Share

Part 4 -- Wedding Day

Tibalah hari pernikahan, Hera tengah berada di ruang mempelai wanita, dan menunggu untuk dijemput ayahnya. Ia sudah siap, dengan balutan make up yang tidak terlalu tebal--natural make up--dan gaun pengantin pilihan Dante--iya, bukan Hera yang memilih gaun itu, mengajak Hera ke toko gaun pengantin pada saat itu hanyalah formalitas saja, yang memilih semuanya adalah Dante.

Hera tentunya cemas, dirinya bergetar khawatir. Menatap dirinya di cermin dengan keadaan tidak tenang. Tak lama, pintu ruangan terbuka, menampilkan sosok sang Ayah yang sudah siap menjemput Hera.

"Anakku, apakah kau sudah siap?" tanyanya.

"Ayah ... aku takut." 

"Tidak apa-apa, ada Ayah di sampingmu. Genggam dengan kuat tangan Ayah jika kau merasa ketakutan."

Hera hanya mengangguk, masih cemas dan takut.

"Ayo kita keluar sekarang, mempelai pria mu sudah menunggu."

"Tapi, Ayah--"

"Jangan menunda waktu, nanti waktu baik akan terlewat. Dan itu tidak baik."

"B-baiklah."

"Sini Ayah bantu pegangkan gaunmu."

Mereka berdua keluar dari ruangan, menuju altar pernikahan, yang mempelai pria nya sudah menunggu, berdiri dengan tegap, kemeja hitam yang terpasang rapi di tubuhnya, rambut ikalnya yang sudah diluruskan, dan di tata semenarik mungkin,  sudah seperti pangeran saja. Hera sampai terkesima untuk seperkian detik, setelahnya Hera langsung mengalihkan pandangan ke Ayahnya, dan memperkencang pegangan tangan mereka, menahan gugup.

Mereka berjalan di tengah altar, para tamu menyiramkan bunga kepada keduanya, Dante tersenyum tipis melihat mempelai wanitanya sudah mulai mendekat, dan senyumnya semakin lebar, di saat Hera sudah berada di sampingnya, sudah selesai dengan tugasnya, Taesik mundur dan mendekati Leera dan Hero.

Janji suci di ucapkan, Segal rangkaian acara juga sudah dilaksanakan. Akhirnya, Hera dan Dante resmi menjadi suami istri. Semua tamu bersorak-sorai, Leera sampai berkaca-kaca, tidak menyangka anaknya akan menikah secepat ini, ada terbesit rasa bersalah di lubuk hatinya, melihat raut wajah Hera yang tidak kelihatan bahagia dengan pernikahannya. 'maafkan, Ibu ' batin Leera.

***

Sudah sore, acara berlangsung dengan lancar, dan selesai tanpa hambatan, tidak ada halangan sama sekali, pengantin baru kini tengah berada di hotel yang tidak jauh dari gereja tempat mereka melangsungkan acara. 

Memang, pernikahan ini digelar dengan sangat tertutup, makanya acaranya cepat selesai, tamu yang di undang juga beberapa kerabat dekat. Bukan karena apa, Dante bilang ... dia tidak suka mengundang orang terlalu banyak, dan tidak mau juga menarik atensi publik.

Hera merasa sedikit aneh dengan pernyataan Dante, melihat dari sifatnya yang sombong itu, aneh saja rasanya jika ia tidak memamerkan seluruh kekayaannya--biaya yang dihabiskan untuk keberlangsungan acara. Memang keluarga Hera tidak mengeluarkan sepersen pun untuk ini.

Di sini lah mereka, berdiam diri di salah satu kamar hotel VVIP. Hera tengah duduk di kasur, tidak ada karangan bunga berbentuk hati,  ataupun lilin aroma terapi, bahkan persiapan menyambut pengantin baru dari pihak hotel juga tidak ada, karena Dante benar-benar tidak mengatakan untuk menginap di hotel, jadi, saat mereka berdua datang dengan pakaian pernikahan, pihak hotel tentu langsung menyambut mereka apa adanya, tanpa persiapan. Merasa tidak enak. Pihak hotel menyarankan untuk mereka menunggu sebentar di lobi, dan akan mempersiapkan semuanya dahulu. Namun Dante menolak, "tidak usah repot-repot," katanya. Hera pun juga tidak keberatan.

Dante tengah mandi, dan Hera menunggu gilirannya. Jujur, degup jantung Hera sedang tidak karuan, memikirkan jika saja ... mereka akan melakukan kewajiban sebagai suami istri malam ini. Dengan Dante? Yang benar saja. 

Pintu kamar mandi terbuka, menampilkan Dante yang tengah bertelanjang dada, dan bawahan yang ditutupi oleh handuk putih.

Keluar dari kamar mandi, dan menuju lemari untuk mengambil pakaian--yang sempat ia bawa, sebelum ke hotel.

Hera terkejut, mengalihkan pandangannya ke segala arah, yang penting tidak melihat ke arah Dante. Canggung sekali rasanya.

"Ya! Pasang bajumu cepat, tidak sopan sekali, brengsek!" maki Hera. Dante yang di sindir itu pun, melirik ke Hera. Dan tersenyum tipis menanggapinya.

"Kenapa, Sayang? Kau malu?"

"Kenapa aku harus malu?!"

"Lalu? Kagum dengan perut sixpack ku ini, hmm?" Dante mendekati Hera, mendengar suara telapak kaki mendekat, naluri menyelamatkan diri dari buaya pun seketika on Hera langsung pergi dari tempatnya, Dante yang melihat reaksi Hera, tertawa geli, ada niat licik untuk menjahili istrinya ini. Ia pun mendekat lagi, Hera mundur, menuju pintu keluar.

"Kau mau ke mana, Istri?"

Dante semakin mendekat, dan Hera malah terpojok ke pintu, tangannya gelisah mencari gagang pintu, matanya waspada melihat gerak-gerik Dante. 

"Jangan mendekat, sialan!" 

Dante jadi semakin semangat saja menjahili Hera, kalau begini. Lucu juga ekspresinya saat ketakutan. 

Brak!

Dante mengunci pergerakan Hera dengan ke dua tangannya, mendekatkan diri lebih jauh ke istrinya, menghapus jarak di antara mereka. Dante memulai memejamkan matanya, ingin merekatkan ke dua bibir mereka. Namun, belum saja sempat menciumi sang istri, Hera dengan sigap langsung membekap mulut Dante dengan tangannya, lalu menariknya sekuat tenaga.

"Jangan mimpi, Dante sialan! Bibir kotormu itu tidak pantas menyiumi manusia baik sepertiku! Minggir kau!" 

Dante berusaha melepaskan diri dari bekapan Hera, tapi istrinya itu malah memperkuat bekapannya.

"Lepaskan, sialan!" maki Dante.

Hera mendorong Dante sekuat yang ia bisa, namun pria itu malah tidak bergerak sama sekali. Ide jahat muncul di otaknya, langsung saja Hera menginjak kaki Dante berkali-kali, dan tidak melepaskan bekapannya.

"Ya! Lee Hera!" Dante mengusap kaki yang diinjak tadi, 

Melihat ada celah untuk lari, saat itu juga Hera langsung melarikan diri dan bersembunyi di kamar mandi.

"Cih, dasar wanita tidak tahu malu." Dante mengusap kakinya yang kena injak, meringis kesakitan, karena injakan Hera benar-benar tidak main-main. Ngilu nya terasa sampai ke atas, tepatnya ke bagian bawah perutnya. "Awas saja kau, tunggu pembalasanku," ucapnya bermonolog sendiri.

Kemudian, Dante memasangkan bajunya, baru saja ingin berbaring dan mengistirahatkan tubuh nya, tiba-tiba saja ponselnya yang berada di balas bergetar. Dan notifikasi pesan masuk dari bawahannya, terdapat di layar ponsel.

Isi pesan:

Tuan, klien Anda yang bernama Jimy ingin bertemu denganmu sekarang juga. Di tempat biasa.

Dante berdecak sebal membaca pesan tersebut, tidak ingat 'kah Devan--bawahannya, kalau Dante sangat kelelahan hari ini, dan ingin cepat-cepat tidur. Tapi, Dante tidak dapat menolak bertemu, mengingat klien tersebut adalah orang dari kalangan orang-orang terhormat. Bisa-bisa Dante mengalami masalah besar jika sampai Jimy marah karena ia tidak datang.

Ia pun bangkit, dan langsung bergegas keluar. Menutup pintu dengan kencang--meluapkan amarah.

Hera yang masih bersembunyi di kamar mandi, dan hanya terbengong saja pun lantas langsung terperanjat kaget mendengar dentuman pintu. Ia mengintip keluar, dan tidak menemukan Dante.

"Mau ke mana dia? Ah, apa peduli ku? Syukurlah, akhirnya aku bisa aman di sini, eneg juga melihat muka Dante," ucapnya dan keluar dari kamar mandi.

"Eh, iya? Aku belum mandi, mandi saja ah, biar segar," lanjutnya, dan masuk lagi ke kamar mandi, tapi belum sempat masuk, ia teringat kalau ia tidak membawa pakaian sehelai pun. Ia merutuki dirinya yang terlalu bodoh, dan lupa membawa pakaian.

Ingin menelpon Ibu atau Ayah nya, ia tidak tega, karena hari sudah malam, pasti orang tua nya sangat kelelahan. Ia tidak ingin merepotkan. Biarkan saja mereka berdua beristirahat.

Akhirnya, ia tidak jadi mandi. Dan memilih tidur saja dengan gaun pengantin yang lumayan berat itu. Tapi sebelumnya, ia membersihkan make up nya terlebih dahulu. Baru kemudian tidur.

****

Pukul 22:37

Dante kembali, dan mendapati Hera yang tengah tertidur pulas dengan pakaian yang sama. Ia terkekeh, "wanita bodoh," sindirnya. Lalu, meletakkan dua paper bag berisi beberapa helai baju untuk Hera dan dirinya sendiri. 

Kemudian, pria itu membersihkan tubuhnya terlebih dahulu, dan kemudian ikut tertidur di samping Hera.

****

Hera terbangun pada pagi harinya, dengan tubuh yang pegal-pegal di karenakan memakai gaun pernikahan semalaman. Ia melirik ke samping dan mendapati Dante masih tertidur pulas, dan membelakanginya.

Hera terlonjak, 'Apa-apaan, beraninya tidur di samping ku?!' ucapnya membatin.

Tidak ingin membangunkan Dante, ia kemudian beranjak dari ranjang dengan perlahan. Di lihatnya ada paper bag di nakas, ingin tidak peduli, namun jiwa penasarannya mendominasi. Di bukanya paper bag itu, dan mendapatkan beberapa kaos wanita beserta celana training.

"Jadi, dia keluar ingin membelikan ku ini? Dasar, tidak jelas." Hera meletakkan kembali paper bag itu di tempatnya.

"Dasar tidak tahu terima kasih, sudah dibelikan baju, bukannya berterima kasih, malah di maki."

Dante bangkit dari ranjang, Hera yang mendengar sindiran itu seketika merasakan sedikit sengatan di lubuk hatinya. Tersinggung.

"Terserah."

"Cepat mandi, dan ayo makan. Aku lapar," katanya.

"Tidak lapar, dan tidak tertarik makan bersama orang gila. Terima kasih."

Bohong, sebenarnya Hera sangat lapar, karena semalaman ia tidak mengisi perutnya dengan makanan satu pun. Perutnya juga sakit pagi ini.

Lalu, Hera pergi menuju ke kamar mandi untuk membersihkan diri, ia merasa tubuhnya sangat lengket karena tidak mandi kemarin malam.

Dante tidak menjawab, hanya pergi keluar. Dan mungkin menuju Restoran Hotel. Hera menghela nafas, ia berpikir kembali, apa 'kah ucapannya tadi membuat Dante tersinggung dan sakit hati? 

Ternyata Dante juga punya hati, ya? Namun, Hera menghilangkan pikiran itu jauh-jauh. Tidak mungkin pria brengsek seperti Dante mempunyai hati, mungkin ada, tapi tidak di gunakan untuk memikirkan orang lain.

"Shit," umpatnya setelah melihat noda darah di celana dalamnya.

Pantasan saja perutnya sakit, ternyata ia sedang dalam periode wanitanya. Hera lupa jika sekarang adalah tanggal 17, di mana itu adalah tanggal menstruasinya.

"Astaga, aku tidak punya pembalut," ucapnya cemas. "Aku harus bagaimana?" Hera bingung, mau meminta tolong pada siapa.

Akhirnya ia memutuskan untuk menelpon pelayan hotel, untuk membelikannya pembalut. Dan mereka mengiyakan.

Hera menunggu beberapa saat.

Sepuluh menit.

Lima belas menit.

Tujuh belas menit.

Tidak ada tanda-tanda pelayan hotel yang diperintahkannya datang, atau pun mengetuk pintu. Ia mulai kesal, sudah lama menunggu tapi malah tidak di antar, baru saja Hera ingin menelpon dan memprotes.

Pintu kamar terbuka, dan menampilkan Dante dengan membawa sebuah kantong plastik.

Hera punya firasat buruk. Jangan bilang kalau ...

"Ini pembalutmu. Menyusahkan." Dante melemparkan kantong plastik itu ke Hera dan berhasil ditangkap. Sumpah demi apapun, Hera sangat malu sekarang. Mau di taruh di mana wajahnya, setelah ini? Bagi Hera, dibelikan pembalut oleh seorang laki-laki, adalah hal yang paling memalukan. Mungkin, sekarang Hera sudah merasa tidak ada muka lagi untuk menghadapi Dante, ataupun memaki-makinya.

.

.

.

.

Bersambung.

Kalau tidak ada muka lagi, mendingan kamu Hera, ambil aja satu muka para manusia-manusia tukang caper. UPS:v

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status