Share

7. Mantan pacar

"Ketakutan yang aku punya masih sama, bahkan setelah tahun berlalu rasanya malah bertambah parah. Selain kamu. Tidak ada penawar. Tidak akan. Sama sekali. Tidak ada."- Jasmine

---

"Tekanan darahmu rendah," wanita dewasa berwajah cantik yang memakai jas putih khas petugas kesehatan itu melepas alat tensi darah yang semula melingkar erat di lengan atas Jasmine. Menyerukan angka sekitaran sembilan puluh, yang mana itu berarti tekanan darahnya cukup rendah untuk seorang yang perlu banyak gerak.

Dokter cantik itu menghela napas dalam, heran pun khawatir, Jasmine terlihat biasa saja berbanding terbalik dengan orang 'kurang darah' pada umumnya yang mana mengeluh pusing lemas dan mata berkunang-kunang, ia mengerti Jasmine bukanlah pribadi yang suka rela kelemahannya diketahui orang, tapi harusnya ia tak usah berpura-pura apalagi di depan dokter, sakit bukanlah kelemahan.

"Tidurlah yang cukup dan kurangi pikiran tidak penting, Nona Jasmine."

Jasmine memajukan bibir.

Memasukan tangan ke dalam saku jaket kulit yang ia pakai, sesekali matanya melirik dinding berhias benda melingkar yang menampilkan detik, atau kemudian matanya beralih pada tirai kecil di sana. Seakan ingin cepat-cepat pergi.

Ruang putih yang rutin dikunjunginya ini selalu saja tak mampu membuatnya nyaman, jika bukan karena dokter pribadinya punya jadwal operasi yang bentrok dengan jadwal kerjanya, Jasmine tidak mau kemari guna mengecek kesehatan menyeluruh tiap bulan.

"Telingamu bagaimana? Ada keluhan?" tanya dokter muda itu kemudian, sambil menulis sederet kalimat pada data pasien dengan tulisan yang tak dapat dibaca oleh mata telanjang orang awam. Jasmine pernah mencoba membacanya, tetapi tulisan itu tidak lebih baik dari geliat cacing tanah yang tak beraturan.

Sangat wajar ditanyakan.

"Telinga saya nggak ada masalah, Bu Dokter. Gue ini sudah sembuh total," jawab Jasmine.

Sang dokter mengangguk satu kali, teringat kembali pada catatan medis yang dibawa Jasmine ketika pertama kali datang padanya. Catatan medis yang dibawanya dari sebuah rumah sakit dari negeri yang jauh. "Syukurlah, tapi mengingat presentasi sakit syaraf yang selama ini saya tangani, beberapa dari mereka yang sudah sembuh mengalami gejala awal sakit itu datang, dan berpotensi kambuh kembali," ujarnya menghela napas. "Itulah mengapa saya selalu mewanti-wanti agar kamu menjaga kesehatan. Ini pertama kali tensi-mu turun, jadi wajar kalau doktermu ini menanyakannya karena khawatir."

Jasmine menggeleng singkat. "Don't worry."

Wanita berjas lab putih itu meletakkan bolpoint di atas meja, ia mengumpulkan dua tangan jadi satu. Dokter sudah pergi, yang ada di sana sekarang adalah seorang teman. "Kalau begitu, ceritain masalahnya, mencurahkan isi hati ketika stress itu opsi penyembuhan nomor satu. Apa yang bikin lo gelisah akhir-akhir ini?"

Jasmine mendesah berat.

Yang membuatnya gelisah?

Banyak.

Belakangan, ia memang menjadi pribadi yang sedikit lebih terbuka pada teman-temannya, jika mereka berkumpul, Jasmine tidak lagi cuma mendengar, ia juga kadang mengeluarkan unek-unek yang kiranya ingin diungkapkan.

Tetapi, biasanya, bukan masalah tentang pria atau percintaan. Jasmine bahkan hampir tak pernah membicarakan topik merah muda itu. Tidak untuk lima tahun terakhir.

Tidak ada merah muda lain baginya selain Juan. Dan membicarakan Arjuan sama saja membuka luka.

"Mantan pacarmu," sahut Jasmine akhirnya.

Sang dokter mengernyit, menampilkan raut bertanya walau sebenarnya ia mengerti betul siapa yang dimaksud Jasmine.

"Mantan yang mana? Ada tiga mantan gue yang lo tahu, jadi yang mana? James? Adam? Atau… Arjuan yang ganteng itu?"

Setelah tahu tensi darah Jasmine turun mungkin Suya memang sengaja ingin membuatnya naik lagi.

"Mantan pacarmu yang ada affair denganku," tutur Jasmine sebal.

Suya sontak tergelak. Affair katanya. Mereka memang terlibat cinta segitiga waktu SMA, dan kisah cinta picisan itu sudah berakhir, walaupun disayangkan karena mereka mengakhirinya dengan cara yang kurang baik, atau lebih tepatnya, menggantung.

"Jadi itu cowok ngapain sampai mampu mempengaruhi Jasmine Sahanaya sebesar ini? Setahuku dia cuma orang lama di hidup lo."

Jasmine mengendikan bahu. "Dia nggak melakukan apa pun. Gue yang melakukan segalanya."

"Hah?"

Faktanya memang seperti itu.

Jika dipikir kembali, Juan memang tidak melakukan apapun, apalagi kesalahan, Juan tidak melakukan barang satu silap pun, dia cuma menjadi dirinya yang sekarang, hidup dengan baik, memiliki Kei, sukses, serta menghapus Jasmine dari segala ruang ingat.

Fakta bahwa Juan punya wanita lain, dan pria itu tak lagi menginginkannya membuat ia sakit.

Dan Jasmine sendiri yang tersakiti oleh semua itu. Padahal Juan tidak melakukan apapun. Pria itu tidak salah apapun.

Dan karena fakta itu juga, Jasmine semakin ingin masuk ke dalam hidup Juan kembali. Namun keadaan seakan tak mendukung Jasmine untuk menjadi lebih egois, semesta ingin ia merelakan Juan, dengan remukan hati yang lagi-lagi pilu kala netra beningnya menangkap presesi lelaki itu.

Jadi haruskah ia mengabaikan segala perih lebam di relungnya untuk mendapatkan Juan kembali?

"Sekarang, peran antagonismu pindah ke gue, dan rasanya gak enak banget," eluh Jasmine.

Suya tersenyum. Tidak terlalu lebar, namun senyum tipis itu mampu memancarkan segala aura positif yang dimilikinya.

Mungkin sedikit mengerti dengan permasalahan Jasmine meski gadis itu tidak mengatakan dengan gamblang problematika yang ia bawa. Katanya, Suya pernah mengalami hal itu, bukankah semua orang tau jawabannya?

"Dan lo ngerti sekarang kenapa dulu gue kekeh bertahan sampai tanpa tau malu main labrak-labrakkan?"

Kalimat yang berhasil membuat kekehan Jasmine mengudara. "Cinta memang sialan."

"Jadi apa yang mau lo lakukan selanjutnya?" tanya Suya. "Menyerah dari awal, atau tetap memperjuangkan tapi akhirnya akan gagal... kayak gue?"

Harusnya dua pilihan itu jadi dilema besar bagi Jasmine.

Namun alih-alih memikirkan resiko penolakan, gagal serta patah hati yang lebih parah, saat ini, ia justru tak punya ragu sama sekali.

Waktu mengajarkannya untuk bertindak selagi masih ada kesempatan.

Masalahnya, Jasmine tak tau. Apakah ia memang masih punya sedikit kesempatan atau tidak.

Jasmine mengukir senyum. "Tentu saja berjuang, tapi tidak akan gagal... kayak elo."

--

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Kharem Nisya
update sering" donk
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status