"Sial!" umpat Adrian. Ia menemukan bercak merah di celana dalam Adelia. Apa lagi kalau bukan datang bulan. Hari ini ia benar-benar sedang apes.
Dalam hati Adelia tertawa, ia sangat berterima kasih pada Tuhan karena di beri pertolongan di waktu yang tepat. Ia merasa jijik jika Adrian menyentuhnya. Baginya Adrian sekarang hanyalah seorang monster yang mengerikan dan tidak miliki perasaan. "Kenapa?" "Sepertinya, hari ini kau apes, Mas." Adrian menekan tubuh Adelia di ranjang, lalu mencekik lehernya. Adelia meronta berusaha untuk melepaskan kedua tangan Adrian yang sudah mencengkeram lehernya. "Le ... lepas, Mas," kata Adelia terbata-bata. Seringai tawa keluar dari bibir Adrian. Memang benar jika lelaki itu layak di sebut iblis. Iblis berwajah manusia. "Ini pelajaran karena telah berani mengejekku." "Kau pikir, hanya kalian berdua wanita di dunia ini yang bisa memuaskanku." "Aku akan mencari wanita bayaran di luar sana," kata Adrian santai. "Kau benar-benar menjijikkan, Mas!" Kesal Adelia mendengar pernyataan Adrian. Laki-laki itu tidak ada puas-puasnya menyakiti hatinya. Ia pergi melenggang keluar dari kamar tanpa pamit. "Mau kemana kamu, Mas!" teriak Adelia. "Mas!" Tak ada sahutan sama sekali. Hanya bunyi derap sepatu Adrian yang terdengar menuruni anak tangga. Adelia meringkuk di kamarnya dengan selimut yang membalut tubuhnya yang hampir telanjang. Ia menangis menumpahkan segala kesedihannya. Air mata itu kembali turun membasahi pipinya. Hidupnya sekarang seakan di neraka. Suami yang ia puja-puja selama ini ternyata sangat kejam. Adelia merasa tertipu, Adrian dulu yang di kenalnya adalah pria yang baik dan bertanggung jawab. Tidak seperti sekarang. "Apa yang membuatmu berubah, Mas?" tanya Adelia berbicara pada dirinya sendiri. "Dulu, kau bilang hanya aku yang kau cintai." "Aku juga tidak pernah mengetahui jika kau berselingkuh." "Lima tahun kita pacaran, kurasa tidak ada masalah apapun. Lalu kenapa semua bisa begini?" tangis Adelia tak terbendung lagi. Ia meraung-raung menumpahkan segala rasa sakit di hatinya. Rumah tangganya sudah hancur, Adelia tidak mungkin pulang ke rumah orang tuanya. Yang ada malahan akan membuat orang tuanya ikut merasakan penderitaannya. "Apa aku harus cerita sama orang tuaku," kata Adelia. "Tidak, yang ada mereka justru akan sedih. Dan penyakit stroke ayahku akan kambuh." "Biarlah, aku pendam sendiri." "Pura-pura bahagia jiks itu yang terbsik." Adelia menghapus air matanya yang berjatuhan. Ia tidak tahu harus berbuat apa. Semuanya terasa menyakitkan. Di tempat lain, Adrian sudah selesai menyalurkan hasrat bejatnya. Ia merebahkan tubuhnya di kamar hotel yang telah di sewanya. Terlihat seorang wanita cantik sedang memunguti pakaiannya yang berserakan. Ia memakainya satu persatu tanpa rasa malu di depan Adrian. Adrian lalu bangkit dengan tubuh polosnya, ia mengambil ponselnya. Tangannya terlihat mengetikkan sesuatu. "Sudah aku transfer pelayananmu hari ini," kata Adrian menunjukkan layar ponselnya. "Owh, terima kasih sayang." Wanita itu mendekat ke arah Adrian mengecup bibir Adrian sebagai ucapan terima kasih. "Kalau begitu, aku pergi dulu," pamitnya. Wanita bertubuh seksi itu berjalan keluar dari pintu kamar. Dan Adrian kembali tidur. Ia kelelahan karena sudah bermain berapa ronde dengan wanita bayarannya. Seharian Adrian tidak pulang ke rumah. Adelia tengah menyibukkan diri dengan memasak di dapur dengan Mbok Darsih. Ia tidak ingin berlarut-larut bersedih. Meskipun ia tidak tahu siapa yang akan makan masakannya. "Non, kulihat Non akhir-akhir ini sering melamun. Apa ada yang di pikirkan?" tanya Mbok Darsih. "Tidak tahu, Mbok. Semua terasa berat buat saya," keluh Adelia. Adelia memang dekat dengan Mbok Darsih. Di rumah itu hanya Mbok Darsih yang sudah ia anggap sebagai orang tua. Ia terbisa bercerita keluh kesahnya. Namun kali ini, ia tidak mungkin bercerita jika suaminya selingkuh. Hal itu sangat memalukan baginya. "Maaf, Non. Kalau Mbok lancang." "Apakah Tuan main serong dengan perempuan lain?" tanya Mbok Darsih. Adelia kaget mendengar pertanyaan Mbok Darsih. Darimana pembantunya itu tahu mengenai kelakuan suaminya? "Mbok kok tahu?" tanya Adelia. Mbok Darsih menghela nafasnya dengan berat. Tatapannya menerawang ke arah jendela. Ia sudah ikut keluarga besarnya Adrian berpuluh-puluh tahun. Ia tahu bagaimana watak asli dari tuannya. "Dulu, Tuan Besar juga begitu." Pernyataan dari Mbok Darsih semakin membuat kaget Adelia. Rahasia apa yang tidak ia ketahui mengenai keluarga besar Adrian. "Ceritakan padaku, Mbok." "Apa yang tidak aku ketahui tentang keluarga Mas Adrian," pinta Adelia. Wanita itu menatap Mbok Darsih dengan tatapan penuh harap. "Apa Tuan tidak pernah menceritakan keluarganya?" tanya Mbok Darsih. Adelia menggeleng pelan. "Ayolah, Mbok tolong ceritakan... sudah penasaran, nih," bujuk Adelia. "Baik, Non. Tapi habis ini jangan bulang ke Tuan jika Mbok yang menceritakannya," ucap Mbok Darsih. "Tentu, Mbok." "Aku juga tidak ingin simbok berada dalam masalah," tukas Adelia. Mbok Darsih mulai bercerita tentang perangai Tuan Besar ayah kandung dari Adrian. "Dulu, Tuan Gunawan juga sama. Ia senang gonta-ganti wanita. Awalnya, Nyonya tidak pernah tahu tentang perangai Tuan." "Di rumah, Tuan seolah menjadi suami yang baik. Sempurna dan sangat perhatian." "Tapi, di luar Tuan seperti pria yang tak beristri. Mengumbar hasratnya dengan banyak wanita," lanjut Mbok Darsih. "Lalu ... apa yang terjadi selanjutnya, Mbok?" tanya Adelia penasaran. "Nyonya mengetahuinya, lewat ponsel Tuan. Awalnya Tuan menepis segala tuduhan Nyonya. Namun, pada suatu hari Nyonya memergoki langsung tindakan Tuan di kantornya," terang Mbok Darsih. "Lalu ... kenapa aku lihat rumah tangga mereka baik-baik saja hingga sekarang?" tanya Adelia tak mengerti. "Itu karena Nyonya sangat mencintai, Tuan. Ia tidak bisa berpisah dengannya meskipun Tuan Gunawan selalu menyakitinya," lanjut Mbok Darsih. "Cinta memang gila," ucap Adelia lirih. "Terus, bagaimana denganmu Non?" "Non, kan sudah tahu jika Tuan Adrian seperti itu." "Apakah masih mau bertahan dengan pernikahan ini?" tanya Mbok Darsih. Adelia terdiam sesaat. Ia merasa karakter Adrian adalah turunan ayahnya. Jika memang sudah turunan kemungkinan kecil untuk berubah. "Non, kok diam? Maaf, bukan maksud simbok untuk membuat Non Adelia banyak pikiran," sesal Mbok Darsih. "Tidak apa-apa, Mbok." "Justru aku memang harus tahu tentang keluarga suamiku," terang Adelia lemah. "ADELIA!" Terdengar suara teriakan dari luar yang cukup kencang. "Mbok, itu ... itu kan suara Mas Adrian," kata Adelia gugup. Ia seakan mau melihat hantu saja. Kakinya gemetaran. Pasalnya mereka baru saja membahas keluarganya. "Biar saya yang bukakan pintunya, Non," ucap Mbok Darsih. "Tidak usah, Mbok. Biar saya saja. Tadi Mas Adrian memanggil namaku," ucap Adelia. Adelia berjalan cepat ke arah pintu. Hatinya deg-degan tak karuan. Saat ia membuka pintu itu matanya membelalak kaget. Adrian tidak datang sendirian. "Salsa... " "Ya, dia akan tinggal di sini," ucap Adrian. Wanita itu masih merangkul mesra tubuh Adrian. ---Bersambung---Ariska merasa Bian memang sengaja memilih tempat yang jauh dari perkotaan agar dirinya tidak kemana-mana."Sialan, ia mengurungku di sini. Mana aku tidak tahu jalan keluarnya," gumam Ariska.Ariska baru sadar, sekarang saja babak pertama dia sudah kalah dari Bian. Pria itu diam-diam mengambil langkah yang tak dapat di prediksinya. Bian tidak dapat di remehkan. Pria itu bisa melakukan apapun untuk mendapatkan apa yang di inginkannya.'Kamu pikir bisa menembus benteng pertahananku, jangan harap,' batin Ariska."Aku harap kau betah tinggal di sini selama sembilan bulan ke depan," kata Bian yang sudah muncul di ambang pintu."Kerasan atau tidak, bukan urusanmu. Yang penting kau tidak menjebakku di sini," sindir Arista."Menjebak? Yang benar saja. Mana mungkin, aku bisa menjebak Nina Ariska yang cerdas ini," kata Bian."Aah, tidak usah basa-basi. Pergilah, aku mau istirahat," usir Ariska."Aku tidak akan pergi sebelum kamu makan dulu, aku tidak ingin bayiku kurus nantinya," kata Bian.Baru
"Apa! Tidak, ini tidak mungkin!" pekik Arista melempar uji tes kehamilannya ke lantai. Ia tidak percaya dengan apa yang di lihatnya. Memang akhir-akhir ini ia sering merasa kepalanya pusing, juga tidak enak badan. Kecurigaannya muncul karena ia sering muntah-muntah."Aku tidak mau hamil anak, Bian," tangis Arista. Ia benci pada suaminya itu. Tujuannya berhasil menggagalkan perceraian mereka. Kalau Arista hamil, pengadilan tidak akan mengijinkan adanya perceraian.Arista terduduk lesu, ia memukuli perutnya seolah janin yang di kandungnya itu anak haram. Padahal statusnya dengan Bian masih suami istri."Kau benar-benar brengsek Bian!""Arrgh!" Arista mengobrak-abrik kosmetiknya hingga tercecer di lantai. Ia tidak terima kalau dirinya sekarang hamil anak Bian."Kamu pikir aku akan tinggal diam, akan kugugurkan anak ini. Aku tidak mau hamil dari orang yang tidak pernah aku cintai," gerutunya.Arista sudah gila, ia tidak tahu kalau menggugurkan kandungan juga membahayakan nyawanya sendiri.
"Sayang, mama kan sudah pulang jadi aku dapet jatah dong," goda Arga."Dapetlah, jatahnya mijitin kakiku. Perutku makin besar, jadi aku gampang kecapekan, sayang," jawab Adelia mengalihkan."Bukan itu maksudku, jatah yang bikin suara huhah," canda Arga."Ooh, mau makan rujak?" kata Adelia mengalihkan perhatian Arga."Duh, gimana lagi mau menjelaskan pada istriku yang sangat cerdas ini. Punya perusahaan kosmetik terkenal, tapi kenapa istilah begitu saja gagal paham," kata Arga geleng-geleng kepala."Maksudmu kamu mau bilang kalau aku ini bodoh?" ucap Adelia pura-pura cemberut."Bukan begitu sayang, sudah... lupakan saja. Aku mau mandi dulu," kata Arga.Adelia ingin sekali tertawa melihat suaminya sudah menyerah kalah karena beradu argumen dengannya. Ia tahu Arga tidak mungkin bertengkar dengannya, lelaki itu memilih untuk mengalah.Usai Arga mandi, ia mencium bau harum parfum baru Adelia. Harumnya seperti vanila, di tambah lagi ia kaget dengan penampilan istrinya yang aduhai."Sayang,
Adrian pulang dengan rasa letih yang mendera tubuhnya. Pekerjaannya sebagai cleaning servis membuatnya kelelahan. Badan terasa pegal-pegal semua. Ruangan yang begitu luas ia bersihkan bersama teman-teman cleaning servisnya. Untung saja, dia tidak membersihkan bagian kaca gedung. Hal itu lebih sulit lagi.Rasa letihnya hilang manakala bertemu dengan putri kecilnya yang sudah genap tujuh bulan. Alangkah terkejutnya ia mendapati putrinya sudah bisa duduk dan tersenyum padanya."Eh, anak papa sudah bisa duduk," sambut Adrian."Pak Adrian sudah pulang? Alhamdulillah, putrinya tidak banyak menangis. Makannya juga banyak," kata yang nengasuh Alisa."Oh, bagus dong Alisa. Kamu memang anak papa yang hebat." Adrian mengendong Alisa."Terima kasih, Bu sudah menjaga Alisa hari ini. Ini bayaran hariannya," kata Adrian menyerahkan selembar uang."Saya juga terima kasih, dengan momong Alisa saya juga dapat pekerjaan," kata Bu Jum.Adrian membawa Alisa pulang ke rumah kontrakannya. Mereka tinggal ber
Hari ini adalah hari pertama Adrian bekerja sebagai cleaning servis. Ijasah S2-nya seolah tiada guna. Untuk saat ini ia hanya bisa pasrah menerima pekerjaan barunya. Daripada tidak memiliki uang sama sekali.Perusahaan yang dulu pernah membesarkan namanya, dan juga sebagai tempat perselingkuhannya dengan Salsa. Sampai dia di depak keluar dari perusahaan karena tidak mau menerima hukumannya sebagai cleaning servis.Sekarang ia tidak bisa menolak pekerjaan itu, karena tidak ada pilihan lain baginya, cari pekerjaan sangat sulit. Apalagi namanya yang sudah terlanjur tercoreng karena masa lalunya, membuatnya sulit mendapatkan pekerjaan yang bagus.Adrian menatap gedung pencakar langit di depannya. Ia memang harus tiba lebih awal ketimbang yang lainnya. Karena, pekerjaannya membersihkan seluruh ruangan di gedung bersama cleaning servis lainnya."Kamu karyawan baru?" tanya salah seorang cleaning servis."Iya, perkenalkan namaku Adrian."Adrian mengulurkan tangannya, namun pria di depannya it
Arga baru saja pulang dari kantor, ia pulang agak terlambat tidak seperti biasanya. Karena pekerjaan di kantor yang menumpuk serta pertemuan dengan para klien. Ada rasa bersalah memenuhi batin Arga karena tidak datang tepat pada waktunya.Suasana rumah tampak sepi karena memang sudah malam, para pelayan beristirahat di kamarnya masing-masing. Hanya satpam penjaga yang masih berjaga di pos penjagaan.Perlahan Arga membuka pintu kamarnya, tapi kenapa lampu kamar di matikan sehingga tidak terang benderang seperti biasanya. Arga sedikit tidak enak pada Adelia karena keterlambatannya. Ia takut Adelia berpikir macam-macam sehingga mempengaruhi kondisi janinnya.Arga menyalakan lampu kamarnya, kaget tidak ada siapapun di ranjangnya. Padahal Arga sudah membayangkan Adelia bergumul srlimut dan tertidur lelap di sana.Lalu dimana Adelia? Mengapa kamar tampak sepi. Padahal sudah larut malam.Rasa gelisah menghantui Arga, ia khawatir terjadi apa-apa pada Adelia. Segera ia keluar dari kamarnya dan