Share

Bab. 7 Sepi

Author: Yeyen
last update Huling Na-update: 2025-08-09 09:17:31

Sore itu, Sera tiba di rumah orang tuanya dengan taksi online. Bukan ke rumahnya bersama Sebastian, melainkan ke rumah tempat ia dibesarkan.

"Ma, aku pulang," ucap Sera sambil memeluk mamanya erat.

"Sera, sayang?" Mama menatapnya kaget dan heran. Matanya refleks melirik ke arah pintu, seolah menanti sosok lain muncul di belakang putrinya. "Kamu sendirian? Apa Sebastian tau kamu mampir ke rumah mama?"

Sera hanya menggeleng pelan

"Aku baru pulang dari kampus ma" jawab Sera sambil duduk di sofa, melepas napas panjang.

"Aku mau mengambil mobil ma, repot sekali kalau harus kemana-kemana. Tadi saja aku terpaksa pergi bareng adik iparku."

Mama mengangguk pelan, masih terlihat khawatir. "Kalau begitu pergilah dan habis itu kamu harus segera pulang. Kalau Sebastian pulang dan tidak menemukanmu di rumah, nanti bisa jadi masalah."

Sambil tersenyum, Mama menyerahkan kunci mobil ke tangan putrinya. Sera merengut kecil.

"Ya ampun, Mama... baru juga sampai, udah disuruh pulang lagi."

"Aku ini anak mama apa bukan sih?" Sambung Sera merajuk.

Mama hanya tersenyum dan mencium lembut puncak kepala Sera. "Istri yang baik itu harus nurut dan melayani suami. Hati-hati ya, Sayang."

Sera hanya bisa mendesah pelan, lalu berdiri dan melangkah keluar rumah. Wajahnya cemberut, sementara di belakangnya, Mama tetap tersenyum lebar sambil melambaikan tangan, mengantarnya pergi dengan pandangan penuh kasih.

.

.

Sesampainya di rumah, Sera melihat mobil yang biasa dipakai Sebastian sudah terparkir rapi di halaman.

“Dia sudah pulang? Cepat sekali,” gumamnya, setengah kaget.

Sera melangkah masuk dan menaiki anak tangga perlahan. Tidak ada siapa pun di ruang keluarga. Rumah itu terasa sunyi, hanya suara langkahnya yang terdengar memantul di dinding.

“Benar-benar sepi…” batinnya, merasa sedikit asing di rumah yang kini ia tinggali sebagai istri.

Ceklek. . .

Pintu kamar terbuka, menampakkan Sebastian yang baru saja selesai mandi. Ia melirik sekilas sambil menyisir rambut didepan cermin

“Kamu dari mana? Kenapa tidak memintaku untuk menjemputmu?” tanyanya datar, namun nada suaranya menyimpan kekhawatiran.

“Aku dari rumah Mama... mengambil mobilku,” jawab Sera tenang.

Ia mengangkat ponselnya dan tersenyum pahit. “Dan aku... tidak punya nomor ponselmu.”

Sebastian menatapnya dalam diam, lalu berjalan mendekat. Ia mengambil ponsel dari tangan Sera, menekan beberapa tombol, dan menyerahkannya kembali.

Layar ponsel itu menunjukkan satu nama yang baru saja ia simpan dengan nama: Suamiku.

Sera tertegun sejenak, lalu tersenyum malu.

“Karena kamu tidak menyimpan nomorku,” ucap Sebastian sambil makin mendekat, “maka kamu harus…”

Ia tidak menyelesaikan kalimatnya. Bibirnya sudah menyentuh bibir Sera, lembut. Sebuah ciuman yang tidak hanya menyambung komunikasi mereka, tapi juga menyambung hati yang sempat terasa jauh.

Dalam diam, mereka saling menerima. Entah cinta itu tumbuh dari rasa, kewajiban, atau perlahan karena kebersamaan... tapi sore itu, kehangatan mulai merayap masuk ke dalam rumah yang tadinya terasa sepi.

.

.

Makan malam kembali mempertemukan mereka di meja makan yang besar, lagi-lagi ruangan ya g besar itu terasa sunyi. Tidak ada percakapan hangat, hanya obrolan bisnis yang bergulir di antara para pria, yang terdengar seperti siaran radio asing di telinga Sera.

Setelahnya, semua kembali ke kamar masing-masing. Sama sekali tidak ada interaksi, begitu juga Sebastian, ia kembali sibuk di depan laptop. Jari-jarinya bergerak lincah di atas keyboard, wajahnya serius, tak terganggu apa pun.

Sera hanya duduk di tepi ranjang, menatapnya dalam diam. Sejenak ia menghela napas, lalu berdehem pelan, mencoba mencairkan suasana dan berharap ada obrolan hangat malam ini. Tapi Sebastian tetap fokus. Bahkan suara deheman itu tak mampu mengalihkan pandangannya dari layar.

“Sebastian…” Sera memberanikan diri. Ia bangkit dan duduk di sofa di sebelah suaminya.

Sebastian hanya melirik sekilas tanpa berucap apapun. Sera berucap ragu, ia takut jika itu akan menyinggung Sebastian

“Apa... kalian memang jarang mengobrol?” tanyanya, tanpa basa-basi.

Pertanyaan itu meluncur begitu saja dari mulutnya. Tak ada niat menyindir, hanya sebuah keheranan dari seorang perempuan yang baru masuk ke dalam ritme keluarga yang terasa asing.

Tatapan mata Sebastian menajam. Diamnya membuat Sera gugup, mata Sera berkedip cepat, Ia masih belum memahami sepenuhnya, lelaki ini bisa sangat lembut... tapi juga bisa begitu dingin seperti tak tersentuh.

“Kami bicara kalau ada yang perlu dibicarakan" jawabnya singkat, datar.

Seolah itu hal yang lumrah. Seolah kehangatan dalam keluarga adalah hal yang tak penting untuk diperjuangkan.

Sera menunduk. Dalam diamnya, ia sadar rumah ini besar, mewah, penuh kesuksesan… tapi entah mengapa, terasa kosong dan hampa.

Sera duduk termenung, ia merindukan kehangatan rumah lamanya, tawa yang mengisi ruangan, obrolan ringan di sore hari, bahkan suara televisi yang menyala sebagai latar kebersamaan.

Di rumah keluarga Sebastian, Sera merasa seperti kehilangan dirinya sendiri. Semuanya tampak asing… sunyi… dan dingin.

Ia kesepian, ia tak lagi ceria, ia lebih banyak diam dan berpikir sendiri. Tak ada teman bicara, tak ada pelukan ibu yang menenangkan. Yang ia lihat hanya suaminya, yang selalu sibuk dalam pekerjaannya.

Anehnya, saat waktu makan tiba, mereka semua akan muncul. Seolah terpanggil oleh sesuatu yang tak bisa dijelaskan. Sera menarik napas panjang. Ia membiarkan pikirannya tenggelam dalam diam, membayangkan betapa berbeda hidupnya kini.

"Aku istirahat dulu, kamu jangan terlalu lama bekerja, istirahatlah" ucap Sera lembut memegang pelan tangan suaminya

Sebastian hanya mengangguk singkat tanpa mengalihkan pandangan. Sera menatapnya sejenak, berharap akan ada kata-kata manis atau kecupan selamat tidur yang menenangkannya. Tapi semua itu tidak ada.

Tanpa suara, Sera melangkah menuju tempat tidur. Sepi kembali menyelimuti dirinya dan rumah itu.

Bersambung. . .

Jangan lupa tinggalkan jejak kawan

Terimakasih

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Mantan Jadi Suami   Bab. 86 Puas

    Keriuhan langsung pecah begitu pintu ruangan terbuka dan sang pemilik baru perusahaan melangkah masuk. Tatapan penuh pesona sempat menyambut Aiden hingga dalam hitungan detik tatapan itu memudar. Semua mata sontak tertuju pada wanita cantik yang digandengnya dengan begitu bangga. Tanpa ragu, Aiden memperkenalkan Sera sebagai istrinya… sekaligus CEO baru perusahaan ini. Sera membelalakkan mata. Ia bahkan sempat menahan napas. "Sayang… kamu jangan main-main," bisiknya pelan di telinga Aiden. Sementara itu, Sebastian dan Olivia tampak seperti tersambar petir tidak percaya, marah, sekaligus terhina. "Aku tidak main-main, sayang. Perusahaan ini sekarang milikmu. Kau yang akan mengurusnya… tentu saja dengan bimbinganku," Aiden mengedipkan satu matanya, membuat seluruh karyawan terperangah melihat kemesraan itu. Bisik-bisik mengalir dari berbagai sudut ruangan. Banyak yang memuji, banyak yang iri tapi semua sepakat bahwa pasangan itu terlihat sangat serasi. Berbeda dengan Sera yang mula

  • Mantan Jadi Suami   Bab. 85 Merasa Pulang

    Seminggu berlalu setelah bulan madu mereka berakhir. Kini Sera dan Aiden harus kembali pada realita menjalani hari-hari dengan bekerja seperti biasa. Mereka sudah tinggal bersama di apartemen baru yang Aiden beli khusus untuk istrinya. Sementara apartemen lama milik Aiden, kini ia sewakan. Pagi itu, Sera sibuk menyiapkan sarapan untuk suaminya. “Kenapa tidak apartemen lama mu saja yang kita tempati, sayang?” tanya Sera sambil menata piring. Aiden mendekat, mengambil tangan Sera, lalu menciumnya lembut. “Itu rumah bujangku. Ini rumahku bersama istriku. Aku hanya ingin suasana baru.” Sera tersenyum kecil. “Oh iya… apa aku akan jadi ibu rumah tangga?” “Siapa bilang?” Aiden menjawab santai sambil menikmati sarapannya. Sera hanya mengangkat bahu, pasrah. “Kau tetap jadi sekretarisku,” ujar Aiden sambil mengedipkan sebelah mata. “Kau harus selalu ada di sampingku. Jadi kita bisa berbulan madu di mana saja.” Senyumnya berubah penuh makna. “Maksudmu?” Sera mengernyit, bingung denga

  • Mantan Jadi Suami   Bab. 84 Di Cintai

    Pagi hari, Aiden sudah bersiap, begitu pula dengan Sera. Dengan gaun sederhana yang melekat di tubuhnya, Sera tampak cantik tanpa perlu usaha berlebihan. Aiden menatapnya lama, tersenyum, lalu mendekat dan memeluk pinggang istrinya dari belakang. “Terima kasih,” bisik Aiden sambil mengecup ceruk leher Sera. Sera menatap pantulan mereka di cermin, memegang tangan Aiden yang di perutnya. “Terima kasih untuk apa?” “Untuk semua yang kau berikan.” Sera berbalik menghadap suaminya. Dengan lembut ia memegang kedua pipi Aiden. “Dengar… aku tidak memberikan apa pun selain cintaku. Dan aku rasa itu pun belum cukup. Aku ingin memberimu seorang anak.” Ia lalu mengecup bibir Aiden penuh kelembutan. Aiden terdiam sejenak, menatap Sera dengan penuh cinta. “Seharusnya aku yang berterima kasih padamu. Terima kasih atas perjuanganmu selama ini. Kalau kau tidak berjuang, aku tidak akan bersamamu sekarang… dan tidak akan sebahagia ini.” Air mata Sera mulai mengalir. “Terima kasih,

  • Mantan Jadi Suami   Bab. 83. HoneyMoon

    Pagi-pagi sekali mereka sudah berkumpul di restoran hotel. Aiden tak melepaskan genggaman tangannya dari tangan istrinya, seolah takut Sera menghilang barang sedetik. Mereka menyapa keluarga satu per satu sebelum akhirnya duduk dan ikut menikmati sarapan hangat bersama. “Aku akan membawa Sera berlibur, Dad,” ucap Aiden sambil tersenyum pada Daddy dan Mommy. “Itu bagus. Sudah seharusnya kalian berbulan madu,” jawab Daddy ringan. “Papa akan mensponsori tiket keberangkatan dan kepulangan kalian. Ke mana pun.” Papa berkata dengan bangga. Hari itu, ia baru benar-benar melihat anaknya tersenyum tanpa tekanan, sepanjang hari bersama Aiden. “Dan Daddy akan mensponsori penginapan kalian,” Daddy menimpali tak mau kalah. Mommy ikut menggoda, “Enak ya punya orang tua dan mertua kaya.” Tawa pun pecah di meja itu. “Terima kasih Pa… thank you, Dad,” Aiden bertos ria, seperti kebiasaannya sejak dulu bersama Daddy. Sera dan keluarganya bisa merasakan kehangatan keluarga Aiden, sesuatu y

  • Mantan Jadi Suami   Bab. 82 Nakal

    Sebastian dan keluarganya naik ke panggung untuk memberi selamat kepada pengantin baru. Aiden menatap mereka dengan ekspresi datar, namun ia menggenggam tangan Sera erat seolah ingin melindungi pujaan hatinya dari apa pun yang mungkin datang. “Selamat, Sera… akhirnya kau menemukan pengganti kakakku,” ucap Olivia dengan cibiran yang jelas merendahkan. Aiden tidak langsung turun tangan. Ia ingin melihat sejauh apa Sera bisa melawan. “Ada apa dengan kakakmu? Siapa dia? Dan kau sendiri… siapa? Aku rasa aku tidak mengenalmu. Bagaimana bisa kau datang ke pestaku?” Sera berpura-pura masih hilang ingatan, dengan ekspresi yang begitu tenang. Olivia terkekeh meremehkan. “Dasar amnesia. Kau itu janda, jangan bermimpi terlalu tinggi. Aku rasa…” Olivia mendekat dan berbisik di telinga Sera. “Kau akan bernasib sama seperti dengan kakakku dulu. Habis manis, sepah dibuang.” Sera tetap tersenyum, senyum yang justru semakin memancing emosi Olivia. “Kita lihat saja. Jika suamiku dibandin

  • Mantan Jadi Suami   Bab. 81 Hari Bahagia

    Hari ini adalah hari bahagia Sera dan Aiden. Berbeda dengan pernikahannya yang dulu, kali ini Sera benar-benar bahagia menikah dengan hati dan pilihannya sendiri. Sekali lagi, kebaya putih menyelimuti tubuh mungilnya. Kebahagiaan terpancar jelas dari wajah Sera, senyum manis terukir begitu sempurna. “Ayo sayang… Aiden sudah menunggumu,” ucap Mama dan Mommy lembut. Mereka menggandeng Sera menuju tempat Aiden berada. Aiden menatap Sera dengan senyuman yang langsung melembutkan seluruh raut wajahnya. Air mata menggenang di matanya, akhirnya ia sampai pada titik ini, menikahi perempuan yang benar-benar ia cintai. “Tidak ada yang tidak mungkin untuk cinta. Akhirnya kau menikahi wanita yang kau cintai, brother,” Mike menepuk pundak Aiden. “Aku acungkan jempol untuk perjuangan cintamu,” tambah Vincent dengan bangga. Aiden tersenyum sambil mengusap sudut matanya. Ia terharu, ini hari yang sudah ia nantikan sejak lama. “Terima kasih sudah membantuku. Hari ini tidak akan ada tanpa kalian

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status