Share

Panggilan Mas

 Banyak pasang mata yang menyerbu Rena dan Noah, dia anggap wajar karena gadis sepertinya yang pas-pasan harus bersanding di samping Noah, berjalan dan duduk bersampingan dengan Noah.

 "Mas, kenapa duduk di sini?" tanya Rena, dia merasa tidak nyaman saja jadi pemandangan bangku depan.

 Mas, panggilan yang Noah sepakati bersama Rena selama di luar kantor, itu berlaku selama Rena bekerja karena Noah berpikir Rena harus resign setelah menikah dengan dirinya, dengan begitu bila dia ada tugas ke luar kota atau negeri, Rena akan ikut bersamanya tanpa ada kendala.

 Noah berpindah ke depan tanpa menjawab, seketika dia paham kalau orang di bangku depan mereka tengah melirik sembari menilai penampilan Rena, Noah rasa setelah menikah harus banyak yang dia ubah dari gadis itu.

 "Mas, kenapa pindah ke depan aku?" bertanya lagi sambil memilih menu.

 Ya ampun, ini makanan mahal semua loh!

"Biar kamu tidak jadi perhatian cowok itu, Ren."

 Rena merona, "So Sweet banget!" pujinya.

 Noah tersenyum, tidak salah kalau dia berpikir hidupnya akan penuh warna bersama Rena nanti, walau gadis itu memang bukan tipenya dan sangat berbeda dari Sarah, kesan pertama dari Rena mampu membuat dia yakin saja, gadis pilihan papanya itu tidak akan pernah salah, lagipula Rena berasal dari keluarga yang telah mengabdi lama di rumahnya, tentu Rena paham akan apa yang harus dijaga dan dilakukan di sana.

 Beberapa menu Rena tulis di sana, Noah tak menegur sama sekali, dia biarkan Rena memilih makanan yang dia suka. Bahkan, ketika pesanan itu datang, senyum Rena membuatnya melahap habis semua yang dipesankan, sudah lama dia tak melihat seorang gadis tersenyum di depannya se-ringan Rena.

 "Ren," panggilnya.

 "Iya?"

 "Kapan kamu bisa cobain baju buat nikah? Mau aku atur sama yang bakal temenin kamu."

 Rena bentangkan kedua tangannya, menghitung yang entah apa di jari-jari itu.

 "Rabu depan bisa, Mas. Memangnya aku sendirian, tidak sama kamu?"

 "Setelah kita menikah, aku ada urusan naik jabatan, jadi sibuk. Tapi, kalau kamu mau ditemani ya, aku bakal cari waktu ...."

 Rena berpikir sejenak, "Boleh tidak misal rabu besok aku ajak teman baikku, Heti, yang satu ruangan sama aku, Mas?" balasnya.

 "Dia tahu kalau kamu mau nikah sama aku?"

 Rena mengangguk, "Hanya dia, satu kantor belum tahu sih, mereka tahunya aku masih jomlo, ehehehehe." dia bahkan punya fans di kantor cabang itu.

 Noah tersenyum, dia izinkan, tapi dengan satu syarat bahwa tidak ada teman lain yang boleh Rena ajak karena hubungan dan keputusan ini belum dipublikasikan ke semua jajaran, masih dalam keluarga saja.

 Tanpa sadar Rena menceritakan banyaknya teman di kantor itu, bahkan dia juga kenal dengan cabang lain karena seringnya menukar berkas kiriman, beberapa diantaranya semua laki-laki yang umurnya jelas di bawah Noah, bukan duda juga. 

 Di bawah meja, kedua tangan Noah terkepal, dari jaman Sarah dulu dia juga tidak suka kalau banyak yang menyukai istrinya, beruntungnya Sarah tipe yang pendiam, jadi tidak banyak yang Sarah tanggapi, berbeda dari Rena, di ponsel Rena pun bisa dikatakan itu asrama para lelaki meskipun Rena tak pernah berbalas pesan macam-macam, termasuk urusan hati, hanya godaan kecil.

 "Ren."

 "Iya, Mas?" 

 Jantung Noah berdebar setiap kali Rena memanggilnya begitu, dulu Sarah memanggilnya nama saja karena mereka kenal lama sebelum menikah.

 Rena kembali duduk, satu tangannya menahan pintu mobil. "Ada apa?"

 "Salam sama bapak dan ibu, maaf belum bisa mampir, terlalu malam."

 "Iya, nanti aku sampaikan, hati-hati ya ...."

 Gila, apa semudah itu Rena menerima aku? Gadis ini menarik juga, aku dan dia sudah seperti kenal lama saja, padahal hanya beberapa jam bertemu.

Pembawaan Rena yang ringan dan dia memang mudah bergaul itu membuat berkenalan dengan Noah bukanlah hal yang sulit, di luar sana banyak sekali teman Rena, karakter mereka pun bermacam-macam, memahami Noah diawal seperti ini bagi Rena seperti menepuk debu di telapak tangannya.

 ***

 Ibu datang menyerbu, "Kamu sudah jalan sama dia? Dia titip salam ke Ibu sama Bapak?"

 Rena mengangguk, "Dia tadi mau mampir, Bu. Tapi, sudah malam, dia mau meeting besok. Rena bilang apa, dia terima kok sama Rena yang pakai baju merah, eheheheh."

 "Kamu ini, lain kali pakai yang cocok sama dia, kasihan kan kalau mas Noah-mu itu malu!" ibu jadi ikutan memanggil Noah dengan sebutan mas. 

 "Duh, yang baru saja ketemu sama calon suami, dia baik tidak?"

 "Kurang lebih seperti wajahnya, eheheheh." Rena menjawab dengan candaannya.

 Bapak dan ibu senang akhirnya Rena mau, menghadapi Rena itu terkadang susah, tapi juga mudah, selama mau bersabar dan mengambil hatinya saja. Dia gadis yang baik, menjaga diri meskipun dia berteman dengan banyak orang dan beraneka ragam karakternya, Rena menganggap teman adalah investasinya.

 Hari-hari berlalu, hubungan mereka semakin dekat saja, terlebih lagi Noah kerap mengajak Rena makan malam bersama, dia kecanduan makan bersama Rena, banyak yang dibahas gadis itu hingga penatnya hilang.

 "Heti suka sama bajunya?" Noah teringat hari rabu itu.

 "Suka, katanya aku jadi cinderella, eheheheh, dia menghina tahu, Mas."

 "Kamu cantik kok, tidak salah dinilai begitu. Oiya, Ren ... besok papa mau umumin ke semua jajaran dan kantor cabang soal kamu yang mau nikah sama aku-" dia jeda sebentar, Rena manggut-manggut tanpa beban. "Itu juga sekaligus jadi pengumuman bulan terakhir kamu kerja di kantor itu," sambungnya.

 Ting!

 Sendok Rena terlepas seketika, berdenting hingga menarik perhatian. Dia memang membayangkan menjadi ibu rumah tangga, tapi tidak secepat ini juga.

 "Aku bulan depan sudah jadi ibu rumah tangga begitu?"

 Noah mengangguk, "Iya, tapi jangan takut, Ren. Aku tidak menuntut kamu yang bagaimana, perlahan dan bertahap, sama dengan hubungan kita, aku yakin kita butuh waktu untuk saling cinta juga selama itu kita jalani apa adanya." 

 "Oh, iya sih. Aku sampai lupa kalau belum cinta sama Mas, ahahahahah."

 Noah tersenyum, gadis di depannya ini menggemaskan menurutnya, pria normal dan dewasa sepertinya diperkirakan tak akan tahan lama bila berduaan, tapi sesuai yang dia katakan pada Rena, dia akan menjalaninya bertahap.

 Tidak ada tuntutan, Rena garis bawahi itu, artinya dia bisa bebas melakukan apapun di rumah, tidak ada pekerjaan dan dia bisa ke rumah ibunya kapan saja selama Noah bekerja. Tidak salah dia menikah dengan duda, dia bisa santai dan bersenang-senang seperti bayangannya.

 "Undangannya banyak tidak?" Rena antusias membahas acara pernikahannya.

 "Karena aku sudah pernah menikah, jadi tidak se-ramai dulu. Kamu keberatan?"

 "Tidak, tamu banyak juga capek nanti, eheheheh. Salaman sama mereka sampai malam, kaki bisa patah semua, Mas."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status