Share

Part 5 -- Terungkap

Pasangan pengantin baru itu sudah kembali dari hotel, dan kini tengah berada di rumah pribadi Dante.

"Ini rumahmu?" tanya Hera.

"Lalu, rumah siapa lagi?" balasnya dengan penuh ke angkuhan.

Hera tidak menanggapi, dia sedang malas beradu mulut dengan Dante. Ia menghela nafas sedikit lebih panjang.

"Kau ... benar-benar ingin mengajakku tinggal di sini? Bersama orang tuamu, ya?"

Hera baru ingat, jika Dante tidak pernah memperkenalkan orang tuanya kepadanya. Lantas itu membuat Hera takut untuk tinggal bersama orang tua Dante, lebih tepatnya canggung. Ia berpikir, apakah orang tua Dante tahu, kalau anaknya sudah menikah? Entahlah. Hera juga takut, jika nantinya ia akan dijadikan bahan olok-olokan mertuanya.

"Tidak. Ini rumahku sendiri."

Hera ber oh ria, "lalu orang tua mu?"

"Bukan urusanmu."

"Cih. Aku hanya bertanya saja, tidak perlu sewot seperti itu," sahutnya.

"Sudahlah, ayo masuk."

Dante berjalan terlebih dahulu, tapi Hera diam saja tidak mengikuti suaminya masuk ke dalam.

"Mau tunggu apa lagi? Buatkan aku makanan, aku lapar. Lima belas menit," perintahnya.

"Brengsek," ucap Hera pelan. Dante ini memang benar-benar tidak punya hati, ya? Masak dalam lima belas menit? Bahan masakan saja, Hera belum membelinya.

Dengan terpaksa, Hera melangkahkan kakinya ke rumah sang suami.

"Kenapa jalanmu lambat sekali? Seperti siput saja."

"Bukan urusanmu!" kata Hera, mengembalikan ucapan Dante sebelumnya.

"Dasar. Cepat masak, bahan makanan sudah tersedia."

"Tapi aku--"

"Jangan bilang, kau tidak bisa masak," sindir Dante.

"Aku bisa masak, ya! Jangan sembarangan menuduh!"

"Jadi, tunggu apa lagi? Mulai masak sekarang."

"Sialan."

"Suamimu memang tampan. Terima kasih, Sayang."

Dante pergi ke ruang tamu, menghidupkan TV, memencet random remot, mencari acara TV yang  bisa menarik perhatiannya.

Tidak menemukan acara kesukaan, akhirnya Dante mematikan TV, dan pergi menuju dapur. Mengawasi pekerjaan istrinya yang lelet, dan cerewet itu.

"Kau masak apa?" tanya nya pada Hera yang tengah memotong bawang, dan bahan-bahan yang akan digunakannya untuk memasak nanti.

"Banyak tanya. Diam, biar aku bisa fokus memasak," katanya.

"Perlu ku bantu?"

Hera merasa sangat bersyukur mendengar pertanyaan yang terlontar dari mulut Dante, sebenarnya dia memang sedang malas memasak. 'Tumben'  batin nya.

"Boleh."

"Apa yang bisa ku bantu?"

"Tolong buatkan aku makanan, dalam lima belas menit. Aku mau pulang ke rumah orang tua ku sebentar, untuk menjemput barang-barang ku. Bye, suamiku tersayang." Hera memberikan flying kiss terbaiknya ke Dante. Yang hanya diberikan tatapan jijik olehnya. Hera langsung bergegas pergi dari sana.

"Hei, aku cuma bercanda! Benar-benar sialan kau!"

****

Dante tengah sibuk dengan urusan 'perusahaannya', kepalanya pusing karena banyak klien yang protes, karena tidak puas dengan hasil pelayanan mereka.

Benar-benar! Apa kah para wanita penghibur baru itu tidak becus bekerja?! Apa mereka ingin sekali dipecat, dan disebarkan atau pun dijual video hotnya?! Membuat Dante ingin mengamuk saja kalau begini, bahkan ada sekitar empat klien mereka yang meminta separuh uang yang telah dibayar, untuk dikembalikan. Saking kecewanya dengan pelayanan wanitanya. Itu membuat Dante rugi besar, padahal dia sudah memberikan gaji dua kali lipat kepada para pekerja baru nya agar mereka lebih giat bekerja, tapi apa yang di dapatkan oleh Dante? Seperti sebuah pengkhianatan?

"Kalian itu baru sebulan bekerja, tapi sudah tidak ada niat bekerja lagi, hah?!" bentak Dante dengan suara bariton yang menggelegar, sampai-sampai membuat para wanita penghibur di depannya, cuma bisa tertunduk.

"M-maaf, Tuan," ucap salah satu dari mereka, mewakilkan yang lain.

"Aku tidak butuh maaf! Yang ku butuhkan adalah kerja keras kalian! Sekali lagi kalian membuat klien kecewa, dan membuatku rugi besar, siap-siap saja video kalian akan ku sebar dan perjual-belikan! Kalian Mengerti?!" ancamnya.

Semuanya tidak berani menatap wajah Dante, sangat takut saat bosnya sudah marah besar seperti ini.

"Tuan ... bukan kah kau sudah kelewatan?" Sebuah suara, dengan beraninya mengatakan hal tersebut. Wanita yang berada paling belakang, akhirnya maju dan berhadapan dengan Dante.

"Apa maksudmu, manis?" sindir Dante dengan menekan kalimat terakhirnya.

"Oh, Tuan tidak dengar? Ku bilang kau sudah kelewatan," ulangnya lagi.

"Siapa namamu gadis cantik? Ah, bukan gadis, tapi ... wanita?" Dante mengalihkan pembicaraan.

"Namaku? Park Airin. Ada masalah?"

Dante mengelus rambut gadis yang menyebutnya sebagai Airin itu, "namamu bagus sekali ... tapi sayangnya tidak mencerminkan mulutmu," katanya sambil menjambak rambut Airin.

Airin terpekik kesakitan, yang lain hanya melihat saja, tidak berani menolong. Takut jika diri mereka juga terkena masalah.

"Jaga mulutmu, wanita murahan! Kau itu hanya seonggok manusia tak berguna, yang mencari uang secara instan tanpa mau berusaha!"

"Tuan sedang mendeskripsikan diri sendiri, ya? Apa Anda tidak sadar, bahwa diri sendiri juga tidak berguna? Pura-pura baik, dengan menawarkan pekerjaan yang mudah namun mendapatkan gaji yang banyak? Semua orang pasti tertarik akan itu. Tapi ternyata ... Anda cuma mau memperkaya diri dan mencari uang secara instan dengan menjualkan kami ke pria hidung belang. Bravo sekali Tuan Kim Dante!" Airin bertepuk tangan, sambil tertawa terbahak-bahak.

"Kau!" Dante sudah kehilangan kesabarannya, lalu menampar Airin sekuat tenaga. Menimbulkan bunyi yang sangat keras, tidak terbayang seberapa sakitnya itu. Airin memegang bekas tamparan tersebut.

"Kau dipecat! Aku akan menyebar videomu, awas saja kau! Pergi sekarang juga! Dasar tidak berguna!"

"Aku memang ingin mengundurkan diri, namun sebelumnya ...." Airin mendekati Dante, dan membisikkan sesuatu yang menimbulkan kerutan di dahinya. "Masuk perangkap."

"Cih. Mau mengancanmku, hah? Ingin melaporkanku ke pihak kepolisian atas kasus menjual wanita? Hah, bodoh. Kau tidak punya bukti, jika pun ada, aku bisa saja menyuap mereka dengan uangku agar tidak menelusurinya. Otakmu dangkal sekali, Cantik."

Airin cuma tersenyum lebar, "terkadang uang tidak bisa menyelesaikan masalahmu, kau tidak bisa membeli dunia dengan uang haram mu itu, Tuan."

"Siapa peduli jika itu uang haram? Bahkan aku bisa membeli seluruh semesta alam dengan uang itu." Dante tetaplah Dante, pria brengsek tak tahu malu, yang sangat menggilai dan mengagung-agungkan uang, seperti semua masalahnya bisa terselesaikan jika ia punya banyak uang.

"Silahkan, jika kau bisa. Selamat tinggal, Tuan terhormat," pamit Airin. Dan keluar dari ruangan Dante.

"Apalagi yang kalian tunggu?! Bubar!"

Semua wanita langsung pergi dari sana. Dante duduk di kursi kebanggaannya, dan memijat kepala yang sedikit pusing itu.

Ia mengeluarkan ponselnya, dan menelpon seseorang, "Hallo, Bibi Jane. Aku sangat membutuhkanmu, sepertinya kau harus cepat-cepat kembali."

.

.

.

"Bodoh." Airin berhenti saat sudah berada di luar apartemen milik Dante--iya, apartemen khusus untuk tempat kliennya. Lalu, mengeluarkan ponselnya, yang ternyata sedang merekam semua pembicaraan mereka, kemudian menekan tombol pause.

"Kau terjebak, Dante sialan." Airin membuka aplikasi pesan, kontak bernama Parasit Dante di pilihnya, ia pun mengirim rekaman suara tadi ke nomor tersebut.

Lalu, Airin berjalan dan menghentikan Taxi yang kebetulan lewat. Airin meninggalkan  apartemen Dante dengan senyuman penuh kemenangan.

Di sisi lain, Dante yang sudah menerima pesan dari nomor tidak dikenal itu--Airin.

0189xxxxx

Surprise!

/FILE/__P*F

"Sebuah file?" Dante mengklik file tersebut, yang ternyata adalah rekaman suara, ia pun  mendengarkan rekaman tersebut.

Seketika, lagi-lagi dia naik pitam. "Park Airin, kau benar-benar sialan!" teriaknya dan melemparkan ponsel pintarnya yang sangat mahal itu ke lantai, dan menimbulkan retak di layarnya. Untung dia kaya, bisa beli yang baru lagi  jika ponselnya rusak.

***

"Cepat cari wanita yang bernama Park Airin, fotonya akan ku kirimkan. Bawa dia kehadapanku secepatnya, jika tidak kau akan ku bunuh!" perintah Dante kepada beberapa anak buahnya.

"Devan, kau urusi dan bantu mereka," lanjutnya lagi.

"Baik, Bos," ucap mereka serempak, dan lali bergegas pergi untuk melaksanakan perintah.

Setelah menenangkan diri beberapa saat, Dante kembali memungut ponselnya itu, untung ponsel mahal, jadi tidak mudah rusak saat terjatuh. Kemudian, dia mengirimkan foto Park Airin ke anak buahnya.

"Kau sudah salah berurusan denganku, wanita bodoh!" maki Dante.

Ia kemudian pergi dari ruangan nya untuk sedikit mencari ketenangan, apalagi selain memenuhi kebutuhan biologis? Mengajak salah satu dari pekerja nya untuk sedikit bermain. Kalau di hitung-hitung, sudah dua hari Dante tidak melakukan itu, seperti sebuah keajaiban saja ia bisa menahannya,  dan sekarang ... ia sangat-sangat lapar.

****

Hera sebenarnya tidak mau peduli, atau pun ingin ikut campur urusan Dante. Tapi, sudah seharian ini Dante belum pulang-pulang. Membuatnya jengkel saja.

Rumah milik Dante itu sangat besar jika hanya untuk di tempati dua orang saja. Malam sudah sangat larut, dan tidak ada tanda-tanda Dante akan pulang. Jadi, cuma dirinya sendiri yang tinggal di rumah ini, Hera takut jika saja, ada makhluk yang berniat jahil padanya, kan seram!

Ingin menelpon Dante, rasanya malas juga. Karena pertama; Dante  dengan kepercayaan diri yang tinggi itu, pasti mengasumsi jika Hera sudah mulai peduli dengannya. Dan Hera tidak mau itu terjadi.

Kedua, masalahnya Hera juga tidak mempunyai nomor ponsel Dante.

Jadilah, dia seperti kambing congok

yang hanya berdiam diri di kamar. Kasihan sekali dirimu, Lee Hera.

Ting ....

Sebuah notifikasi masuk, ke ponsel Hera.

0125xxxxx

Aku tidak akan pulang malam ini, kau tidur saja dulu, jangan menungguku, Sayang ;*

"Sinting," katanya setelah membaca pesan tersebut, merasa jijik juga melihat emotikon di kalimat terakhir. Ngomong-ngomong, dari mana Dante bisa mendapatkan nomor ponsel Hera? Setahunya, ia tidak pernah membagikan hal itu kepada Dante.

Apakah Dante diam-diam membuka ponselnya, dan mencuri nomornya? Benar-benar tidak sopan, manusia satu itu.

Astaga, seharusnya Hera mengunci saja ponselnya itu, agar tidak di buka sembarang orang.

Hera sudah tidak memikirkan tentang hal itu lagi, ia lelah, karena seharian ini sibuk membawa semua barang-barangnya dari rumah orangtuanya ke rumah Dante.

Baru saja ingin terlelap, tapi ia kembali terbangun karena dikagetkan oleh suara seperti barang jatuh dan pecah, dari arah luar.

Sumpah demi apapun, Hera benar-benar diam terbeku, jantungnya berdetak dua kali lipat dari biasanya, benar saja firasatnya, pasti akan ada makhluk jahil yang suka menganggu manusia.

Hera yang tengah mati ketakutan itu pun, hanya bisa bersembunyi di bawah selimut, dan merapalkan semua doa yang ia bisa. Berharap dan memohon, semoga setelah ini tidak ada lagi kejadian aneh yang menganggu hidupnya.

.

.

.

.

Bersambung~

Jadi, sudah tahu, bisnis Dante, yang membuatnya kaya raya, 'kan? Jangan ditiru, ya. Gak baik soalnya. Hahah

Btw, kalian pernah ngalamin hal seram kayak Hera juga, gak? Kalau ada, boleh dong, bagi-bagi. ><Pasangan pengantin baru itu sudah kembali dari hotel, dan kini tengah berada di rumah pribadi Dante.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status