Share

Episode 5

Sebuah panggilan video berdering diponsel Kasandra. Kasandra segera menyeka air matanya begitu melihat siapa yang menelponnya.

“Oooh, Devano..!!” Gumammnya sambil berusaha merapikan rambutnya yang nampak acak-acakkan.

“Hallo..!!” Jawab Kasandra

“Hai Sayang..!! istriku tercinta..!” Sahut Devano dengan nada riang. Kasandra berusaha tersenyum agar Devano tidak curiga padanya.

“Hai mengapa matamu bengkak sayang ?”

“Kamu sedang menangis..?” Devano bertanya bertubi-tubi begitu melihat wajah murung istrinya.

“Aaah.. enggak sayaang ! Aku tidak menangis..” Sanggah Kasandra mencoba terus berbohong.

Ia memaksakan sebuah senyuman untuk Devano suaminya.

“Pasti kamu kangen sama aku.”

“Aku bersalah karena harus meninggalkanmu.” Ujar Devano nampak memaki dirinya.

“Tidak Dev. Jangan berpikiran begitu.”

“Aku tidak apa-apa kok.” Jawab Kasandra berusaha nampak riang.

“Aku cuma merasa agak capek.” Tambahnya berusaha meyakinkan Devano.

“Okelah. Kalau kamu capek sekarang istirahat !”

“Tidur yang nyenyak !” perintah  Devano dari seberang sana.

“Selamat tidur sayang...!! mmuaaach..!!!” Devano menutup pembicaraan dengan istrinya.

Setelah berbicara lewat sambungan video call dengan Kasandra Devano nampak merenung. Ia khawatir memikirkan  keadaan Kasandra yang nampak sedih dan murung.

“Kasandra pasti sedih karena aku tinggalkan.” Bisik hatinya sendiri.

“Oooh, maafkan aku sayang.” Gumam Devano menyesali diri.

Tiba-tiba Devano teringat pada Dendi. Ia lalu  lalu menghubungi sahabatnya itu.

“Hallo Dev..!!” Jawab Dendi dengan suara parau.

“Kamu dimana Den..? Kamu dirumah kan..?” Devano menghujani Dendi dengan pertanyaan.

“Iyaa, aku dikamar.” Jawab Dendi.

“Den, barusan aku menelpon istriku. Ia nampak sangat sedih.”

“Aku minta tolong padamu untuk sedikit menghibur istriku. “

“Yaah sekedar ngobrol atau keluar makan malam ! “ Devano bicara panjang lebar.

“Mungkin dia merasa suntuk karena aku tinggalkan.” Sambung Devano.

“Baik Dev...!” Jawab Dendi dengan perasaan kacau balau.

“Terima kasih Den !” Ujar Devano diseberang sana.

“Sama-sama Dev” Jawab Dendi menutup pembicaraan.

Setelah menelpon Dendi, Devano nampak termenung.

“Sepertinya Dendi juga lagi sedih.”

“Suara terdengar parau.”

“Kasandra dan Dendi  sama-sama sedih ?”

“Ada apa yaa..?” hatinya mulai bertanya-tanya.

“Haaa...!, Pasti Dendi sedih karena jauh dari istrinya. Sedangkan Kasandra sedih karena aku tidak ada disisinya.” Devano menjawab sendiri pertanyaan hatinya. Ia menggeleng-gelengkan kepala sambil tersenyum kecil.

======

“Hai pengantin baru..!” Sebuah suara terdengar riang menegur Devano.

“Eee.. kamu Silvaa..!” Teriak Devano girang begitu melihat siapa yang menegurnya.

“Kok kamu ada disini..?” Tanya Devano sambil mengernyikan dahinya menatap wanita yang sebaya dengannya  itu.

“Aku buka praktek disini..” Sahut Silva tersenyum.

“Oh iya, aku lupa kamu adalah seorang dokter.” Jawab Devano tertawa kecil.

“Maaf aku tidak datang kepestamu. Aku sibuk mengurus kepindahanku kekota ini.” Sambung Silva.

“Suamimu ikut pindah..?” Tanya Devano.

“Ya iyalah... masa aku harus merana disini.” Ujar Silva tertawa riang.

“Hahhahaa..” Keduanya tertawa renyah.

“Ayo kita ngobrol-ngobrol dulu.” Ajak Devano sambil mengajak temannya itu menuju sebuah restauran yang ada didekat mereka mengobrol.

“Iya, kebetulan aku memang mau makan siang kesini.” Sahut Silva.

“Kamu semakin hebat Dev. Usahamu semakin maju.” Silva memuji Devano setelah mereka duduk menghadap sebuah meja makan.

“Aaah biasa aja. Kamu yang hebat Sil.. Udah jadi dokter terkenal sekarang.”Devano balik memuji Silva.

Mereka nampak akrab dan bahagia.

“Oh ya, apa kabar Tante Mirna Dev ? Udah lama aku tidak bertemu beliau.” 

“Mami sehat..”

“Cuma makin cerewet hahahhaa..” Devano tertawa lepas menceritakan tentang ibunya.

“Haaahhaa.. biasalah orang tua memang selalu begitu.” Sahut Silva juga tertawa geli.

“Oh, ya. Kamu mau makan apa..?”

“Disini sop buntutnya paling enak lho..” Tanya Silva menanyakan selera Devano.

“Oke.. boleh juga itu Bu Dokter..” Jawab Devano sambil menggoda sahabat masa kecilnya itu.

“Hahahaa..” Mereka serempak tertawa.

“Berapa lama kamu disini Dev..?”

“Jangan lama-lama, nanti lambat punya anak.” Ujar Silva gantian menggoda Devano.

“Sekitar 3 hari Sil.” Jawab Devano.

“Kamu tau nggak Sil.”

“Belum sebulan menikah Mami sudah uring-uringan nuntut momong cucu hahhaa..”  Celoteh Devano sambil tertawa geli mengingat tuntutan ibunya.

“Wajarlah Dev. Kamu kan anak satu-satunya.”

“Tapi ngomong-ngomong  kalian berdua sehat kan..?” Silva bertanya sambil menatap Devano.

“Ya sehatlah.. masa orang sakit bisa kawin hahhaa..” Devano menjawab dengan mimik lucu.

“Maksudku...”

“Maksudmu aku mandul gitu..? hahaha” Devano kembali ngakak.

Silvapun ikut tertawa melihat gaya kocak Devano.

====

Dendi sudah bersiap akan meninggalkan kantor. Jarum jam sudah menunjukkan pukul 17.20 wib. Sudah agak lama ia menunggu dihalaman parkir tapi Kasandra belum datang juga. Dendi mengambil inisiatif untuk menyusul Kasandra keruangannya karena ia tidak membalas chat yang dikirim Dendi.

“Kamu harus tau diri. Siapa kamu.. dari mana kamu berasal.. ingat ituu..!!” sayup-sayup Dendi mendengar suara seorang wanita dari ruang kerja Kasandra.

Dendi mencoba merapatkan kupingnya kedaun pintu.

“Siapa yang berkata begitu kasar pada Kasandra.” Kata hati Dendi bertanya-tanya.

Tak lama kemudian pintu terbuka. Seorang wanita setengah baya keluar dengan gaya yang angkuh dan sombong. Tubuh wanita itu hampir saja menabrak tubuh Dendi.

“Oooh Tante Mirna..” Seru Dendi buru-buru menyapa wanita itu.

“Kamu Dendi. mau apa kesini..?” Jawab Mirna dengan pandangan mata menyelidik.

“Saya mau menemui Kasandra Tante.” Jawab Dendi sambil mengangguk hormat.

Ia sudah hafal sifat Tante Mirna. Ibunda Devano itu memang terkenal sombong dan angkuh sejak dulunya. Hal itu membuat Dendi merasa sungkan untuk bertandang kerumah Devano.

Mereka memilih bersahabat diluar saja.

“Oooh..” Jawab Mirna pendek  lalu berjalan meninggalkan Dendi.

Setelah Mirna berlalu perlahan Dendi memasuki ruangan kerja Kasandra. Ia melihat wanita yang ia cintai itu berusaha menyeka air mata. Hati dendi begitu trenyuh melihat kesedihan dimata Kasandra.

“Ayo pulang !” Seru Dendi lirih setelah beberapa saat mematung.

“Iya..!” Sahut Kasandra pelan  dan segera mengambil tasnya lalu mulai melangkah keluar ruangan. Dendi mengikuti dari belakang. Hatinya merasa sedih tidak karuan.

“Saan..!” Ujar Dendi setelah sangat lama mereka berdiam diatas mobil yang dikemudikan Dendi. Kasandra menoleh pada Dendi yang menyetir disebelahnya.

“Aku mengerti apa yang kamu rasakan.” sambung Dendi lirih.

Kasandra menganggukkan kepalanya lalu menunduk.

“Terkadang aku sudah tidak tahan.” Jawab Kasandra nampak sangat sedih.

Dendi menghela nafas panjang. Ia sangat kasihan pada Kasandra. Hatinya juga ikut terluka melihat wanita yang ia cintai itu dihina sedemikian rupa.

“Sabar ya San..” kata Dendi yang lebih mirip seperti rintihan.

Kasandra menganggukkan kepalanya perlahan. Lalu ia membuang pandangan matanya  jauh keluar kaca jendela mobil. Berharap ia mampu membuang sedikitnya sebagian luka hatinya.

Tak lama mereka sudah sampai dirumah.

Dendi membukakan pintu dan Kasandra segera melangkahkan kakinya memasuki rumah.

Ia langsung masuk kekamar dan Dendi juga langsung menuju kamarnya dilantai dua rumah itu.

======

Pukul sepuluh lewat hampir mendekati pukul sebelas malam itu. Dendi merasakan perutnya mulai bernyanyi. Ia tak sadar bahwa ia sudah ketiduran sejak pulang dari kantor sore tadi. Dendi bergegas menuju ruang makan. Diperiksanya lemari makanan nampak kosong melompong menandakan Kasandra tidak menyentuh dapur sejak pulang dari kantor tadi. Dendi yakin Kasandra pasti tengah bersedih hingga tidak berselera makan. Dendi mencari mie instan disebuah lemari tempat menyimpan bahan makanan.

Dendi lalu memasak dua porsi makanan. Setelah matang Dendi meletakkan dua mangkok mi instan panas dimeja makan. Ia lalu berjalan menuju kamar Kasandra yang nampak tertutup.

“Saan...!!” Panggilnya sambil mengetuk pintu kamar.

Tidak ada sahutan dari dalam kamar itu. Dendi kembali mengulang dan mengulang lebih keras lagi. Namun tetap tiada jawaban dari dalam kamar itu. Dendi merasa mulai khawatir dan segera membuka pintu kamar itu.

Disana ia lihat Kasandra tengah tertidur. Dendi mendekati dan memperhatikan Kasandra yang nampak gelisah dalam tidurnya.Kelopak matanya seperti bengkak menandakan ia menangiis cukup lama.

“Saan...!” Dendi memanggil Kasandra perlahan.

 Ia sedikit menarik tangan Kasandra hingga wanita itu terbangun.

“Ayo makan..!”

“Aku tahu dari tadi kamu pasti belum makan.”

“Aku sudah memasak mi untuk kita berdua.” Ujar Dendi lembut.

“Aku tidak lapar Den.” Sahut Kasandra  nampak masih sedih.

“Ayolah.. nanti kamu sakit.” Bujuk Dendi.

Kasandra tetap tidak mau makan. Hinaan ibu mertuanya telah membuat selera makannya terbang entah kemana.

Dendi menghela nafas panjang lalu keluar dari kamar itu. Dan tak lama kemudian ia kembali dengan membawa sebuah nampan yang berisi sebuah mangkok mi dan segelas air putih.

Ia meletakkan nampan itu diatas meja rias. Dendi mendekati Kasandra lalu sedikit mengangkat tubuh Kasandra keposisi duduk. Kemudian  ia sandarkan tubuh Kasandra kedinding setelah terlebih dahulu meletakkan sebuah bantal disitu.

“Badanmu panas sekali San.” Seru Dendi sambil meraba kening Kasandra.

Kasandra hanya diam dan membiarkan saja perlakuan Dendi. Ia tidak bersemangat untuk melakukan apapun. Dendi lalu mengambil mangkok mie diatas nampan dan duduk didepan  ranjang Kasandra,  lalu perlahan menyuapi wanita itu dengan penuh kasih.

“Makan dulu..!” Ujarnya sedikit memaksa Kasandra membuka mulut.

Kasandra membuka mulut dan mematuhi semua instruksi yang diberikan Dendi. Perlahan air matanya jatuh membasahi pipinya. Ia teringat ketika masih memadu kasih dengan Dendi. Dendi sering kali menyuapinya makan dan minum.

Dendi terus saja menyuapi Kasandra dengan penuh kasih sayang. Perutnya yang lapar tidak ia pedulikan. Setelah menyuapi Kasandra Dendi lalu menidurkan kembali tubuh wanita itu dipembaringannya.

Dendi segera keluar kamar dan menutup kembali pintu kamar itu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status