu.

"Aduh, gerah banget ya!" kata Mayang seraya melepas kancing bagian atas kemejanya.

Menyadari itu, Alya langsung menyalakan kipas angin. Kemudian dia pamit masuk ke kamarnya. Meninggalkan Mayang yang buru-buru merias wajahnya agar terlihat cantik di mata Rama.

"Pokoknya gue harus dapetin Rama! Titik!" batinnya.

Hingga akhirnya Alya dan Rama duduk di ruang jahit milik Alya. Dia melihat Mayang tengah melihat-lihat desain baju milik Alya.

"Ngomong-ngomong kamu kerja di mana, May?" tanya Rama seraya menyesap tehnya.

Mayang langsung mengibaskan rambut ke belakang pundaknya. Hingga lehernya yang indah itu terlihat. "Di kantor di dekat sini, Mas. Kebetulan baru banget pindah ke sini."

"Oh, gitu. Memang sebelumnya kamu tinggal di mana?" tanya Rama hanya ingin bersikap ramah.

"Di Bogor ikut mantan suami, tapi setelah bercerai saya memilih ikut sama Kakak saya."

Rama mengangguk paham. Rupanya Rama baru mengetahui kalau Mayang adalah seorang janda.

"Udah punya anak?" tanya Rama lagi.

Mayang tersenyum malu. "Untungnya belum sih, Mas."

"Kok untungnya sih?" tanya Rama terkejut. Pasalnya dia merasa kalau pasangan menikah seharusnya senang jika dikaruniai seorang anak.

"Ya, kan suami saya aja sifatnya arogan. Dia suka marah-marah gak jelas. Saya gak kuat berumah tangga sama dia. Saya udah gak mau berurusan sama dia. Maka itu saya bersyukur kami tidak memiliki anak," jelas Mayang sengaja memasang wajah sedih.

"Kamu korban KDRT?"

"Mas..." potong Alya. Dia merasa kalau suaminya terlalu kepo dengan urusan rumah tangga orang lain. Alya hanya tak ingin membuat Mayang Kembali teringat dengan masa lalunya.

"Gak apa-apa, Al. Lagian itu bukan sesuatu yang harus aku tangisi. Malah aku bersyukur banget. Dengan kejadian itu, aku bisa terbebas dari sifat suamiku yang kejam," ujar Mayang.

Rama hanya mengangguk mendengar cerita Mayang. Dia menyayangkan perempuan baik dan cantik seperti Mayang saja bisa mendapatkan KDRT.

Beberapa hari kemudian, Alya bercerita kalau Bude Rosita mengajak mereka berlibur ke Pantai.

"Sepertinya Mas tidak bisa ikut. Ibu dan adikku mau ke sini."

Alya terkejut. Karena dia tak tahu kalau mereka akan datang. "Kenapa tidak memberitahuku?"

"Mas juga baru di hubungi mereka kemarin. Mas lupa mau ngasih tau kamu," jawab Rama.

Seraya merapikan hidangan di atas meja, Alya mengatakan kalau dia juga tidak jadi ikut berlibur.

"Aku di sini aja."

Rama melihat raut kesedihan di wajah istrinya. Dia tahu, kalau Alya merasa kurang nyaman akan kedatangan mertuanya itu.

Keesokan harinya, Alya melihat keluarga suaminya itu datang. Dengan menguatkan dirinya, Alya mencoba tersenyum. Dia sudah siap jika Ibu Mertuanya itu akan berkata buruk tentangnya.

"Assalamualaikum!" seru Mama Martha.

"Waalaikumsalam!" jawab Alya seraya membuka pintu. Dia berdiri di ujung pintu seraya menyambut Mertua dan adik perempuan Rama.

Alya meraih tangan Mama mertuanya, dan hendak menciumnya, tapi wanita paruh baya itu sengaja mengabaikannya.

Martha melenggang masuk ke rumah anaknya itu. Membuat perasaan Alya begitu terluka. Alya menundukan kepalanya seraya menguatkan hatinya. Kemudian adik perempuan Rama yang bernama Monik turut mengabaikan kakak iparnya itu. Dengan ekspresi ketus, dia berlalu melewati Alya.

"Astaga, rumahmu sempit sekali, Ram! Lihat, ini barang-barang milik Alya semuanya di sini. Mesin jahit, patung-patung, rol kain. Aduh, sumpek banget!"

Celotehan itu membuat Rama langsung merangkul Alya. "Gak papa, Mah. Lagian di rumah ini cuma ada aku sama Alya. Gak sempit sama sekali kok!"

"Ya, tapi kamu harus mempersiapkan ruangan jika ada tamu. Masa sempit-sempitan gini"

"Iya, nih. Banyak benang-benang lagi!" sambung Monik menatap jijik.

"Gimana sih kak Alya. Kalo mau usaha yang bersih juga dong. Gimana kalo Kak Rama sakit atau tersandung karena barang-barang kakak?"

Alya membeku di tempatnya. Dia tak menyangka pemandangan seperti itu kembali terjadi di hidupnya. Setelah berhasil kabur dari orang-orang yang selalu menyakitinya.

"Oh, maaf, Ma. Alya belom sempet beresin," kata Alya mencoba sabar.

"Belum sempat gimana! Kamu ini memang kesibukannya apa selain menjahit baju? Anak tidak punya, rumah juga tidak besar, apa yang bikin kamu sibuk? Tidur?"

Rama langsung menghampiri ibunya. Dia meminta Ibunya itu untuk berhenti marah-marah. "Sudah, sudah. Nanti kami beresin ya, Ma. Sekarang Mama sama Monik istirahat aja dulu. Kalian pasti capek, kan?"

Mama Martha kembali mengeluh. "Bagaimana tidak capek. Mama kira mama bisa langsung istirahat, tapi liat keadaan rumah kamu yang sumpek, bikin kepala Mama malah tambah pusing. Sepertinya kamu harus ganti istri deh, Ram!"

JLEB!

Hati Alya seperti di tusuk setelah mendengar ucapan itu. Perasaannya hancur mendengar mertuanya sendiri meminta Rama untuk mencari istri baru. Seketika mata Alya berkaca-kaca, tapi dia berusaha tegar.

Rama melihat kesedihan istrinya, dan menatapnya dari kejauhan. Saat Rama ingin menghampiri Alya, Ibunya tiba-tiba mencegahnya.

"Antar mama ke kamar!" pintanya.

Rama terpaksa berhenti melangkah. Dia meninggalkan Alya yang kala itu sedang terluka.

Di kamarnya, Alya menangis sesegukan. Dia menutup mulutnya agar suara tangisnya tak terdengar. Rasanya begitu sakit jika melihat ibu mertuanya tak pernah menganggapnya. Alya sudah menahan perasaan itu sejak lama. Dia ingin menyerah dengan rumah tangganya bersama Rama, tapi menurutnya Rama terlalu baik untuk dia tinggalkan. Alya tak mau membuat Rama kesepian.

Hingga ketukan pintu membuat Alya menghentikan tangisnya. Dia tak mau Rama khawatir kepadanya.

Rama melihat Alya duduk di sisi ranjang. Dia tahu istrinya itu baru saja menangis.

"Sayang, maafin mama ya? Mama kan dari dulu memang seperti itu. Aku juga udah gak tau lagi mau cegah kaya gimana. Mama kalo di bilangin suka marah. Aku gak mau penyakit jantung Mama kambuh kalo aku marahin dia."

Alya mengangguk paham. "Iya mas. Gak apa-apa. Aku udah biasa kok," kata Alya mencoba sabar.

Rama senang mendengar itu. Dia lekas memeluk istrinya.

Keesokan harinya, Alya sedang belanja di tukang sayur. Mama mertuanya pagi itu ikut untuk memilih selera makannya. Mama mertuanya itu selalu menganggap jika masakan Alya tidak enak di lidahnya.

"Eh, Alya. Ini siapa?" tanya tetangga Alya.

Ibu mertua Alya itu langsung memperkenalkan dirinya. "Nama saya Martha. Mertuanya Alya," katanya ramah.

Ibu-ibu itu juga terlihat senang berkenalan dengan Ibu Mertua Alya yang masih cantik.

Kemudian Martha menyapa seorang nenek yang membawa cucunya. "Ya ampun, lucu banget. Ini cucunya, ya? Usianya berapa?"

"Delapan bulan."

Martha kemudian menyikut lengan Alya. "Noh, liat Alya. Mama juga kan pengen gendong cucu. Pasti senang ya Bu sudah punya cucu?"

Sindiran itu membuat semua tatapan mengarah pada Alya. Hati Alya kembali hancur. Ibu mertuanya itu dengan mudah mempermalukan dirinya di depan umum. Alya hanya bisa meremas bajunya sendiri. Dia tak tahan berada di sana.

"Alya mah gak bisa punya anak. Gimana dong, ya?"

Kali ini Alya sudah tak bisa menahan kesabarannya. Apalagi ibu-ibu di tukang sayur itu sudah mengetahui kalau Alya tak bisa memiliki anak.

"Alya, kamu mandul?" tanya seorang Ibu.

Alya menundukan wajahnya. Hatinya bergetar karena perasaan sakit.

"Itu sudah menjadi kehendak yang maha kuasa, Bu," jawab Alya dengan suara rendah.

"Oh, pantas saja ya kami tidak pernah lihat kamu gendong anak."

Tiba-tiba Mayang berjalan di depan mereka. Sekilas dia mendengar percakapan mengenai Alya. Dia juga melihat wanita asing bersama Alya. Setelah mengetahui wanita itu adalah Ibu Rama, Mayang langsung mendekatinya dengan alasan ingin berbelanja sayur.

Bersambung.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status