Share

Malam Terakhir Dengan Suamiku
Malam Terakhir Dengan Suamiku
Penulis: RUNYRUBY

1. Malam Ke-1.825

(Malam ke-1.825 bersama Mas Rama).

"Mama dengar Alya mandul. Apa benar begitu, Rama?"

Perasaan Rama sangat hancur saat Ibu kandungnya menanyakan hal itu padanya. Bagaimana pun, hari ini dia telah mendapat kabar dari Rumah Sakit kalau Alya memiliki gangguan di rahimnya, yang menyebabkannya tak bisa memiliki anak.

Rama, terdiam lama di tempat duduknya. Ketika Ibunya mendesah keras karena dia gagal mendapatkan seorang cucu.

"Astaga, berarti kami tidak akan pernah memiliki cucu sampai kami mati?"

"Sssttt. Ibu, jangan bicara seperti itu! Jangan berbicara mendahului takdir," ujar Rama pada akhirnya.

Ibu Rama menatap anaknya dengan sinis. Dia benar-benar kecewa dengan hasil pemeriksaan yang di lakukan beberapa hari lalu. Rama dan Alya telah menikah selama lima tahun, tapi sampai saat ini, keduanya belum juga di karuniai keturunan. Membuat keluarga Rama maupun Alya sendiri begitu berharap. Namun, semua harapan telah sirnah, Dokter telah mendiagnosa Alya tak akan pernah bisa mengandung.

Demi menjauhkan Alya dari bisikan-bisikan yang akan menyakiti perasaannya, Rama membawa Alya pindah ke luar kota. Mereka berharap hidup mereka bisa lebih baik dari sebelumnya. Meski begitu, Alya selalu menyalahkan dirinya sendiri karena telah gagal menjadi seorang istri.

"Maafkan Alya, ya, Mas? Alya tidak bisa menjadi istri yang seutuhnya buat, Mas Rama," kata Alya saat makan malam bersama suaminya.

Rama mencoba tersenyum untuk menghibur Alya yang hari itu tepat sedang berulang tahun. Karena mereka baru saja pindah rumah, dan banyak yang harus di kerjakan, membuat Rama tak sempat membelikan hadiah untuk istri tercintanya itu.

Rama menggenggam tangan Alya yang tergeletak di atas meja. Dia tersenyum tabah seraya menatap istrinya.

"Selamat ulang tahun, Istriku. Mas tidak berniat mengabaikan kamu, tapi hari ini kita sangat sibuk. Jadi, Mas baru bisa mengucapkannya sekarang."

Alya tersenyum malu, sekaligus tersentuh dengan sikap suaminya. Mereka telah lama menikah, tapi Mas Rama tak pernah sedikit pun melupakan hari ulang tahunnya. Bahkan, Mas Rama selalu mengingat hal-hal kecil di antara mereka.

"Mas Rama, terima kasih karena selalu mengingat ulang tahunku. Padahal, semakin tua, aku sudah tak peduli dengan ulang tahunku sendiri. Sekali lagi, terima kasih banyak, dan juga..."

Alya mendadak berhenti berbicara. Dia mendesah pelan seraya menunduk. Dia sedang memberikan kekuatan untuk dirinya sendiri. Ketika sebuah genggaman semakin erat di rasakan. Menyadari kalau suaminya turut menguatkan dirinya.

Alya, menaikan pandangannya. Menatap Mas Rama yang sedang tersenyum kepadanya.

"Maafkan Alya yang sebesar-besarnya. Alya benar-benar minta maaf," lanjut perempuan yang memiliki rambut lurus itu.

"Hei, kamu meminta maaf karena apa? Memangnya apa salahmu, Sayang? Berhentilah meminta maaf."

Pertanyaan seperti itu praktis membuat mata Alya berkaca-kaca. Dia benar-benar tak mengerti bagaimana akan menjalani biduk rumah tangga dengan suaminya ke depannya. Dia takkan pernah bisa mengandung, dan Mas Rama pasti ingin memiliki keturunan dengan darah dagingnya sendiri. Begitu pun dengan Mertuanya. Bu Martha pasti sangat merindukan seorang cucu yang akan membuat suasana di rumah mereka berwarna. Alya sungguh tak bisa membayangkan jika Mas Rama akan menceraikannya dan menikah dengan wanita yang bisa memberinya keturunan. Demi Tuhan, Alya tak mau kehilangan seorang pria yang begitu baik dan pengertian seperti Mas Rama.

"Aku takut kalau nanti Mas Rama akan meninggalkanku karena aku tak bisa memberikan anak."

Mas Rama sontak melompat dari kursinya. Hingga kursi yang di dudukinya itu terjatuh. Lelaki bertubuh tinggi itu lalu mendekati istrinya. Dia meraih tubuh Alya dan memeluknya.

"Ssstt. Sekarang, jangan pikirkan apapun. Mas Rama mohon sama kamu. Jangan pikirkan apapun, ya?"

Alya mengangguk lemah. Perkataan itu seolah membuat hatinya tenang. Meskipun begitu, Alya tak pernah setenang sebelumnya. Karena dia tahu, Mas Rama hanya bisa bertahan untuk beberapa lama saja. Suami mana yang hanya akan diam saja ketika mengetahui istrinya tak kan pernah bisa memberikannya keturunan? Alya menyadari, kalau Mas Rama memiliki pikiran untuk menikah lagi demi memiliki seorang anak. Atau dia harus rela di madu oleh suaminya sendiri.

Alya dan Rama tinggal di sebuah komplek perumahan. Sehari-hari Alya mengurus pesanan baju. Kebetulan dia memiliki usaha jahit sendiri.

Pagi itu, seorang pelanggan datang untuk meminta di buatkan baju.

Wanita cantik bernama Mayang itu duduk seraya menunggu Alya.

"Halo, Mbak Alya, ya?"

Alya mengangguk ramah.

"Saya tahu dari tetangga, katanya jahitan Mba Alya itu bagus banget. Makanya aku ke sini," ujar Mayang.

"Wah, makasih banyak loh. Ayo, silahkan di minum dulu mbak."

"Namanya siapa? Kita kenalan dulu," lanjut Alya mengulurkan tangannya.

"Nama saya Mayang. Saya adiknya Bude Rosita. Mba Alya kenal?"

"Oh, iya kenal banget. Kebetulan Bude Ros suka minta bikinin baju sama saya," jawab Alya.

Sembari mengukur tubuh Mayang, kedua wanita itu berbincang-bincang tentang identitas mereka.

"Aku juga alumni di Universitas Cakrawala loh, mba. Berarti kita seangkatan? Mbak Alya ngambil jurusan apa?" tanya Mayang yang sikapnya lebih ceria dari Alya.

"Kebetulan Tata Busana," jawab Alya dengan suara rendah.

"Oh, begitu. Pantas ya jahitan dan desain bajunya bagus-bagus banget."

Alya berterima kasih mendengar pujian itu.

Sejak hari itu. Hubungan Mayang dan Alya semakin akrab.

Ketika Mayang kembali datang ke rumah Alya untuk mengambil pesanannya.

"Eh, Mayang. Ayo, silahkan di minum tehnya," tawar Alya.

"Iya, makasih loh Mbak Alya. Jadi ngerepotin."

Alya kemudian mengambil pesanan baju milik Mayang, dan meminta janda itu untuk mencobanya.

"Yaudah, aku coba ya mbak." Mayang pun masuk ke salah satu kamar.

Kemudian, dia keluar dengan penampilan yang sangat cantik. Mayang meminta untuk di buatkan kebaya untuk proses lamaran sahabatnya. "Wah, bagus banget nih mbak. Aku suka designnya! Makasih banyak loh. Mbak Alya kreatif banget!"

Alya senang mendengar Mayang yang selalu memujinya.

Hingga tiba-tiba, sebuah mobil berhenti di depan rumah Alya. Mayang tahu jika pria itu adalah suami Alya. Meskipun sering ke rumah Alya, tapi Mayang baru pertama kali bertemu dengan Rama.

"Assalamualaikum!"

"Waalaikum salam!" sahut Alya seraya mendekat. Perempuan mandul itu lekas mencium tangan suaminya.

Sedangkan Mayang hanya duduk seraya melipat kebaya ke dalam plastik.

"Eh, ada pelanggan ya?" ujar Rama saat melihat Mayang.

"Iya nih, Mas. Namanya Mayang. Minta di buatin kebaya," jelas Alya.

"Oh, gitu..." gumam Rama.

"Kalau begitu saya masuk dulu ya," lanjut suami Alya itu.

Mayang bangkit berdiri dan mempersilahkan.

"Oh, iya mas. Silahkan," katanya ramah.

Sejak pertama kali melihat suami Alya, entah kenapa Mayang merasa jantungnya berdetak kencang. Dia merasa malu saat bertemu pria itu. Bukan saja karena paras Rama yang rupawan, tapi pria itu terlihat ramah dan perlakuannya sangat manis. Membuat Mayang merasa sangat ingin memiliki suami seperti Rama.

"Suamimu kerja di mana, Al?" tanya Mayang penasaran.

"Di Bank, May," jawab Alya singkat.

"Oh, gitu. Mantan suami aku juga dulu kerja di Bank. Gajinya lumayan juga ya, tapi hati-hati loh, mereka suka main mata sama pegawai perempuan di sana."

"Astagfirullah, jangan suudzon ah. Kali aja suamiku ngga," kata Alya tak ingin terjebak pada ucapan Mayang.

"Tapi bener loh Al, mantan suamiku juga kaya gitu. Dia selingkuh sama rekan kerjanya sendiri. Brengsek banget! Kamu harus liatin tuh hape suami kamu," lanjut Mayang mencoba menghasut.

Alya tersenyum kecil. Dia menggelengkan kepalanya mendengar ucapan pelanggan yang kini menjadi sahabatnya itu.

Bersambung.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status