Share

Kesan Pertama

 Seperti biasanya, setiap kali ada petinggi perusahaan datang berkunjung ke kantor cabang, semua pekerja diharapkan berdiri di lobby guna menyambut rombongan orang penting itu, Rena ada di barisan paling ujung, memakai kemeja merah terang dengan penuh percaya diri.

 Hari ini, dia akan bertemu calon suaminya, pinangan itu sudah dinyatakan sah, mereka akan menikah dalam waktu dekat dan kesempatan yang ada harus mereka gunakan dengan baik, selagi senggang, Noah ajak Rena bertemu, dia ingin memastikan ketulusan dan seberapa pantas Rena menjadi istrinya.

 "Ren, ssstt ... tuh yang katanya pimpinan muda!" Heti berbisik sambil menyenggol lengan Rena, mereka sedikit membungkuk di sini. "Coba, kali intip sedikit!"

 Rena sedikit menegakkan tubuhnya, dia mengintip dan mencoba menerka di mana wajah Noah berada, dari beberapa orang di sana, dia harus mencari yang paling tampan seperti yang dia lihat di internet semalam.

 Itu!

 Rena melebarkan matanya, bukan mengintip lagi, tapi tubuhnya sudah tegak sempurna disaat semua pekerja di sana masih membungkuk memberikan hormat mereka. Rena bahkan menganga melihat wajah Noah, acuh sekilas, tapi dia akui tampan dan lebih tampan dari yang dia lihat di internet, wajahnya juga terlihat sekali kalau Noah itu orang baik.

 Ah, dia mendapatkan keberuntungan seperti yang ibu dan bapak katakan rupanya, walau duda tidak akan jadi masalah, bila yang dia dapatkan itu Noah. Bayangan akan menjadi istri pimpinan muda sekaligus duda itu melayang-layang di pikiran Rena, sampai-sampai Heti menarik paksa agar membungkuk kembali, bisa jadi batal menikah nanti.

 Plak!

 "Aku tidak membayangkan kalau berumah tangga dengan mas duda itu, Het!" dia berujar senang.

 "Sekarang kamu senang kan kalau sudah tahu dia bagaimana, gitu kemarin tidak mau. Banyak yang bilang ribet nikah sama duda, tapi tidak sedikit orang yang mengaku senang dan bahagia menikah dengan duda, malah lagi trend sekali menikah dengan duda, yang berpengalaman itu jauh lebih tertata daripada yang masih bujang!" Heti membusungkan dada, asumsinya dirasa menang di sini.

 "Iya, iya. Tapi, nanti aku kalau ketemu dia itu ngomong apa ya?"

 "Satu yang harus kamu lakukan, Ren!" Heti tunjuk baju Rena, lalu dia bergeleng. "Memakai baju menyala begini tidak akan menimbulkan kesan pertama yang bagus di mata mas dudamu!"

 Heti tarik Rena masuk ke ruangan mereka, dia rasa di lacinya ada baju yang lebih berkesan lembut untuk Rena kenakan, berutung ukuran dan besar tubuh mereka itu sama, jadi bisa bertukar dan saling pinjam.

 Namun, Rena adalah Rena, dia mau menunjukkan pada Noah tentang dirinya, jadi tidak ada dusta ketika mereka menikah nanti. Dia juga tidak takut kalau Noah menolaknya, ini jati dirinya dan Noah harus tahu supaya setelah menikah tidak terkejut akan perubahan gayanya yang suka cerah dan ramai begini.

 "Terserah ya, tapi jangan menyesal kalau mas dudamu itu kabur waktu ketemu sama kamu!" Heti sudah mengingatkan dan berusaha meyakinkan. "Sudah, kita harus kerja, mau tidak gajian?"

 "Heh, jangan dong. Aku tidak mau menikah dan menggantungkan suami saja." Rena beringsut duduk ke kursinya, sudah mode fokus bekerja.

 ***

 Noah tersenyum tipis, gadis berbaju merah menyala itu rupanya berhasil menarik perhatian Noah. Mungkin Rena tidak tahu kalau Noah melihatnya, waktu itu Heti sedang menarik Rena agar kembali membungkuk. Semalam, Noah sudah melihat foto Rena, mudah baginya mengenali Rena dalam waktu singkat.

 "Kamu sudah mengajak dia bertemu?" tanya papa.

 Noah mengangguk, "Hari ini, aku ajak dia bertemu. Papa apa tidak salah memilihkan dia untukku?"

 "Ada apa?" 

 Noah tertawa sampai wajahnya merah, lalu dia jawab, "Aku melihatnya memakai baju merah tadi, apa se-heboh itu dia, Pa?" 

 Penampilan Rena sangat berbeda dengan Sarah, mantan istri Noah. Sarah itu suka warna yang lembut dan mengesankan tuturnya yang lembut juga, Sarah tidak suka menjadi pusat perhatian, sedangkan yang Noah lihat tadi berbeda di mana Rena tampak percaya diri menjadi pusat perhatian.

 Jujur, itu bukan tipe Noah.

 Tepat setelah jam kerja, Rena tunggu Noah di ruang meeting baru, salah seorang sekertaris memanggilnya dan mempersilahkan Rena masuk ke ruangan khusus petinggi perusahaan itu. Jantungnya sudah berdebar tidak karuan, padahal tadi dia sudah siap untuk ditolak atau diterima oleh Noah.

 "Selamat sore, Pak." Rena menyapa dengan formal.

 Kursi kerja besar itu sontak berputar, tampak Noah tengah duduk di sana, begitu dalam pandangannya pada Rena. Dia tunjuk kursi di depannya, meminta Rena duduk di sana.

 Rena sudah seperti mau interview kerja saja, bukan menjadi calon istri. Walau begitu, senyumnya tak pudar sama sekali di depan Noah, kesan ramah dan kuat dia tonjolkan di sini.

 "Re-na?" sebut Noah, gadis itu mengangguk. "Namamu hanya Rena saja?"

 "Iya, Pak." memangnya apalagi. Rena bertahan dengan senyumnya.

  Manis sih dia, tapi apa dia dengan gayanya yang begitu bisa setia? Noah.

 "Apa yang membuat kamu mau menikah dengan saya, Rena?"

 Rena tersenyum dan menjawab sederhana, "Karena Bapak tampan."

 "Apa?!" Noah tertawa, baru kali ini dia bertemu gadis dan tertawa diawal bertemu.

 "Bapak tampan dan orang tua saya suka sama Bapak, apa ada yang salah?" imbuh Rena.

 Noah bergeleng, "Apa tidak masalah kalau saya duda, Ren?"

 "Saya rasa tidak masalah selama bukan cerai hidup atau cerai mati karena saling membunuh, itu artinya Bapak baik, lagipula Bapak dari keluarga baik-baik, saya yakin bisa menjadi istri Anda dan bahagia dengan Anda." Rena menjawab tegas, di matanya tak ada keraguan, dia benar-benar seperti pelamar kerja yang sedang meyakinkan bagian personalia.

 Noah manggut-manggut, dia tatap lurus Rena. "Ini syarat penting, Rena. Apa kamu bisa berjanji tidak akan meninggalkan saya?" tanyanya.

 Tanpa menunggu lama, Rena mengangguk, bayangan pernikahan indah dan bahtera yang penuh kebahagiaan sudah menari-nari di atas kepalanya. Setelah menikah dengan Noah, dipastikan lelahnya akan berkurang, dia dan kedua orang tuanya bisa santai.

 Dan memang itu yang dipikirkan setiap anak gadis tentang pernikahan, mereka yang pekerja berharap bisa menjadi ibu rumah tangga setelah menikah, mengatur uang suami dan menjadi bos besar di sana.

 "Bisa kita menikah bulan depan, Ren?" 

 "Ya, Pak?" Rena lebarkan matanya, ekspresi Rena membuat Noah tergelak.

 Noah sendiri membayangkan pernikahannya dengan Rena akan penuh warna, Rena bisa membuat rumahnya ramai. Dan yang terpenting saat ini adalah ada Rena yang bisa mendampinginya menjelang pergantian posisinya menjadi pimpinan yang sah. 

 "Ren," panggilnya sebelum Rena ke luar ruangan.

 Rena berbalik menoleh penuh, "Iya?"

 "Mau makan malam bersama? Saya belum makan dari siang."

 Aaaaahh, senangnya kalau setiap hari tinggal minta makan apa dan apa! Rena.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status