Share

4. Khawatir

Mengingatmu membuatku menguarkan luka yang tak terlihat.

Pedih, tapi aku suka sensasinya.

~May i go?

Ku buka mataku tapi refleks menutup kembali saat melihat cahaya lampu yang terlalu terang. Kembali ku buka mataku, kali ini dengan perlahan. Mengerjab-ngerjabkannya sebentar untuk menyesuaikan cahaya.

Ku lihat sekeliling untuk memastikan berada dimana diriku. Dinding putih dengan bau obat-obatan yang menyengat hidungku, juga jarum infus yang tertancap di tangan kananku, sudah cukup menjelaskan dimana aku berada.

Rumah sakit.

Tempat yang paling ku benci di dunia ini.

'Ahh aku mau pulang.'

Tepat saat kalimat terakhir dalam benakku kuucapkan, pintu terbuka, menampakkan seorang wanita dengan daster motif bunga-bunga dan kerutan di wajah cantiknya.

Aku membenci kerutan di wajahnya. Karena itu semua disebabkan olehku.

Cepat-cepat wanita yang biasa kupanggil mama menghampiriku dengan ekspresi khawatir yang sudah melekat di wajahnya tiap kali melihatku. Wanita yang penuh kasih sayang itu mulai memberondongiku dengan banyak pertanyaan mengenai keadaanku. Aku terdiam, tidak tahu harus menjelaskan mengapa hal ini terjadi padaku. Melihatku hanya terdiam mama menghentikan pertanyaannya yang bertubi-tubi. Mama menatap mataku dan seakan  mengetahui apa yang aku rasakan, Mama membungkukkan badannya untuk memelukku yang sedang terbaring di ranjang rumah sakit. Masih memelukku tanpa kata, rupanya air mata mama sudah tumpah ruah di atas dada ku. Air mataku perlahan menetes, aku merasa sangat bersalah karena harus membuat mamaku terus bersedih. 'Maafkan anakmu ini, ma' lirihku dalam hati. Aku membalas memeluk mama, dengan melingkarkan tanganku pada punggung mama.

Brak

Pintu di buka secara kasar oleh Papa-ku, mungkin karena mendengar isakan tangis mama, papa-ku menjadi marah. Papa mengambil alih mama ke dalam pelukannya. Suara tangis mama semakin terdengar nyaring, membuat papa semakin memeluk mama erat dan mengelus kepala mama untuk menenangkan. Merasa bahwa mama  tidak akan tenang jika masih ada di sisiku, papa menggiring mama keluar, aku hanya bisa diam melihat itu, karena aku sangat sadar bahwa semua kesedihan mama adalah karena memikirkan aku.

Papa menghentikan langkahnya saat sudah berada di depan pintu, "Setidaknya jika kamu ingin bertingkah bodoh, jangan membuat orang lain khawatir padamu!" Lalu papa-ku pergi tanpa sedikitpun menoleh padaku.

Aku tersenyum di tengah derai air mataku, Papa dan mama-ku sangat peduli padaku, walaupun Papa tidak menunjukkannya dengan jelas. Aku menutup kedua mataku dengan lenganku. Aku tahu, maksud dari kata-kata Papa, agar aku tidak melakukan hal bodoh yang membuat mereka khawatir.  

Kekhawatiran mereka membuatku teringat dengan seseorang yang mengintai di otakku. Membuatku kembali mengingat masa lalu yang membuat hatiku semakin perih. Karena diakhir aku harus di sadarkan oleh sebuah fakta yang masih belum mau aku percayai.

             20 oktober 2017

"Kamu gak boleh makan-makanan yang pedes! Siniin ramyeonnya biar aku aja yang makan." -waktu di kantin sekolah

"Iiih!! Kamu tuh gak boleh makan gorengan!! Sini!" -waktu di rumah

"Duh kamu itu gak boleh minum fanta." -waktu jalan sama geng

Saat di rumahku yang kebetulan mama sama papaku masih di kantor. Dan saudaraku yang sudah ku tebak lebih memilih menyibukkan diri dengan game di kamarnya, dari pada harus melihat keromantisan kakaknya dan menjadi obat nyamuk.

"Kamu hari ini kenapa?" Tanyaku saat kita baru tiba di depan pintu dengan dia yang baru saja turun dari motorku.

"Gak pa-pa kok. Emang kenapa?"

"Itu tadi-"

"Udah yuk masuk." Ucapnya sembari menggandengku untuk masuk kerumah.

Saat aku baru saja mendudukkan diri di sofa ruang tengah, ia langsung ngacir ke dapur.

Tak lama kemudian ia datang membawa nampan yang berisi apel dan melon yang sudah dikupas dan dipotong-potong,juga beberapa jeruk, dan 2 gelas air. Dia meletakkan semuanya di meja, lalu duduk di sampingku.

"Aaaa.... kereta siap meluncur.." ucapnya sambil menyodorkan sepotong melon.

Aku menerima suapannya. Merebut garpu yang dipegangnya untuk menyuapinya juga.

"Kenapa akhir-akhir ini kamu jadi perhatiin makanan aku?" Tanyaku menanyakan pertanyaan yang tadi ingin kutanyakan di depan rumah.

"Bukannya kamu sama bandmu mau ikut lomba ya minggu depan?" 

"Iya, kok kamu bisa tahu sih?" Tanyaku heran, pasalnya aku memang menyembunyikan hal ini padanya.

"Emang aku gak boleh tahu? Terus kenapa kamu gak ngasih tahu aku? Jangan-jangan kamu malu ya punya pacar kayak aku? Atau.. Oh aku tahu, jangan-jangan kamu mau tebar pesona sama cewek lain ya? Kamu kok jahat sih sama aku? Kam-" aku membekap mulutnya yang super duper cerewet itu .

"Mmpph mmpphh" 

"Ssttt... aku lepasin tapi dengerin aku ngomong dulu yaa..." 

Dia mengangguk-anggukkan kepalanya. Setelah itu baru ku lepaskan tanganku. Tapi melihatnya kembali ingin bicara aku kembali membungkam mulutnya. Merasakan bibirnya yang cemberut aku akhirnya melepaskan tanganku. Ia tidak bicara tapi kepalanya menunduk menghindari tatapanku. Aku mengambil dagunya menghadapkannya ke arahku.

"Jadi tuh aku rahasiain ini karena pengen buat kejutan buat kamu."

"Kejutan apa?" Tanyanya dengan mata berbinar tak terlihat jejak murung seperti tadi.

"Ra-ha-sia" 

"Ih kok gitu? Apaan sih? Pliss kasih tahu aku dong" ucapnya memelas

"Gak. Gak boleh. Nanti gak jadi kejutan lagi." 

"Ish aku nanti bakal pura-pura terkejut dech.. tapi kasih tahu dulu apa kejutannya ya? ya? yaa??"

"Nggak. Tetep gak boleh!" Ucapku sambil menyedekapkan kedua tangan

"Oh gitu....." setelah ucapannya itu dia langsung menggelitiku.

Serangannya yang tak terduga membuatku kewalahan menghadapi serangan jari-jari lentiknya. 

"Haha..haaa.. stop.. stoopp.. udah.. ampuunn..."

"Ayo ngaku dulu apa kejutannya?"

"La.. haahaa.. lagubuatkamu! " 

Setelah aku mengatakan kalimat yang fatal itu, dia langsung menghentikan gerakan jemarinya.

"BENARKAH?! TERIMAKASIH SAYANG!! Aku akan menunggu kejutan itu." Dia memelukku dengan ekspresi yang berbunga-bunga.

tapi ekspresinya berubah khawatir dan menyesal saat melihatku memegangi perutku. padahal sebenarnya perutku tidak sakit.

"Duuh maaf pasti perutmu sakit ya.. aku buatin susu ya.." Dengan ekspresi yang terlihat sangat menyesal, dia  segera melangkah pergi ke arah dapur.

"Ini ayo minum" Dia kembali dengan cepat dari dapur, dan duduk di sebelahku, menyodorkan segelas susu hangat padaku. Aku menerimanya.

'Cepat sekali ia kembali pasti dia sudah lama menyiapkan ini' -pikirku

Aku meminum susu yang ia berikan. Dia yang disampingku memasukkan tangannya ke dalam bajuku dan berhenti diatas perutku, lalu di usap-usapnya perutku. Perbuatannya itu hampir sukses membuatku menyemburkan minumanku, tapi untung saja tidak jadi karena aku buru-buru berhenti meminum dan cepat-cepat menelan minumanku.

"Udah berhenti." Ucapku padanya sambil memegang tangannya.

"Loh kenapa? Mama kamu bilang kalo perut kamu sakit karena digelitikin harus diusap-usap" dengan tampang polos dia berkata seperti itu. Nah sekarang aku tahu darimana dia tahu semua ini, dan petunjuk ini hanya mengarah pada satu tersangka. Mama. 

"Udah jangan diusap lagi, nanti yang sakit malah jadi yang lain." Ringisku

Dengan tampang watadosnya ia berkata "Loh kok sakitnya bisa jadi yang lain?" 

"Duh pokoknya gitu" nah kan sekarang aku sendiri yang bingung mau menjawab apa.

"Kok gitu sih? Padahal mama gak ngasih tau gitu." 

Herannya dan oh iya, aku sudah membawanya bertemu dengan mama ku. Dan mama ku sangat senang karena anaknya sudah berani membawa pacarnya untuk di perkenalkan di rumah. Itu semua karena seblum-sebelumnya aku tidak pernah membawa pacarku yang dulu, kalo sekarang udah mantan sih, untuk di perkenalkan ke rumah. Karena kalau  dahulu, aku tidak terlalu serius dengan mereka, tapi sekarang aku benar-benar serius dengan dirinya. Jadi setelah aku mempertemukan my baby hunny sweety pada keluargaku, orang tua ku, terutama mama, memintanya untuk memanggilnya mama juga sepertiku. Awal-awalnya gadisku terlihat malu-malu untuk memanggil ibu ku mama. Tapi karena sifat ibuku yang humble dan kekinian membuat pacarku merasa nyaman untuk berbincang dengan ibu ku dan sekarang dia sudah sangat terbiasa untuk memanggil ibuku dengan "mama".

"Ya bisa gitu. Udah gitu aja." Balasku akan pertanyaannya sebelumnya.

Dia memicingkan matanya dan aku mulai was-was apa yang akan ia lakukan.

"Oh ya udah aku mau nelpon ma-" ucapnya sambil mulai merogoh tasnya untuk mencari keberadaan hp miliknya.

"Eh JANGAN!" Aku buru-buru berteriak untuk menghentikan apa yang dia lakukan. Entah apa lagi yang akan mama katakan pada gadis polosku.

"Ih apaansih pake teriak-teriak", dia menegurku.

"Duh maap sayang. Gak usah telpon mama ya.. sini aku jelasin, jadi kalo kamu terus elusin perut sixpack aku ini.. nanti aku bisa mules-mules." Jelasku dengan sedikit bumbu-bumbu

"Kok bisa mul-"

"Duh aku laparrr. Habis digelitikin kamu aku jadi lapar. Kamu harus tanggung jawab!! Suapin dong sayang!!" Ucapku manja

"Dasar manja!! Ayo aaa" 

Dan kami saling menyuapi sampai apa yang ada di atas piring ludes tidak tersisa.

Aku merebahkan kepalaku di atas pangkuannya.

"Jadi kenapa?"

"Kenapa apanya?"

Dan sepertinya aku mulai tertular cerewetnya "Kenapa kok makanan aku dibatasin? Aku gendutan ya? Perasaan enggak deh, perut aku aja udah sixpack gini masak masih gendut? Atau kamu mau aku punya ei-"

"Syuutt" ucapnya sambil memaruh satu jarinya di bibirku menghentikan ucapanku yang belum selesai.

"Sayang... kamu kan mau ikut lomba, jadi kamu juga harus jaga kesehatan kamu, terutama kesehatan suara kamu. Dan sebagai pacar yang baik, aku berusaha ngingetin kamu." 

"Duuhh baiknya pacar aku...sini aku peluk" menyampingkan posisi tidurku dan mulai memeluk pinggangnya.

Dia hanya balas mengelus lembut rambutku. Lalu membisikkan "aku cinta kamu.."

Aku melepaskan pelukanku, dan kembali menghadap kearahnya. Netra kami bertumbukan. Aku membalas ucapannya "Aku lebih cinta kamu"

Aku menatap mata yang tidak akan lagi mampu aku tatap.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status