Di kawasan pinggir pantai, sebuah upacara pernikahan megah tengah diadakan di hotel bintang lima. Altar pengantin dibuat menyerupai gapura bunga. Rangkaian bunga Lily berbagai macam warna menghiasi sudut-sudut ruangan.
Tidak sedikit namun juga tidak banyak tamu-tamu yang diundang ke pernikahan Raelina dan Yosua. Beberapa rekan-rekan dekat Raelina yang diundang. Selebihnya kerabat dan kenalan keluarga Rajjata diundang. Rata-rata berasal dari kalangan militer. Beberapa memakai seragam dinas militer yang serius membuat suasana tampak khidmat. Semua tamu tersebar, mengobrol selagi menunggu acara dimulai.
Rekan-rekan Raelina tidak bisa menutup mulut mereka melihat beberapa pejabat penting hadir di pernikahan.
“Aku bertanya-tanya, apa Raelina menikahi seorang anak presiden? Wow, apa itu Gubernur Negara kita?” Erik tidak bisa menahan decak kagum melihat sosok Gubernur secara langsung, tengah mengobrol dengan ayah mertua Raelina.
“Keluarga
Pesta pernikahan telah berakhir, dua pengantin sudah diantar ke kamar pengantin untuk beradu kasih. Dalam kamar remang-remang, suasana tampak romantis dan agak panas dengan taburan kelopak bunga mawar merah dan lilin redup.Cahaya muram memperlihatkan bayangkan di dinding dua orang yang bergerak di atas ranjang.“Ah ... Pelan-pelan ....” rintih sang wanita.“Aku sudah pelan-pelan ....”“Tapi tetap sakit.”“Aku sudah lembut ....” Yosua berkata dengan wajah mulai berkeringat. Jubah tidurnya terbuka hingga memperlihatkan dadanya yang berotot.Ekspresinya tampak terbakar memandang sosok menggairah istrinya dalam balutan lingerie seksi. Gaunnya sudah terangkat seperempat paha, memperlihatkan kulit paha yang halus.Yosua merasakan tenggorokannya kering Raelina tersipu. “Apa yang kau lihat, cepat pijat kakiku.”Yosua menelan ludah dengan ekspresi pahit. Malam pengantinnya harus dihabiskan untuk memijat kaki istrinya yang
Raelina terbangun merasakan tenggorokannya kering. Dia mengerjap menatap lampu tidur di samping ranjang. Dia tidak ingat tertidur di atas ranjang.Raelina ingin bangun tetapi lingkaran tangan besi memeluknya begitu erat dari belakang hingga dia tidak bisa bergerak.Ekspresi Raelina muram saat dia memberontak. “Lepaskan aku!”“Sttts, jangan bergerak kasar. Kau akan menyakiti bayi kita.” Suara serak Yosua terdengar dari belakang. Dia memeluk erat tubuh Raelina untuk menghentikannya memberontak, tanpa menekan perutnya.“Apa pedulimu! Bukankah kau akan tetap meninggalkan kami!” Raelina tidak bisa menahan keluhannya dan mulai menangis.“Kita baru saja menikah, mengapa militer tidak memiliki hati nurani menugaskanmu yang baru saja menikah.”“Raelina, kita sudah menikah lima tahun yang lalu.” Yosua memberitahunya dengan sabar.“Bagaimana itu bisa sama! Apa saat itu kita benar-
Melalui kaca mata penglihatan malam, Yosua tidak kesulitan melihat dalam kegelapan. Tapi yang menyulitkannya, para teroris menggunakan senapan serbu mematikan, menembak sembarangan ke segala penjuru.Bang!Yosua merunduk ketika tembakan mengenai kusen jendela samping kepalanya. Dia berbalik menggunakan senapan semi-otomatis, menembak musuh terdekat dalam jangkauan penglihatannya.“Kapten!” Seorang prajurit merayap menghindari hujan peluru, mendekati tempat Yosua.“Bagaimana keadaannya?” Yosua bertanya tanpa menurunkan kewaspadaannya.“Sandera sudah dibawa ke tempat aman dan helikopter sudah menunggu di atas. Kita harus segera pergi dari tempat ini, bom yang kami tanam akan meledak dalam waktu lima menit.” Prajurit muda itu melihat jam militernya, menghitung waktu.Yosua mengangguk paham dan segera menggunakan sistem komunikasinya untuk memerintahkan anak buahnya mundur.Satu per-satu anak buah Yosua
Malam semakin larut, dalam kesunyian, sosok wanita berdiri beranda yang pucat tanpa peduli angin dingin menerpa tubuhnya yang ringkih.Tuk menunggu seseorang di jalan pulang.“Kakak ....” Zeron membatu memandang punggung lembut namun rapuh, menantang deru angin di kegelapan malam.Raelina memeluk dirinya sambil menoleh menatap sang adik dengan senyum di wajahnya yang pucat.“Kenapa kau belum tidur?”Zeron tidak menjawab, menatap lurus kedalaman mata wanita itu.“Bagaimana dengan Kakak? Sudah larut, jangan menunggu lagi. Dia ... Tidak akan kembali.” Suaranya melemah di akhir kalimatnya.Raut wajah Raelina hanya tersenyum, namun bibirnya yang membiru bergetar, melengkungkan senyum getir.“Aku tahu.” Suaranya serak, terdengar memaksakan mengeluarkan suara yang tersendat di ujung tenggorokan.Tapi dia tidak percaya.Tidak masalah orang lain menganggap Yosua tidak akan kembali, karena dia percaya Yosua akan menepati janjinya.
Hai, para readerku. Bagaimana kabar kalian? Semoga kalian sehat selalu🙏😊Apa kalian suka dengan cerita "My Ex-Husband Is A"?Tidak puas dengan edingnya?Apa kalian ingin sekuel cerita Raelina dan Yosua?Tolong tulis pendapat kalian di kolom komentar ya😊🙏😘Aku ada rencana buat season 2. Tapi aku masih belum pasti nulis season kedua, karena aku ingin melihat minat pembacaku pada cerita season dua.Jadi aku ingin minta pendapat kalian di kolom, please🙏😊Jangan lupa juga mampir ke ceritaku yg kedua ya judulnya, "Istri Jahat Presdir" ceritanya tak kalah baper dg novel My Ex-Husband Is A Soldier.Sekian, terima kasih.Salam sayang dari Author Queen Moon😘
Dua tahun kemudian. Drap! Drap! Drap! Seorang wanita cantik berjuang di atas sepatu high heels, mengejar sosok berjas putih yang berjalan di depannya. “Dokter Brian, kumohon dengarkan saya!” Dia menarik lengan jas putih Dokter Brian hingga berbalik menghadapnya. Pria itu memandangnya dengan kening berkerut, tidak senang. “Kalau tidak penting, jangan membuang waktuku.” Dia berkata tidak sabar. Raelina terengah-engah mengatur napasnya. Begitu napasnya mulai tenang, dia menegakkan punggungnya. “Dokter Brian, tolong terima saya di tim relawan medis yang Anda pimpin,” pintanya dengan tegas. Raut wajah pria itu tidak berubah. Dia menatap Raelina datar dan mengucapkan satu kata dengan nada tanpa intonasi. “Tidak.” “Kenapa tidak?!” Raelina sangat marah dengan penolakan tegas pria itu. “Dokter Raelina, semua orang di rumah sakit tahu tentang suami Anda yang telah gugur di Negara Asia Tengah. Aku tid
“Nya … nya … tutu Ma …”Raelina menunduk menatap Zenith yang berdiri di dalam troli belanja menunjuk-nunjuk botol susu-susu yang berjajar di rak dengan telunjuknya yang mungil.Balita mungil itu sudah berusia dua tahun dan belum bisa berbicara lancar.Raelina terkekeh melihat putrinya menatap botol-botol dot bayi dalam rak dengan tatapan rakus. Dia mengambil botol susu Zenith yang masih penuh dan memberikan dot pada balita itu.Zenith melihat susu yang disodorkan ibunya dan meraih dot itu dengan tangan mungilnya. Balita itu dengan lucu duduk kembali di dalam troli dan menyedot dot susunya dengan patuh.Raelina tidak bisa menahan senyumnya melihat putri putrinya minum susu dengan lucu. Dia kemudian mendorong kereta belanja meninggalkan rak berisi dot bayi, dan berjalan ke rak lain berisi peralatan bayi.Dia memasukkan beberapa barang keperluan untuk Zenith yang berupa susu bubuk, popok dan lain-lain ke d
“Hey, kalian anak-anak nakal!” Dua orang berpakaian polisi berteriak dan membunyikan sirene polisi membuat para pemuda itu kelabakan dan dengan cepat melarikan diri.Salah satu petugas patroli mengejar mereka sementara satunya pergi menanyakan keadaan Raelina.Raelina menghela napas lega sambil memeluk putrinya erat. Zenith masih menangis di gendangannya.“Oke, sayang nggak apa-apa sekarang.” Raelina membujuk putrinya yang menangis. Jantungnya masih berdegup kencang karena kejadian tadi.“Apa kamu baik-baik saja, Bu?” tanya petugas patroli ibu dan anak di depannya.Raelina mendongak dan menganggukkan kepalanya sambil mengucapkan terima kasih.“Aku baik-baik saja, terima kasih, Pak,” ucapnya dengan penuh syukur.Entah apa yang akan terjadi nanti jika kedua petugas patroli itu tidak menolongnya dan mengusir para pemuda mabuk itu.“Ke mana Anda akan pergi, Bu?” Petugas po