Share

Balas Dendam

Pria dengan topeng serigala putih tengah memainkan pisau di tangannya, sembari menatap intens sang mangsa.

Pria bertopeng itu adalah Leo. Dalam dunia Mafia, Leo dikenal dengan nama Mr. X, karena ia kerap kali menandai korbannya dengan irisan pisau berbentuk huruf ‘X’. Bukan hanya itu, Leo juga dikenal dengan topeng serigala putih yang selalu digunakannya saat beraksi. Meskipun begitu, hingga sekarang tak ada yang mengetahui siapa dia sebenarnya, kecuali dua orang yang saat ini ia percayai.

“Jangan takut, sakitmu hanya sementara,” bisik Leo pada pria tua yang terikat di depannya. Leo berjongkok di depan pria itu dengan tatapan penuh dendam.

“Siapa kau? Apa alasanmu melakukan ini padaku?!” Pria tua itu berteriak, tak terima jika dirinya harus mati di tangan pembunuh.

Leo menyeringai dalam topengnya. “Pria tua menyebalkan. Beraninya kau berteriak padaku.” 

“Apa maumu? Aku tidak melakukan apa pun padamu!”

“Oh ....” Leo berdiri, masih memainkan pisau kecil di tangannya, sementara satu tangannya lagi ia masukkan ke dalam saku celananya. “Kau yakin tak melakukan apa pun padaku?”

Pria tua itu mengernyitkan keningnya, mencoba mengingat kesalahan apa yang sudah ia perbuat. Beberapa tahun belakangan ini ia hanya hidup bahagia bersama istri dan anaknya.

Leo membuka topengnya. “Kau mengenal wajahku, Paman?”

Ia belum juga paham, bahkan tak mengenal wajah Leo, tetapi mengapa Leo seakan mengenalnya?

“Paman ... seorang pembunuh bayaran saat aku berumur enam tahun.” Leo kembali berjongkok dan menatap pria yang sedang duduk di atas lantai. “Oh, aku bisa memanggilmu Paman Carlos?”

Ya, Carlos adalah nama pria tua itu, lebih tepatnya pria yang sudah membunuh kedua orang tua Leo di depan mata anak itu.

Carlos sangat terkejut karena Leo mengetahui nama dan identitasnya di masa lalu. Padahal, ia sudah menutupinya dengan sangat baik. Ia juga sampai menerima tawaran bosnya untuk membunuh beberapa orang lagi agar identitasnya benar-benar ditutupi oleh bosnya itu. Namun, bagaimana cara Leo mengetahui semuanya?

“Siapa ... kau?”

“Teganya kau bertanya seperti itu setelah membunuh kedua orang tuaku, Paman.” Leo mengarahkan pisau kecilnya pada lengan Carlos yang tengah terikat.

“Aaakhh!” Carlos meringis kesakitan ketika Leo membuat irisan panjang di lengannya. Darah segar keluar dari lengan Carlos yang masih terikat.

“Aku hanya ditugaskan! Aku tidak berniat untuk membunuh siapa pun!” teriak Carlos menahan sakitnya.

“Sial, tidak berniat katamu?” Leo berdiri, mengambil pistol yang tadi ia biarkan tergeletak di lantai. Amarahnya tak dapat lagi ia tahan. Awalnya ia ingin bermain secara perlahan dengan pisaunya, tetapi pria tua di depannya membuat dirinya tak ingin menunda-nunda kematian pria bernama Carlos yang sudah membunuh orang tuanya ketika ia berumur enam tahun itu.

“Bukan hanya orang tuaku. Kau juga sudah membunuh belasan orang demi mendapatkan uang. Orang tua serakah. Biarkan aku mengirimmu ke neraka.” Leo mengarahkan senapannya ke kepala Carlos.

“Tunggu!” teriak Carlos yang mampu menghentikan pergerakan jemari Leo untuk menembak. “Bunuh aku sesukamu! Tapi setelah ini kumohon jangan menyentuh istri dan anakku!”

Carlos takut jika Leo juga akan membunuh anak dan istrinya, mengingat dahulu ia sudah membunuh orang terpenting dalam hidup Leo.

Carlos mengakui dirinya salah, ia juga sudah berhenti menjadi pembunuh bayaran sejak tujuh tahun yang lalu.

“Aku tidak tertarik dengan keluargamu, Paman.”

Dorr!

Carlos tewas dengan satu tembakan di kepalanya. Darah bercucuran keluar bersamaan dengan tubuh Carlos yang tergeletak di lantai.

“Sama seperti saat kau membunuh ayahku.”

Leo meraih ponsel di sakunya, kemudian menelepon seseorang.

“Akan kukirim alamatnya. Bereskan dan buat mayat ini menghilang. Kuperingatkan, kerjakan tanpa jejak sedikit pun.” Leo mematikan teleponnya. Ia menatap mayat Carlos sebentar, lalu keluar dari rumah kosong itu.

Leo sengaja membawa Carlos ke rumah tua yang sudah tak berpenghuni dan jauh dari rana publik untuk melancarkan aksinya.

Kali ini ia tak membuat tanda, karena Carlos berbeda dari korbannya yang lain.

Balas dendam. Ya, itulah yang sejak dulu ia inginkan. Seorang pria seperti Leo tak mungkin membiarkan orang yang sudah membunuh orang tuanya lolos begitu saja. 

Leo akui, pembunuh bayaran seperti Carlos memang hebat dalam bersembunyi. Membuat Leo membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk mencarinya. 

***

Leo Kin Alterio, seorang pria yang kini berumur  23 tahun. Menjabat sebagai CEO perusahaan teknologi yang cukup terkenal di Indonesia. Wajahnya yang tampan juga membuatnya menjadi incaran banyak gadis. Namun, ia adalah seorang yang begitu pemilih, tak sembarang gadis bisa mendekatinya. 

Leo duduk di kursi kerjanya, menatap berlembar-lembar kertas yang ada di mejanya. Ia memijat keningnya, otaknya seakan ingin melompat keluar melihat banyaknya berkas yang harus ia teliti satu persatu.

Tiba-tiba saja seseorang masuk ke ruangannya tanpa mengetuk pintu. Leo tahu persis siapa yang dengan mudahnya melakukan hal tidak sopan semacam itu.

“Paman dengar semalam pemilik perusahaan Gid Hype meninggal dunia di ruang kerjanya, dan ada tanda sayatan ‘X’ di lehernya. Kau kembali berulah?” ucap Eric, sahabat dekat ayah Leo yang langsung to the point tanpa basa-basi terlebih dahulu.

“Paman datang kemari hanya untuk bertanya hal tidak penting seperti itu?”

“Kau membunuh banyak orang, Mr. X!” teriak Eric. Memang, Leo adalah Mr. X, mafia bertopeng serigala putih yang terkenal akan kekejamannya dalam membunuh. Semalam ia memang membunuh dua orang, yaitu Carlos dan pemilik salah satu perusahaan.

Meskipun begitu, tak ada satu pun polisi yang berhasil mengungkap identitas asli Mr. X.

Leo sudah mengatasi semuanya, ia bahkan membunuh semua orang yang mengetahui identitas miliknya. Sekarang hanya Eric dan bos mafianya yang mengetahui siapa Mr. X itu. 

“Cih, jika ruangan ini tidak kedap suara, Paman tak akan selamat,” ucap Leo.

Bisa-bisanya pamannya itu berteriak tentang identitas yang sudah ia sembunyikan rapat-rapat.

Eric duduk di kursi yang berada tepat menghadap Leo.

“Hentikan pekerjaanmu itu dan fokus pada perusahaan. Paman tak pernah mengizinkanmu untuk menjadi seorang mafia kejam seperti itu! Ah, tidak, kau lebih mirip psycopath.”

“Paman tidak bisa mengaturku sekarang. Sekeras apa pun itu, aku bisa membantah perkataan Paman.”

“Anak ini benar-benar ....”

“Paman sudah tua, jadi hiduplah dengan tenang bersama istri dan anak-anak Paman. Aku bisa mengurus diriku sendiri,” tutur Leo, ia mulai menganalisis berkasnya satu persatu. Tak peduli jika Pamannya masih ingin mengomel.

“Apa katamu?!” 

Eric memang sudah tidak muda lagi, umurnya sudah mendekati kepala lima, bahkan sudah memiliki seorang istri dan dua orang anak kembar yang masih berumur 10 tahun. Namun, wajah dan tubuhnya masih terlihat muda. Banyak yang menjuluki Eric sebagai pemilik wajah muda. Walau umurnya sudah terbilang tua, tetapi tak membuat ketampanannya luntur. Bahkan, energinya masih sama seperti ketika ia muda.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status