Bara Sang Pengembara
Bab 17Boy mengantar Bara ke kamarnya, dekat bi Ijah. Kamar berukuran 2×7 sudah tersedia perabotan di dalamnya. Hawa dingin terasa di kulit setelah memasuki kamar tersebut.Bara memasuki kamar yang akan menjadi tempat tinggal. Menelusuri ruangan itu. Tak ada penampakan mencurigakan.Kamar terlihat bersih dan rapi. Bi Ijah selalu merawat setiap ruangan. Wanita itu sudah bekerja sejak tiga puluh tahun yang lalu. Kini, umur bi Ijah sudah kepala lima."Ini kamar elu. Kamar gua sama Jaya di lorong. Kalau ada apa-apa. Samperin aja kita. Jam enam sudah bangun dan kumpul di dapur. Kamar mandi ada di dekat dapur. Di lorong juga ada. Kalau ada yang menyeramkan atau suara-suara. Abaikan saja.""Suara apa?""Nanti elu tahu sendiri. Elu berani tidur sendiri' kan?""Dia pasti berani emangnya elu," sindir Jaya berdiri depan pintu. Terkekeh meledek temannya."SiBara Sang PengembaraBab 18"Sofie perkenalkan ini Bara. Orang yang akan menjagamu."Gadis bermata coklat menatap Bara tajam. Melangkah mendekati lelaki itu. Mengelilingi tubuhnya dan mencium aroma tubuh Bara dari kejauhan. Tersenyum menyeringai."Aku Sofie, senang berkenalan denganmu." Menyodorkan tangan.Bara menyambut tangan lentik Sofie. Ia pikir akan bertemu gadis sombong. Ternyata, pikirannya salah."Aku Bara." Mengenggam jemari Sofie.Tiba-tiba, mata Sofie membulat sempurna. Menatap Bara tak suka. Bola mata coklat berubah merah. Napasnya semakin cepat terlihat dari dada gadis itu.Suara tawa perempuan lain terdengar dari bibir Sofie."Ha ... ha ... pergi kamu atau aku bunuh!"Ronald mendekati Sofie untuk menenangkannya namun, Sofie mendorong tubuh papanya hingga terhuyung ke belakang.Bara tetap mengenggam jemari Sofie."Lepaskan ta
Bara Sang PengembaraBab 19Bara meninggalkan bi Ijah dengan hati penasaran. Mengikuti langkah Sefia ke sebuah lorong rumah.Pemuda itu semakin penasaran. Apa yang terjadi di rumah ini. Sefia melambaikan tangan agar Bara mengikuti langkahnya ke sebuah tempat."Mau ke mana gadis itu?" Pikir Bara. Menatap lorong gelap di belakang gudang."Hei tunggu!" teriak Bara.Hawa dingin semakin menusuk tulang. Bara menghentikan langkahnya. Sebuah pintu berwarna merah terlihat di depan mata.Plak!Bara terbelalak, terkejut dengan pukulan di bahunya."Bara, kamu kenapa?" tanya bi Ijah heran. Mendengar lelaki itu berteriak memanggil seseorang."Bi Ijah, itu ada gadis masuk ke pintu itu," tunjuk Bara ke pojok.Bara terkejut pintu itu tidak ada. Hanya tembok bercat putih. Ke mana pintu tersebut. Bara menoleh kiri kanan."Pintu mana? Kamu menghayal. Ga
Bara Sang PengembaraBab 20Bara memerintahkan supir untuk menghentikan mobilnya.Sang supir hendak menginjak rem. Namun, rem tak berfungsi."Mas Bara, remnya tak bisa digunakan," ucap supir itu panik."Injak terus remnya!" teriak Bara."Gak bisa, Mas!""Cari jalan aman. Kita masih di jalan tol dan keadaan masih sepi. Kurangi kecepatan dan tekan klakson agar pengemudi lain minggir."Supir mengikuti saran Bara. Menenangkan diri agar tak terjadi hal buruk. Bara berpindah tempat duduk ke belakang."Mas, pasang selt belt .""Selt belt, itu apa?""Selt belt, sabuk pengaman. Itu tali dekat jok mobil." Supir berbicara menatap Bara dari pantulan kaca depan.Bara mencoba manarik sabuk pengaman dan mengunakannya."Bukan seperti itu, Mas! untuk pemasangannya yang benar harus berada di pundak. Sedangkan yang di bagian bawah
Bara Sang PengembaraBab 21"Bara, nanti kita ke taman sebentar," pinta gadis itu."Ehm."Mata Bara menelusuri perpustakaan. Tak ada yang mecurigakan sedikit pun. Tapi, kali ini Bara merasakan hal yang aneh."Sefia, apa kamu merasakan hal aneh?" tanya Bara dalam hati."Sudah biasa hal ini untukku," ucap Sefia berada di belakang Sofie. Senyum menyeringai terlihat jelas."Non, lebih baik kita pulang saja. Keadaan kurang baik." Bara takut terjadi sesuatu."Bara aku hanya sebentar saja. Mau duduk di sana. Melihat pemandangan taman. Please!" Merengek seperti anak kecil.Bara hanya diam tak menjawab. Langkah panjang mengikuti Sofie berlari kecil. Gadis itu terlihat antusias."Kemarilah Bara! Duduk sini," pintanya. Menepuk kursi kosong di samping.Bara menatap pemandangan taman tepat didepannya. Di tengah taman terdapat kolam ikan dengan jembatan di tengahn
Bara Sang PengembaraBab 22Hari ini tepat ulang tahun Sofie ke tujuh belas. Ronald membeli kue ulang tahun yang sangat mewah. Sebagai bentuk kasih sayangnya.Kue tart berwarna biru muda dengan hiasan bunga mawar berwarna-warni.Layer cake rasa keju kesukaan Sofie. Dengan olesan cream mocha membuat lidah terasa bahagia.Rasa manis dan gurih dalam cake membaur satu. Semua untuk Sofie.Tak lupa Ronald membelikan kue berukuran sama untuk Sefia. Kue tersebut dibuat dengan warna merah muda. Ronald meletakkannya di dalam kamar Sefia.Arwah Sefia meneteskan air mata. Tubuhnya gemetar ketakutan. "Pa, makasih kuenya tapi hari ini akan menjadi hari yang paling tak terlupakan," ucap Sefia di depan wajah Ronald.Laki-laki paruh baya yang maslh terlihat muda tak mendengar ucapan putrinya.Hatinya sebenarnya gelisah. Khawatir terjadi apa-apa dengan putri kesayangan.Ronald membuang semua pi
Bara Sang PengembaraBab 2317+Dengkul Ronald melemas tubuhnya luruh ke bawah. Seketika ingatannya tentang masa lalu terekam kembali."Tuan, Anda kenapa?" Bara mendekati lelaki itu."Bara. Aku ... hiks ... hiks ...." Wajahnya berubah sedu. Mata coklatnya mengembun."Tuan Ronald.""Tujuh belas tahun lalu ....""Ceritakan semuanya. Aku akan membantu Anda."**Flashback"Tuan, nanti ketahuan Nyonya," bisik seorang wanita dengan seragam hitam, celemek putih menutup tubuhnya. Tinggi rok hanya sebatas paha. Kulit kuning langsatnya terlihat mengoda."Ah, sebentar saja. Sudah lama kita tak melakukannya." Ronald memaksa Mirna."Jangan Tuan! Saya takut." Mirna mendorong tubuh lelaki itu. Namun, tenaganya lebih kuat."Sudah diam saja. Biar aku yang bekerja. Kamu nikmati saja, ehm." Mencoba memeluk tubuh Mirna."Tuan, Ah ... ehmp ... ehmp ..
Bara Sang PengembaraBab 2417+Puspita mengalungkan di lehernya. Menatap dari pantulan cermin. Saat itu juga terdapat dua janin yang tubuh di dalamnya tanpa ia sadari."Argh! Argh!" teriak Puspita memegang lehernya."Nyonya! Nyonya!" Mirna berbalik arah melihat majikannya kesakitan."Ha ... ha ... ha ... Kamu tertipu. Aku tak apa-apa." Suara tawa terbahak Puspita membuat Mirna geram.Bibir mungil Mirna mengerucut bagaikan anak kecil. Memutar bola mata ke arah lain.Mendengar majikannya berteriak kesakitan membuat jantungnya berdegup kencang."Nyonya ini aku kira kena kutukan," cetus Mirna."Emangnya siapa yang mau ngutuk aku?" Bersedekap dada dan tertawa terbahak-bahak.Tawa bahagia telah membodohi Mirna membuat dirinya tak bisa menahan air mata. Wajah Mirna sangat panik dan ketakutan."Nyonya jahat! Aku sampe jantungan. Tanganku dingin kayak es.""Aku hanya
Bara Sang PengembaraBab 25Suara deru mobil terdengar di bagasi. Ronald melepaskan pelukkannya, bergegas bangkit dan melihat di balik tirai coklat."Astaga! Cepat pakai pakaianmu!" bisik Ronald tanpa melihat luka dalam sobekan akibat ulahnya."Bajunya sobek Tuan!" Menatap ke arah lantai."Keluar dan masuk ke kamarmu." Menarik lengan Mirna agar bangkit.Kamar Mirna berada di samping kamar Ronald. Mirna menutup tubuhnya dengan seprai dan berjalan tertatih-tatih menahan nyeri di bagian bawah."Mirna!" Mirna!" panggil Puspita ketika masuk ke dalam rumah.Mirna panik di dalam kamarnya. Bagian intimnya terasa nyeri dan perih. Segera mengenakan baju yang berada di gantungan baju."Mirna!"Mirna berjalan tergopoh-gopoh menghampiri sang majikannya yang sedang hamil."Iya, Nyonya. Saya di sini."Melihat penampilan Mirna, Puspita memincingkan mata