Kasandra mendesah dalam gelisah hatinya. Yach.. istri mana yang bisa tertidur lelap sementara suaminya tengah bersama wanita lain. Apalagi wanita itu adalah gadis pilihan orang tua Devano. Kasandra merasa dirinya amat tersisih. Ia sangat sadar bahwa dirinya terlalu banyak kekurangan. Selain berasal dari keluarga miskin, Kasandra merasa Cantika jauh lebih cantik dari dirinya. Walau dimata Devano Kasandra selalu menang dibanding wanita manapun didunia ini.
Perlahan Kasandra merasa rongga matanya panas. Dua anak sungai mengalir dikedua belah pipinya. Air hangat itu bergulir turun dan menyentuh bibirnya. Ia merasa tak ubahnya seperti perahu kecil yang sedang terapung dilautan luas ditengah malam. Tiada tempat mengadu apalagi untuk bersedu sedan. Orang tuanya jauh dipulau sumatera. Walaupun dirinya bisa menelpon ibunya untuk berkeluh kesah, tapi Kasandra tak pernah mau melakukan itu. Ia tidak ingin memberi beban kepada ibunya yang hidup menjanda. Kasandra sudah terbiasa menelan pahit kehidupan seorang diri.Larut malam kini sudah mulai bergeser menuju pagi. Dari jendela kamar yang tirainya tersingkap, Kasandra melihat wajar fajar mulai menyinsing. Rona merah tembaga membias angkasa raya yang maha luas.Kasandra menghela nafas dalam. Ia beranjak dari jendela menuju tempat tidurnya. Ia ingin memanfaatkan sedikit waktu yang tersisa untuk tidur. Karena beberapa jam lagi dirinya harus berangkat kekantor.===Jam 7.30 pagi.Dendi berjalan hilir mudik didepan kamar Kasandra. Sebentar-sebentar ia melirik jam tangannya. Penampilannya yang sudah rapi sungguh tidak sepadan dengan wajahnya yang kusut semberawut. Sepertinya laki-laki itu juga tidak bisa memejamkan matanya semalam suntuk. Ia memikirkan hati Kasandra yang kini tengah terluka.Tok..tok..tok..!! Saaaan..!!!" Dendi mengetuk lembut pintu kamar Kasandra dan memanggil namanya.Tok..tok..tok..!! Saaaan..!!!" Sekali lagi Dendi melakukannya namun tiada jua jawaban dari dalam kamar Kasandra.Dendi terpaku didepan daun pintu kamar Kasandra.Sejenak Dendi berfikir, apakah ia berangkat sendirian saja kekantor dan membiarkan Kasandra istirahat, atau terus memanggil Kasandra untuk berangkat kekantor bersamanya."Tapi hari ini ada meeting penting dengan pihak pemasaran. Kasandra harus hadir dalam pertemuan penting ini." Ujar Dendi kepada dirinya sendiri.Tok..tok..tok..!! Saaaan..!!!" Untuk ketiga kalinya Dendi mengetuk pintu kamar Kasandra. Namun kembali ia tidak mendapat jawaban apapun.Dendi kemudian berinisiatif untuk membuka kamar Kasandra. Ia berfikir pasti Kasandra ketiduran dan ia ingin membangunkannya. Ketika tangannya mulai bergerak untuk memutar gagang pintu kamar Kasandra, tiba-tiba ia berubah pikiran."Sebaiknya aku menghubungi Devano saja." Kata hati Dendi. Dendi beranjak sedikit menjauh dari daun pintu kamar Kasandra."Halloo..!!!" Suara halus nan merdu seorang perempuan menjawab panggilan telepon Dendi. Sontak Dendi terperanjat dan spontan melihat ke layar ponselnya untuk memeriksa kontak telepon yang sedang ia hubungi."Ini bener kok nomor kontak Devano, tapi siapa perempuan ini..??!" Dendi nampak bengong sendiri."Hallooo...!!" Suara perempuan itu kembali menjawab."Yaa.. ya.., Haa... halloo..!" Dendi tergagap."Bisa bicara dengan Dev..??" Tanya Dendi mulai agak tenang. Ia berfikir pasti perempuan yang menyahut diseberang sana adalah Cantika."Devano masih tidur, coba telpon nanti saja..!" Ujar Cantika sambil tersenyum memandang Devano yang masih nampak tertidur dengan pulas. Cantika memang sengaja masuk kekamar Devano ketika mendengar suara ponselnya berbunyi. Ia menjawab panggilan telepon diponsel Devano untuk menggiring opini kepada si penelepon bahwa dirinya sedang berduaan dengan Devano. Dan Dendipun berhasil digiring ke opini itu."Gila..!!" Devano tidur dengan Cantika..??!!" Dendi berteriak dalam hati. Ia segera mematikan sambungan pembicaraan itu dengan memencet logo telepon berwarna merah dilayar aplikasi whatsaapnya. Beberapa detik Dendi masih dibuat penasaran oleh kejadian yang baru saja berlalu."Ting..!" Sebuah pesan masuk dari nomor kontak Devano.Dendi bergegas membuka pesan gambar yang baru saja dikirim."Haaah..!?" Mulut Dendi terbuka lebar menatap layar ponselnya. Disana ia melihat Devano yang masih tertidur lelap dengan bertelanjang dada dan bagian pinggang kebawah tubuhnya tertutup kain selimut."Uuuh...!!!" Dendi memukul dinding dihadapannya untuk membuang kekesalan hatinya."Kreeeet..." Daun pintu kamar Kasandra terbuka. Kasandra sudah terlihat rapi dengan memakai stelan jas kantor berwarna coklat muda. Ia nampak begitu anggun dan cantik walau kedua belah kelopak matanya terlihat sembab."Ooh, kamu sudah siap San, tadi aku beberapa kali memanggil dan mengetuk pintu kamarmu." Ujar Dendi memberi tahu."Oh, mungkin tadi aku sedang mandi ." Jawab Kasandra terus berjalan menuju pintu. Dendi mengikuti langkah Kasandra dari belakang. Ia bersyukur Kasandra nampak baik-baik saja. Walau Dendi tahu bahwa didalam hatinya, Kasandra pasti menahan rasa sakit yang teramat dalam.Dendi mengemudikan mobil dengan tenang setelah Kasandra menduduki jok disampingnya. Kasandra lebih banyak diam selama diperjalanan menuju ke kantor mereka. Dendi juga tidak mau mengganggu suasana hati Kasandra yang terlihat mendung. Hingga beberapa puluh menit kemudian mereka sampai dihalaman kantor yang sudah terlihat ramai.====
Devano mengeliatkan tubuhnya. Rasa kantuk belum reda dan masih bergayut dimatanya."Sayaaaang..!!" Ia meraba-raba kesamping seperti mencari sesuatu. Begitu tangannya menyentuh tubuh lain disampingnya Devano lalu mencium dan dan memeluknya. Mirna yang kebetulan memergoki kejadian itu dari celah pintu yang sedikit terbuka, tersenyum simpul dan kemudian berlalu. Ia yakin Devano pasti akan tergoda juga pada Cantika mantu idamannya itu.Dalam setengah tak sadar Devano terus merapatkan pelukkannya pada sosok yang berbaring disampingnya. Ia membelai sekujur tubuh itu dan terus menciuminya. Namun kemudian Devano tersentak kaget dan buru-buru membuka matanya. Ia terbelalak begitu matanya bertemu pandang dengan Cantika yang kini berada dipelukannya."Mengapa kamu ada dikamarku..!?" Teriak Devano nampak gusar dan langsung melepaskan pelukannya dari tubuh Cantika.
"Kita sudah melewati malam yang indah bersama Dev. Kamu jangan begitu ah.. " Jawab Cantika manja dan meraih tubuh Devano hingga kembali kepelukkannya.
Devano melepaskan rangkulan tangan Cantika yang melilit pinggangnya. Tapi Cantika malah semakin erat memeluk tubuhnya yang setengah telanjang. Devano nampak marah dan mendorong tubuh Cantika hingga pelukan gadis itu terlepas dari tubuhnya. Devano buru-buru berdiri dan menyambar kaos oblong yang tergetak diatas tempat tidurnya. Dan ia segera memakai kaos oblong itu.
"Kamu tahu mengapa aku tidak menyukaimu..??!!" Ujar Devano sambil menunjuk wajah Cantika yang masih berbaring ditempat tidur menatapnya.
"Karena kamu wanita murahaan..!" Sambungnya nampak sangat marah fan wajah memerah.
Cantika tersentak kaget mendengar caci dan makian Devano. Ia terlonjak bangun dari tempat tidur dan memandang tajam Devano. Lalu gadis itu berlari keluar sambil menangis.
"Ada apa ini..??" Mirna yang baru saja datang langsung bertanya kepada Cantika yang berpapasan dengannya. Ia tergopoh-gopoh datang karena mendengar suara ribut-ribut dari kamar Devano. Cantika langsung memeluk Mirna dan menangis.
Sedangkan Devano nampak kesal lalu membanting bantal keatas tempat tidur dan kemudian ia menyambar kunci mobilnya lalu berlalu dengan wajah merah padam.
*********************************Upacara pemakaman Kasandra cukup menguras air mata. Dendi dan Devano turut serta menyambut jenazah Kasandra dan membaringkannya di liang lahat. Ucapan doa tak putusnya mereka penjatkan kepada Tuhan yang maha esa agar Kasandra mendapat ampunan atas segala kesalahan yang telah ia perbuat selama hidup di dunia.Setelah tanah di timbun, mereka duduk mengitari gundukan tanah yang masih basah. Devano mengusap papan nisan Kasandra dengan hati nelangsa.“Selamat jalan istriku, semoga arwahmu tenang di sana.” ucap Devano lirih.Sebelum meninggalkan pusara Kasandra mereka semua memanjatkan doa bersama yang di pimpin oleh Rio.*Tiga bulan berikutnya Devano menikah dengan dengan Dr. Silva yang pesta pernikahannya di samakan dengan Andini dan Rio. Mereka hanya menggelar pesta sederhana namun cukup hikmat dan penuh bahagia.Devano dan Dr. Silva menempati sebuah kamar di rumah Mirna. Hal itu adalah permintaan Mirna dan Sofina agar mereka bisa mengasuh Dea
Satu jam kemudian Dr. Silva dan Andini sudah sampai di halaman rumah sakit. Hari sudah mulai gelap lampu halaman rumah sakit di nyalakan dengan sinar temaram.Dengan bergegas mereka memasuki gedung rumah sakit dan setengah berlari menuju ruangan Kasandra.Di sana sudah terlihat Devano, Dendi dan Rio serta Dr. Veno mengelilingi tempat tidur Kasandra. Kasandra berbicara terbata-bata dan ia kini sedang memegang tangan Devano. Suaranya lirih kadang tidak jelas terdengar.“Ada apa Ven?” tanya Dr. Silva kepada Veno yang berdiri di bagian kepala Kasandra.“Terminal lucidity !” ujar Dr. Veno tapi lirih berbisik ke telinga Dr. Silva.“Haaah..??” Dr. Silva berteriak tertahan lalu menutup mulutnya dengan telapak tangannya.Sebagai Dokter tentu ia tahu istilah terminal lucidity yang barusan di sebutkan oleh teman sejawatnya itu.Terminal lucidity adalah istilah bagi pasien yang tiba-tiba sehat tapi akan meninggal dalam
“Oh Andini ingin bertemu? Ada apa ya?” Dr. Silva baru memeriksa ponselnya setelah keluar dari ruangan Kasandra, dan melihat Andini mengirim pesan untuk bertemu dengannya.Andini juga mengirimkan lokasi yang nampaknya di pantai tempat ia dan Kasandra pernah bertemu sebelum ia berangkat ke Amerika.(Otw)Send...Dr. Silva segera membalas pesan Andini mengatakan bahwa dirinya sedang menuju ke tempat Andini menunggu. Ia lalu berpamitan kepada Dr. Veno dan langsung dengan mobilnya menuju lokasi yang di kirimkan Andini.Jalanan yang cukup macet menjelang sore itu membuat perjalanan sedikit terhalang.Sementara itu Andini masih menunggu kedatangan Dr. Silva di tepi pantai. Ia menikmati suasana sore yang cukup cerah di pantai yang tidak terlalu ramai itu.Hanya beberapa orang saja nampak bermain di bibir pantai sekedar berkejaran dengan ombak. Kebanyakan dari mereka adalah pasangan muda mudi yang mungkin tengah mengukir janji.Hampir
"Aku tidak tahu harus berdiri di mana dan berpihak kepada siapa.” ucap Andini lirih sambil menyeruput orange jus di depannya. Kemelut nampak bergayut di matanya yang menerawang memandang arah tak tentu.Rio yang duduk berhadapan dengannya yang hanya di pisahkan oleh sebuah meja, terlihat mengangkat bahunya. Lelaki itu masih membolak-balik album menu makanan yang ingin ia pesan untuk hidangan siang itu.Tak lama kemudian Rio menemukan menu yang sesuai dengan seleranya lalu memanggil pelayan dan memesannya. Andini yang sudah terlebih dahulu memesan makanan untuknya, kini sibuk mengaduk-aduk orange jus. Pikirannya menerawang memikirkan Devano dan Dr. Silva. Andini merasa, mereka berdua sudah menjadi bagian dari dirinya. Kalau salah satu dari mereka bersedih, Andini pun akan merasa kehilangan kegembiraannya.“Aku juga tak habis pikir kenapa Silva berpaling secepat itu dari Dev. Kabarnya Silva akan menikah dengan Dokter Veno.” sambung Andini dengan nada p
Siang itu Dr. Veno memanggil keluarga terdekat dari Kasandra yang merupakan pasiennya. Mereka di kumpulkan di ruang kerjanya guna untuk membicarakan langkah-langkah yang memungkinkan untuk merangsang kesadaran Kasandra yang hampir dua minggu mengalami koma.Di dalam ruangan itu sudah duduk Devano sebagai suami pasien dan Dendi yang menggendong Dean. Tak lama kemudian Dr. Silva masuk dan langsung di persilahkan oleh Dr. Veno untuk duduk di sebelahnya. Dr. Silva segera menduduki kursi yang telah di sediakan Dr. Veno untuknya, tanpa menoleh apalagi menyapa Devano yang telah lebih dahulu berada disana.“Baiklah, saya akan menjabarkan kondisi terkini dari pasien yang bernama Nyonya Kasandra.” ucap Dr. Veno memulai pembicaraan.“Secara medis, kami dari pihak rumah sakit telah melakukan serangkaian usaha penyembuhan dan pemulihan kesadaran dari pasien kami, Nyonya Kasandra.”“Tapi perlu saudara-saudara ketahui bahwa, pengobatan medis tidak
Tok tok tok...Pintu ruang kerja Devano diketuk.“Masuk!” teriak Devano dari dalam tanpa mengangkat wajahnya. Pagi itu ia cukup sibuk dengan pekerjaannya yang sudah beberapa hari ia tinggalkan.“Dev!”Sapaan yang barusan menerpa pendengarannya membuat Devano segera memalingkan wajah dari layar laptop yang ada di mejanya ke sumber suara barusan.“Silva...!!” teriak Devano hampir tak percaya. Wajahnya langsung sumringah.Seminggu yang lalu Dr. Silva sudah berangkat ke Amerika untuk mengikuti study program terbaru bayi tabung. Sejak kepergian Dr. Silva, mereka putus kontak karena Dr. Silva telah mengganti semua saluran informasi kepadanya. Kepada Sofina Mama-nya, Dr. Silva juga berpesan agar tidak memberi tahu Devano nomor kontaknya di Amerika.“Kamu sudah pulang, Sil?” ucap Devano dengan mata berbinar.“Iya Dev. Aku mendengar berita tentang tragedi yang menimpa Kasandra dan putranya Dean. Aku memutuskan pulang untuk menjenguk mereka.” jawab Dr. Silva.Sejena