LOGIN
Bab 1. Malam Terlarang
Hotel Axelle 10.30 PM. Prok… Prok… Suara riuh tepuk tangan menggema di ballroom hotel saat sang presdir baru saja memberikan sambutannya kepada seluruh tamu undangan yang hadir. “Pak Damian keren banget!” teriak seluruh karyawan dengan semangat. Axelle Group adalah perusahaan besar yang bergerak di bidang teknologi itu mengundang seluruh karyawannya, di hari perayaan ulang tahun perusahaan yang ke-5 digelar begitu sangat mewah. Acara inti sudah selesai, seluruh karyawan kini menikmati hidangan yang sudah disediakan. Jessica menatap penuh kekaguman pada sang presdir, tak menyangka ia menjadi bagian dari perusahaan terbesar di kota ini. “Aku masih tidak menyangka kita berada di sini Audy,” celetuk Jessica tersenyum ke arah sahabatnya. Audy juga tersenyum, ia sama dengan Jessica merasa bangga dengan pencapaiannya, yang bisa diterima di perusahaan yang begitu disegani. “Kamu benar, Jes.” Audy menimpali dengan memeluk Jessica dengan erat. Keduanya sudah seperti keluarga. Saling memberikan support satu sama lain dalam hal apa pun, tak heran kedekatan keduanya begitu banyak dipuji teman-teman mereka. Di sudut lain, seseorang menatap Jessica dengan penuh kebencian. Ia menyeringai menatap sesuatu di tangannya, pelayan di sampingnya menatap seseorang tersebut dengan takut. “Malam ini akan menjadi malam yang tidak akan terlupakan untuk kamu, Jessica!” gumamnya dengan sinis. Ia menatap minuman yang berada di tangan pelayan tersebut, senyumannya begitu licik saat tangannya dengan cepat memasukkan sesuatu ke dalam minuman tersebut. Ia yakin, setelah itu Jessica tidak bisa mengontrol dirinya. Karena dosis obat perangsang yang ia masukkan sangat tinggi. “Berikan minuman ini pada gadis gaun biru itu. Ingat jangan salah kasih, kalau tidak kamu akan tahu akibatnya,” ucap seseorang tersebut dengan tatapan yang begitu tajam. “B-baik…” Seseorang misterius itu memberikan amplop berisikan segepok uang kepada pelayan. Wajah pelayan tersebut sumringah, lalu ia langsung pergi dengan ekspresi seperti tidak terjadi sesuatu. “Tamat riwayat kamu, Jessica!” Sedangkan Jessica menerima minuman itu dengan senang hati. Sebab, ia juga sangat merasa haus. Audy juga mengambil minuman yang sama, keduanya minum secara bersamaan. Audy heran menatap gelas sahabatnya yang sudah kosong. Tetapi ia tidak ambil pusing, gadis itu memainkan ponselnya. Dan mulai fokus menatap layar ponsel itu setelah mendapatkan pesan dari kekasihnya yang sudah menunggunya. Sedangkan Jessica sudah mulai merasa gelisah, tubuhnya terasa begitu sangat aneh. Panas menjalar di seluruh tubuhnya hingga wajahnya memerah. “A-audy,” panggil Jessica dengan lirih. Audy langsung melihat ke arah sahabatnya. Ia langsung terkejut melihat wajah Jessica seperti itu. “Kamu kenapa, Jes? Kamu demam?” tanya Audy yang langsung memeriksa suhu tubuh Jessica dengan tangannya. “A-aku gak tau. Semuanya terasa begitu panas,” balas Jessica dengan lirih. Leher jenjangnya mulai mengeluarkan keringat bahkan ballroom hotel yang begitu dingin, tidak bisa meredakan rasa panas di tubuh Jessica saat ini. Audy mulai ragu untuk meninggalkan Jessica sendiri. “Aku telepon Andreas kalau aku tidak bisa menemuinya. Kamu lebih penting,” ujar Audy yang tak tega dengan Jessica. Jessica mencegah Audy. Ia tahu bagaimana Audy sangat mencintai Andreas, Jessica tidak ingin merepotkan sahabatnya. “K-kamu pergi saja, Audy. Kasihan Andreas sudah menunggu. A-aku bisa kembali ke kamar kita sendiri.” “Kamu yakin?” tanya Audy merasa ragu. Jessica mengangguk yakin, walaupun tubuhnya sudah sangat merasa aneh. Keduanya berpisah di sana. “Nanti aku suruh orang untuk antar obat ke kamar ya.” Jessica berjalan sempoyongan ke arah kamar hotelnya. “Ahhh…. Ini panas sekali,” racau Jessica yang ingin segera melepaskan seluruh pakaiannya. Mata Jessica mulai berkunang-kunang, ia mulai mengambil kartu akses kamar di dalam tasnya, tetapi kartu akses tersebut sama sekali tidak bisa digunakan. Gadis itu mulai merasa panik, Jessica berpindah ke kamar yang lain karena menganggap dirinya salah kamar. “S-siapa pun tolong aku!” ucap Jessica dengan gelisah. “M-mbak, tolong saya. Kartu akses kamar saya tidak bisa digunakan,” ucap Jessica menatap pelayan tersebut dengan penglihatan yang tidak jelas. “Sebentar, Mbak. Kamar hotel nomor berapa Mbak?” “409, Mbak.” Pelayan tersebut tersenyum, ia membantu Jessica menuju kamar yang bukan kamar gadis itu. Di seberang sana seseorang tersenyum licik saat pelayan memberikan kode ‘oke’ dengan tangan. “Ini kamarnya ya, Mbak. Saya tinggal dulu.” “Terima kasih, Mbak.” Setelah tugasnya selesai ia langsung pergi meninggalkan Jessica begitu saja. “Masuk ke dalam jebakan!” ucapnya dan berlalu pergi begitu saja setelah memastikan Jessica masuk ke kamar hotel yang di dalamnya sudah ada seseorang. “Aku gak sanggup lagi!” Pria yang ada di dalam kamar tersebut terkejut, mendapati perempuan asing masuk ke dalam kamarnya dan dengan berani melepas pakaian di hadapannya. Ia tersenyum licik, akal sehatnya mengatakan jika perempuan yang ada di hadapannya saat ini memang berniat menggodanya. Damian berdiri, dengan langkah sempoyongan dan mata berkabut akan gairah, pria itu membalikkan tubuh Jessica begitu saja menjadi menghadap ke arahnya. Matanya menggelap, ia langsung mencium Jessica dengan rakus. Damian Maheswara Axelle—presdir Axelle Grup itu sudah tidak mampu lagi menggunakan akal sehatnya. Tubuhnya begitu terbakar, akibat ia meminum alkohol yang sudah dicampur dengan obat perangsang. Dirinya dijebak dengan seseorang hingga ia jadi seperti ini. “Emmphh…” Kemeja putih yang melekat begitu ketat di tubuhnya yang berotot, ia lepaskan dengan tak sabaran. “Kamu sengaja menggoda saya hmm?!” Damian menggigit bibir Jessica dengan pelan. Jessica yang syok hanya bisa terdiam, menatap presdirnya dengan tubuh yang bergerak gelisah. Ia ingin menolak, tetapi tubuhnya seakan mendamba sentuhan itu. “L-lepas!” pinta Jessica. Matanya berkaca-kaca, perasaannya sudah tidak karuan. Tetapi ia tidak bisa mengelak jika sentuhan itu mengobati tubuhnya yang terbakar. Damian menyeringai licik. “Kamu sendiri yang masuk ke dalam kamar saya. Itu artinya kamu sudah menyerahkan diri kamu ke saya bukan?” Jessica mencoba melepaskan diri, tetapi tubuhnya tidak bisa diajak bekerja sama. Ini gila! Damian menggendong tubuh Jessica ke atas kasur dengan mudahnya. Tubuh mungil itu tenggelam di tubuh besar Damian. “Hiks…. Saya mohon lepaskan saya!” pinta Jessica dengan menangis. “Setelah kamu masuk ke kamar saya itu artinya tidak ada jalan keluar lagi,” bisik Damian dengan suara serak dan beratnya. Di tengah cahaya lampu yang temaram, tangisan yang berubah menjadi desahan kenikmatan, Jessica menyerahkan dirinya pada sang presdir begitu saja. Seakan sedang meneguk segelas air di gurun pasir yang sangat panas. Nikmat… Melegakan… “Pak Damian, saya mohon lebih dalam lagi!” pinta Jessica menjerit. Gadis itu mencakar punggung Damian dengan kuat. Sebab, Jessica menjadi perempuan yang berbeda malam ini karena pengaruh obat perangsang yang ia minum. “A-aku…” Damian kembali menciumnya, tidak memberikan waktu Jessica untuk berbicara. “Kamu tidak bisa menghilang begitu saja setelah ini wanita jalang,” racau Damian tanpa sadar karena setelah itu ia benar-benar tidak sadarkan diri memeluk Jessica yang sudah terlelap di sampingnya.Damian mengecek suhu tubuh istrinya, tidak panas sama sekali, hanya saja wajahnya begitu pucat dan lemas, ia jadi khawatir.Damian mencoba melepaskan tangannya yang digenggam oleh Jessica, tetapi istrinya itu menariknya kembali.Tidak berkata apa pun, bahkan tidak membuka mata sedikit pun.“Sayang, Mas mau mandi sebentar boleh?” tanya Damian dengan lembut.Jessica hanya menggelengkan kepalanya, ia semakin menarik Damian hingga suaminya itu mau tak mau ikut berbaring di sampingnya.“Mas gak usah mandi. Masih wangi kok,” sahut Jessica dengan pelan.Wangi?Bukan masalah wanginya, Damian sudah merasa tubuhnya lengket, tetapi ia pasrah, selama Jessica tidak mual jika dekat bersamanya.“Ya sudah. Tidur lagi ya, atau mau Mas panggilkan dokter?” tanya Damian mengelus punggung Jessica dengan lembut.“Besok saja ya, Mas?! Sekalian periksa kandungan bisa?” tanya Jessica mencoba membuka matanya yang terasa berat.Karena selama tahu dirinya hamil, Jessica belum pernah periksa kandungannya ke dokte
“Sayang, sudah jangan berpikir yang buruk-buruk. Pasti Elena dan Aland akan baik-baik saja. Mas akan mengarahkan seluruh anak buah Mas untuk mencari keberadaan mereka,” ucap Arthur dengan pelan, tetapi perasaannya juga tidak karuan.Pertanyaan Aryana begitu mengganggu pikirannya. Banyak sekali pertanyaan di dalam otaknya, namun ia sama sekali tidak menemukan jawabannya hingga yang ia dapatkan hanya kepalanya yang berat dan pusing.“Bagaimana aku mau berpikir positif, Mas? Ponsel Elena masih ada di tangan kamu, bahkan anak kita tidak membawa kartu ATM yang aku berikan padanya. Semua ditinggalkan di rumah ini, Mas,” balas Aryana dengan nada bicara yang naik satu oktaf, emosinya mulai terpancing.Ia marah dengan Arthur dan juga dirinya sendiri hingga membuat dirinya merasa frustasi.Aryana mengusap wajahnya dengan kasar, ia memukul-mukul dada Arthur dengan tangis yang semakin terdengar histeris.“Cepat cari Elena dan Aland, Mas. Hiks…hiks… Aku tidak mau tahu, kamu harus bisa menemukan El
Arthur memasuki rumah mewahnya dengan langkah pelan, ia menatap seluruh ruangan yang ada di rumahnya dengan perasaan hampa.Tidak ada lagi tawa Jessica dan Aland.Tidak ada lagi suara mereka di sini.Tidak ada lagi yang mengajaknya bermain, bahkan tidak ada lagi kebahagiaan yang ia rasakan di rumah besar ini.Semuanya terasa begitu hampa dan menyesakkan untuk dirinya.Anak yang ia tunggu kepulangannya, anak yang selalu ia harapkan kebahagiaannya, ternyata memilih pergi dari rumah ini karena merasa tertekan dengan segala aturan yang ia tetapkan.Arthur memegang dadanya yang tiba-tiba saja terasa begitu nyeri, ia lelah tetapi ia tidak akan mudah menyerah begitu saja.Puluhan tahun ia terus berjuang mencari sang anak. Dan ia yakin kali ini dirinya akan bertemu dengan Jessica kembali.Arthur menaiki tangga dengan perlahan, suara langkah kakinya terdengar memecahkan kesunyian di rumahnya sendiri.Ia menghentikan langkahnya tepat di depan pintu kamar Jessica. Kamar yang sudah ia desain seja
Hari ini Damian terpaksa meninggalkan Jessica dan Aland di rumah mereka. Sebab, Arthur ingin bertemu dengan dirinya.Ia yang tidak ingin Arthur curiga akhirnya memutuskan untuk berangkat ke kantor, padahal ia ingin menghabiskan waktu dengan Jessica lebih lama lagi.Damian memutar kursinya menjadi menghadap ke jendela besar di belakangnya, pemandangan gedung-gedung pencakar langit terlihat begitu megah, tangannya mengetuk sisi kanan kursinya, ketukannya seperti menghitung.Tok…Tok…Damian menyeringai, mendengar suara pintu yang diketuk dari luar seperti perkiraannya.“Masuk!” perintah Damian dengan tegas.David membuka pintu dengan perlahan, pria itu menghela napas saat Arthur melenggang masuk begitu saja.“Di mana kamu menyembunyikan anak saya, Damian?” tuduh Arthur tanpa basa-basi.Damian memutar kursinya menjadi menghadap ke arah Arthur.“Apa maksud anda, Om? Anak, Om? Elena memangnya ke mana?” tanya Damian dengan syok.Ia akan berpura-pura tidak tahu tentang kepergian Jessica dan
Damian menyingkirkan rambut Jessica yang menutupi wajah cantik istrinya, saat ini Jessica menjadikan paha Damian sebagai bantalannya tubuhnya terasa lelah karena seharian bermain dengan suami dan anaknya.Ia menautkan tangannya bersama Damian. Jessica terkekeh sendiri melihat tangannya yang mungil bersanding dengan tangan kekar Damian.“Kenapa, Sayang?” tanya Damian dengan geli mendengar suara kekehan kecil dari istrinya.“Aku ternyata kecil banget ya kalau sama Mas. Dihamili lagi,” celetuk Jessica konyolnyaDamian ikut terkekeh mendengar celetukan istrinya yang tiba-tiba, lucu dan menggelikan.“Iya kecil tapi bikin nagih makanya dihamili terus,” sahut Damian ambigu.Jessica refleks mencubit perut Damian hingga suaminya itu meringis, ternyata cubitan Jessica yang kecil terasa panas di perutnya.“Sakit, Sayang,” ucap Damian mengusap perutnya.“Biarin.”Jessica sama sekali tidak merasa bersalah, ia bangun dari berbaringnya dan naik ke atas pangkuan Damian.Jessica merebahkan kepalanya
Jessica terkekeh kecil melihat Damian dan Aland lomba berenang, ia bertepuk tangan menyemangati dua jagoannya.Suara tawanya yang renyah seperti tidak ada beban yang menghimpit dadanya, ia sedikit melupakan masalahnya ketika bersama dengan Damian dan juga Aland, tetapi jika ia sendiri dirinya kembali memikirkan kedua orang tuanya, ia takut mereka akan menemukan dirinya di rumah ini.“Siapa yang menang dapat ciuman dari Mama ya,” celetuk Damian menyeringai menatap istrinya yang melongo setelah mendengar ucapannya.Aland yang merasa tertantang mengangguk setuju, ia menatap papanya dengan senyuman sombongnya seakan ia yakin akan menang.“Oke, Pa. Aku yakin aku yang menang,” sahut Aland dengan percaya diri.“Jangan sombong dulu, Boy. Papa yakin Papa yang menang,” balas Damian tak kalah sombongnya.Keduanya berdebat, bukannya melerai, Jessica malah tertawa melihat suami dan anaknya tak mau kalah satu sama lain.“Ayo cepat lomba berenang. Mama mau lihat siapa yang menang nih, Papa atau Alan







