Share

Jimin Siapa?

"Suka gak sama ponselnya?" tanya Pak Kevin dari sebrang sana.

"B aja," jawabku. Padahal ini pertama kalinya dibelikan ponsel mahal sama orang lain.

"Kamu gunain memorinya dengan baik. Jangan sampai ada foto atau video aneh. Awas," ancamnya padaku.

"Ya ampun, siapa juga mau simpan foto sama video aneh. Paling juga drakor atau foto Jimin," ujarku.

"Jimin? Siapa dia?" tanyanya heran. Ingin sekali Aku tertawa tapi, kutahan.

"Kekasih gelapku. Bye," ucapku lalu mematikan panggilan secara sepihak.

Aku menyetel alarm jam 05.00 WIB dan tidur.

****

Beep ... beep ... beep ....

Aku bangun mendengar bunyi ponsel.

"Punya siapa nih?" tanyaku heran.

"Oh iya, kan kemaren Pak Kevin ngasih ini ke aku," sambung dan beranjak dari tempat tidur dan men-charger ponsel tersebut. Lalu masuk ke dalam kamar mandi.

Setelah selesai, Aku segera mengambil anak jilbab hitam beserta jilbab putih lalu memasang di kepalaku.

"Selesai," seruku setelah selesai.

Aku mengambil lipgloss dan meletakkannya di dalam tas. Karena bibirku kering jadi benda itu gak boleh sampai ketinggalan.

"Bawa gak, ya?" tanyaku melihat ponsel dengan batrai sudah terisi penuh.

"Bawa deh," ujarku meletakkan benda pipih itu ke dalam tas.

Aku segera turun ke bawah untuk sarapan.

"Pagi Bunda, Ayah dan Bibi!" teriakku kala melangkahkan kaki di tangga pertama.

Mereka tersenyum melihatku.

Aku segera duduk untuk sarapan bersama.

***

Setelah selesai sarapan dan memasang sepatu. Aku melangkahkan kaki ke rumah Nana.

"Dor!" Nana mengagetkanku dari dalam pagarnya.

"Gak kaget kok, Na" ujarku karena dari jauh aku melihat Nana sudah bersembunyi.

"Yuk," ajakku menggandeng tangannya menuju sekolah

***

Setelah memasuki pekarangan sekolah, aku dan Nana langsung memasuki kelas dan langsung meletakkan tas.

Beep ... beep ... beep ...

ponsel itu berdering dari dalam tasku.

'Perasaan gak masang alarm jam segini deh,' batinku membuka tas dan mengambil ponsel..

[Suamiku is calling]

'Astaga.' Aku membatin seraya menggaruk tengkukku gugup.

Aku langsung menggeser tombol hijau ke kanan dan menempelkan tepat di telingaku.

"Halo," sapaku sopan biar gak ketahuan sama anak-anak yang lain.

"Kamu udah sampai di sekolah?" tanya Pak Kevin dari sebrang sana.

"Udah," jawabku singkat.

Tut ... tut ... tut ...

Dia mematikan telfonnya secara sepihak.

'Sabar-sabar,' batinku.

"Omo! Kamu punya Iphone, Fa?" tanya Juwita terkejut.

Aku terseyum dan menganggukkan kepala.

"Berapa harganya?" tanya Tika.

"Gak tahu," ucapku seraya duduk

*****

"Aduh, Nana tanggung soalnya hampir selesai, tahan dulu ya," ujarku ketika Nana minta temani ke toilet.

Dia termasuk tipikal orang penakut banget.

"Cepet! Kalau kebablasan gimana?" tanya Nana membuatku terkejut.

"Ya udah," ujarku berdiri dan berjalan di belakangnya.

"Permisi Bu," pamit Nana. Aku hanya mengekori dia menuju toilet.

***

Sampai di toilet, Nana masuk ke dalam sedangkan aku menunggunya di luar.

Ting!

'Kayaknya pesan masuk,' batinku.

Aku mengambil ponsel di saku bajuku dan melihat pesan masuk yang ternyata dari si 'Killer' itu.

[Nanti pulang sama Saya.]

Isi pesan yang dia kirim padaku.

[Gue pulang sama Nana.]

Aku mengetik pesan dan mengirim pesan padanya.

Ting!

[Bawa Nana sekalian.]

[Gak!]

Ting!

[Pulang sama saya atau saya seret kamu dari kelas?]

Pak Kevin mengancamku melalui pesannya padaku.

'Aish.' Aku mengumpat.

[Gue dengan Nana jalan kaki atau gue lempar nih ponsel,] ancamku pula.

Ting!

[Terserah kamu.]

Akhirnya kubisa bernapas lega.

"Yuk," ucap Nana ketika keluar dari toilet.

Aku dan Nana menuju kelas dan mengerjakan tugas dari Bu Rika.

***

16.00 WIB

Teng ... teng ... teng ....

Bel pulang berbunyi.

"Ayo, kita goes to home," ujar Nana menyandang tas dengan semangat dan aku pulang dengan Nana.

***

Saat kami sedang berjalan menuju rumah sambil berbincang-bincang masalah sekolah tadi.

Tin!

Klakson mobil membuat kami terkejut saat berjalan menuju rumah.

"Kaget aku," ucap Nana mengelus dada.

'Aish, cari gara-gara nih orang,' gumamku berjalan dan menendang plat mobil.

"WOI, PUNYA OTAK GAK LO?!" Aku berteriak dan menendang plat mobil itu hingga lepas. Tapi, emosiku tetap sama. 

"Fa," panggil Nana dan memegang leganku.

"Orang kayak gini gak boleh dibiarin gitu aja, Na. Harus diberi pelajaran," ucapku kesal.

"Pak Kevin," ujar Nana dengan mata melotot.

Aku terkejut melihat Pak Kevin yang sedang mengambil plat mobilnya yang lepas akibat kutendang.


Sungguh, ternyata kakiku benar-benar kuat. Aku tak menyangka saja.

'Gawat!' batinku panik seketika.

"Lari," bisik Nana padaku. Aku menganggukkan kepala.

"Satu, dua, tiga." Aku dan Nana segera lari pada hitungan ke tiga

***

"Stop." Nana menahanku agar berhenti untuk lari.

"Gimana?" tanya Nana padaku.

Aku menggelengkan kepala tanda tak melihatnya.

Aku dan Nana berjalan seperti biasa dan akhirnya sampai di rumah masing-masing

"Aku pulang ya, Fa," ujar Nana dan melambaikan tangannya. Aku membalas dan berjalan menuju rumahku.

***

"Assalamualaikum," ucapku duduk di depan pintu untuk melepas sepatu.

Saat aku berdiri dan melihat ada Pak Kevin sedang duduk di sofa bersama bunda.

***

Suatu hari, Pak Kevin kembali memanggilku ke ruangannya. Entah apa yang ingin ia bicarakan, tapi aku hanya melipat tangan di dada menatapnya dengan tak sopan.

"Bapak jangan aneh-aneh deh," ucapku dengan sedikit gugup.

"Kamu harus menikah dengan saya," tegas Pak Kevin membuat mataku melotot seketika. Bagaimana bisa dia mengambil keputusan sepihak? Sementara aku tak menginginkan dirinya menjadi suamiku kelak. 


Ah, memikirkan pernikahan saja belum. Aku hanya ingin menjadi seorang gadis lebih lama lagi. Setidaknya sepuluh atau liba belas tahun kedepan.

Glek.

Aku menelan ludahku sendiri.

"Kamu tahu 'kan ancaman dari Ayahmu?" tanyanya dengan senyuman smirk membuatku takut lalu memalingkan wajah menatap lantai dan memilin jilbabku. 

Aku melangkahkan kaki keluar dari ruangan itu menuju kelas.

'Aduh, gimana nih?' batinku berkecamuk.

****

Sampai di kelas, aku segera duduk di bangkuku dan mengambil pena serta membuka buku tulis.

"Kamu gak apa-apa, Fa?" tanya Elvi padaku.

Aku menggelengkan kepala.

"Mana soal yang diberi Pak Kevin?" tanyaku pada Nana.

"Nih," tunjuk Nana. Aku langsung menulis soal beserta jawabannya.

3 jam kami menghabiskan soal yang diberi Pak Kevin. Tapi, aku lebih dulu selesai.

"Akhirnya," ucapku memasukkan pensil ke dalam tas dan menyandarkan kepalaku di bahu Nana.

"Cepat dong," ujarku yang masih setia menyandarkan kepalaku di bahunya.

"Tunggu ya," ujar Nana melihat sekilas ke arahku.

"Fa, esay yang bagian C jawabannya apa?" tanya Nana. Aku mengambil buku tulis dan menyerahkan padanya.

Teng... teng ... teng ...

Bel istirahat berbunyi.

"Aduh, belum selesai lagi," ucap Nana gelisah.

"Udah kumpulin aja," ujarku mengambil bukunya dan bukuku lalu menyerahkan pada Doni.

"Cepat," ujar Doni mengambil buku satu per satu di atas meja.

Setelah selesai, Doni keluar dengan siswa lain yang mengikuti di belakangnya.

"Yuk," ajakku pada Elvi.

Kami berjalan menuju kantin bersama-sama seraya menceritakan pelajaran yang kami tempuh tadi. 

***

Setelah sampai di kantin, kami duduk di tempat biasa. Nana memesan menu dan membawanya ke meja kami.

"Makasih, Bu," ujarku pada Nana.

"Enak aja," ucap Nana dan melangkah ke belakang untuk meletakkan nampa.

Lalu Nana duduk di depanku.

"Fa, apa yang dikatakan Pak Kevin ke kamu?" tanya Elvi padaku.

Aku menceritakan semuanya pada Elvi tanpa kebohongan apapun. Tanpa terkecuali.

"Terima aja, aku dukung kok," ujar Elvi girang.

"Tapi, aku gak mau sama Pak Kevin," tegasku sambil menyeruput kuah bakso.

"Kenapa?" tanya Elvi penasaran.

"Aku suka sama Jimin," ujarku sambil tersenyum malu. Ya, daripada aku harus sama guru sombong itu. Lebih baik aku hidup bersama member BTS, Jimin.

Mendengar penuturanku, Elvi tepuk jidat.

"Udah, makan baksonya," ucapku pada Elvi dan Nana.

***

Teng ... teng ... teng ...

Bel masuk berbunyi.

Kami mengikuti pelajaran berikutnya sampai jam 16.00 WIB

***

Teng ... teng ... teng ....

Bel pulang berbunyi.

Ting!

Ponselku berbunyi tanda pesan masuk. Aku segera mengambilnya dan melihat pesan dari Pak Kevin yang membuatku sangat malas membukanya. Tapi, ini terpaksa. Jadi, aku harus melihat isi pesan pria itu.

[3 hari lagi saya akan melamar kamu.]

Siapa lagi kalau bukan si 'Killer'.

"Na, acara lamaranku 3 hari lagi," ucapku pada Nana seraya berbisik. Nanan menatapku dengan membelalakkan matanya terkejut.



Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status