Share

6. Persiapan berkas

Ibu, bidadari tak bersayapku, akan aku jaga sampai akhir menutup mata.

Sehatkan beliau ya Allah. Hanya Ibu harta yang aku punya. Seribu berlian pun tak akan bisa menggantikan posisinya di hatiku.

Lamunanku buyar ketika notif gawaiku berbunyi.

Rangga :" Abel."

Aku       : "ya. Kenapa?"

Rangga : "Udah cek F* dan IG gak?"

Aku       : "Belom, Ngga. Kenapa? Aku sibuk bantuin Ibu minggu-minggu ini. 

Rangga : "Cek deh, buruan".

Aku       : "Tapi aku lagi gorengin kerupuk nih "

Rangga : "Buruan , gak pake tapi!!"

Aku       : "Iya, bawel!!!"

Aku mematikan kompor. Segera membuka sosmed ku. Aku scrool gak ada yang istimewa. Tapi begitu makin kebawah.

💕💕💕💕💕💕💕💕💕💕💕💕💕💕💕💕💕

"Nasi uduk terenak seantero Jakarta hanya ada di Kafe Mutiara, jalan daan Mogot, *******

Belom Coba Belom Tau rasanya.

Sudah Dirasa pengen mengulang Rasa.

Pantengin, bawa kolega, sahabat dan pacar dimari ya."

💕💕💕💕💕💕💕💕💕💕💕💕💕💕💕💕💕

Kulihat nasi uduk ku dipromosikan oleh Rangga dan Tante Muti dengan Icon mereka berdua.

Tembus 300 komentar yang semuamya ngereview nasi uduk tersebut.

"Ibu...Bu...Ibu..."teriakku.

"Ada apa Abel?" Jawab ibu tergopoh keluar dari kamar.

"Sini Bu, lihat," jawabku sambil menyodorkan gawaiku.

Ibu tersenyum tapi tidak menampakkan keterkejutannya.

"Besok pesanan jadi 300 porsi Bel. 150 dibikin pagi, 150 nya dibikin dari jam 2 menjelang malam," ucap Ibu.

"Jadi Ibu udah tau nih nasi uduk Ibu booming di kafe tante Muti?" Tanyaku sedikit merajuk.

"Yupzzz," jawab Ibu sambil menjentikkan jari jempol dan telunjuknya ala-ala korea.

"Ibu... gak adil iiih. Masa main rahasiaan sama anak sendiri," ujarku.

"Bukan rahasia Bel, tapi Ibu lihat kamu akhir-akhir ini sibuk dengan berkasmu. Bolak balik legalisir ke sekolah. Ibu gak mau ganggu. Pan udah ada Bu Rahmah juga yang bantuin Ibu," jelas Ibuku.

"Tangan Bu Warsih emang top markotop dah kalau soal makanan," jawabku sambil memeluk Ibu.

Ibu membalas pelukanku. Rezeki anak solehah, ujarnya lagi.

Keesokan harinya.

Aku sudah siap. Menunggu jemputan Rangga dan Mira menuju ke sekolahku untuk final preparation.

Semua berkas yang kurasa sudah lengkap aku dekap di dadaku. Selangkah lagi aku memasuki salah satu kampus terbaik di Jakarta. Bebanku akan semakin bertambah. 5 tahun kedepan harus bisa menyelesaikan study ku. Bila perlu kejar target 4 th selesai. Aamiin.

Tin...tin...tin...

Kulihat Rangga dan Mira sudah sampai. Kekayaan mereka ternyata tidak menjadikan jarak untuk tetap berteman denganku. Mungkin didikan dari orangtua mereka yang tidak pernah membedakan status sosial.

"Bu, Abel pergi ya. Anak-anak udah didepan," pamitku.

"Ya, hati-hati," jawab Ibu

Tapi kulihat Rangga membuka pintu mobilnya dan mendekati kami.

"Bu De, izin ya," ujarnya sambil menunjuk ke arahku.

"Ya, hati-hati, jawab Ibuku.

Aku tersenyum. Dan menyalami Ibu. Rangga menyusulku menyodorkan tangannya menarik tangan ibuku. Dia mencium punggung tangan ibuku juga.

Kami memasuki mobil. Mira berdehem. 

"Cieee.... yang pedekate minta restu," ucapnya.

"Ha...ha...ha...," tawa Rangga. Kek gak tau gue aja," jawabnya pede.

"Hati-hati Bel, jangan terbuai sama rayuan pulau buaya," ingat Mira kepadaku.

Aku cuma bisa tersenyum memandang mereka berdua. Entahlah, untuk saat ini aku lebih mementingkan study ku. Meskipun disaat ini aku memang agak sedikit tersanjung dengan perhatian kecil yang diberikan Rangga kepadaku. Tapi fokus utama adalah cita-citaku. Aku gak mau mengecewakan Ibuku.

1 jam kemudian kami sampai di sekolah kami. Segera setelah Rangga menepikan mobilnya. Kami turun dan segera menuju ruang kepala sekolah untuk memastikan bahwa berkas-berkas kami siap untuk dikirim, tidak ada kesalahan apapun. 

Karena jika terdapat kesalahan dalam pemberkasan otomatis berkas kami akan ditolak oleh sistem dan harus mengantri lagi dari awal untuk entri data. Sungguh merepotkan. 

Makanya kepala sekolah menyuruh kami datang ke sekolah untuk bersama-sama mengecek ulang berkas yang kami punya.

Mendekati 1 jam para penerima beasiswa berada di ruang kepala sekolah beserta staff yang bertugas untuk entri data kami.

Sambil menunggu hasilnya jam 3 sore ini kami pergi ke kantin untuk bernostalgia.

Disana kami bertemu beberapa teman dan juga adik kelas yang memang sudah kami kenal satu sama lain.

Obrolan ringan pun terjadi.

Rangga : "Hai Bro.. pa kabar semua?"

Anak-anak : "Baik kak"

Rangga : "Gue hari ini mau traktir kalian semua, mumpung lagi baik hati dan murah rezeki"

Anak-anak : "Beneran kak?"

Rangga : "Ya bener donk. Mana mbak Darsih? 

Mbak Darsih : "Iya Den"

Rangga : "Mbak, hitung semua makanan mereka. Saya yang traktir. Tapi doain kita semua sukses ya."

Anak-anak : "Aamiin".

"Asyik, aji mumpung ah. Bungkusin adek gue. Jarang-jarang bisa kayak gini," celetuk salah satu anak.

"Bungkus??" Tanya Rangga.

"Bo...bo...boleh Kak?" Tanya anak tadi.

"Hei... jangankan bungkus buat adek, bungkus buat nyokap, bokap, engkong  elo juga gak apa," teriak Rangga.

Dan seketika suasana kantin menjadi riuh. Mbak Darsih kelihatan agak kelabakan melayani pembeli, sehingga aku dan Mira berinisiatif untuk membantunya.

Dasar Rangga.

Waktu menunjukkan pukul 3 sore. Dan ini waktunya kami melihat pengumuman pemberkasan.

Setelah Rangga menyelesaikan pembayaran dengan Mbak Darsih dan mendapat salam dan cupika cupiki dari para siswi, kami gegas ke ruang kepala sekolah. 

2 penerima beasiswa Bayu dan Rahayu sudah berada disana.

Harap-harap cemas menghantui pikiran kami masing-masing.

Suasana menjadi sunyi di sini. 

Aku menatap Operator sekolah secara intens. Yang lain juga.

"Alhamdulillah," sang operator menggebrak meja.

Alhasil kami kaget donk.

"Berhasil Pak, berhasil Anak-anak. Berkas kalian lolos administrasi semua," ucapnya.

Sontoloyo, batinku. Kaget kan. Siapa juga yang nggak kaget mendengar suara meja di gebrak begitu pas suasana tegang begini.

"Alhamdulillah," ucap kami serempak.

"Anak-anak, Bapak Bangga dengan kalian. Dan Bapak bangga menjadi salah satu orangtua kalian di sekolah ini. Perjalanan kalian masih panjang. Gunakanlah kesempatan belajar ini untuk mengejar cita-cita kalian."

"Orangtua kalian menunggu kabar baik ini. Pulanglah Nak. Ingat, selesaikan study tepat waktu karena ada orangtua kalian yang menunggu kalian memakai toga, wisuda bersama dan memperlihatkan ijazah yang kalian miliki nantinya," nasihat kepala sekolah membuatku menangis.

"Hu...hu...hu..., Bapak mengingatkan saya dengan almarhum Bapak saya," ucapku.

Rangga merangkul bahuku seolah ingin menguatkanku.

"Kami pamit pak," ucap Bayu memecah keheningan.

Satu persatu kami mendekati Bapak kepala Sekolah dan menyalami beliau. Aku mendekap beliau dan menangis di bahunya. Beliau mengusap pundakku seperti anaknya sendiri.

"Pulanglah. Bapak yakin orangtua kalian juga tidak sabar menunggu kabar baik ini," ucapnya.

Kami semua pamit dan menuju kendaraan masing-masing. Sepanjang perjalanan hanya lantunan lawas Ebiet G Ade yang menemani perjalanan kami.

Pikiran kami melalang buana ke dunianya masing-masing. Aku juga tak luput dari rasa itu. Ingin rasanya menyuruh Rangga melajukan mobilnya supaya cepat sampai di rumah.

Ibu, keberhasilan ini hadiah untuk mu, wahai bidadari tak bersayapku.

💖💖💖💖💖💖💖💖

Halo lovely readers.

Segini dulu ya malam ini. 

Saatnya mendengar tembang lawas untuk menemani tidur nyenyak kita.

Besok Thor up lagi dengan chapter yang lebih greget.

Banyak konflik yang akan dihadapi Abella di bangku kuliahnya.

Apa sajakah??

Pantengin terus ya, gengs..

Have a nice dream.

Warm regards by Mom Nury... mmmmuach

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status