Mas Yuda masih memarkirkan mobil. Aku turun lebih dulu. Berlari mencari Kania. Gadis itu terduduk di pojok taman, didekat parkiran. Seorang laki-laki duduk di sampingnya. Sedikit berjarak. Tapi tetap mengawasi Kania."Kania...,""Mbak Sari" Dia menghambur ke pelukanku. Gadis itu menangis. Tubuhnya gemetar karena ketakutan"Sudah, jangan khawatir. Mbak Sari disini. Ayo duduk, kita duduk." Aku mengajaknya duduk di bangku taman . Gadis itu merengangkan kakinya lurus. "Minum dulu" Aku ambil botol yang aku bawa dari mobil. Dia meminumnya setengah bitol. "Makasih mbak." Suaranya terdengar lebih tenang.Aku melihat kearah lelaki yang duduk didekat Kania tadi. Mas Yuda sudah disana bersamanya. Mereka berjalan mendekati kami."Bagaimana keadaan adikmu?" Lelaku itu bertanya"Sudah baik mas. Terimakasih ya, sudah menjaganya""Dia takut saat melihatku mendekat. Mungkin dia fikir aku berniat jahat. Aku ajak ke taman agar tidak mendengar suara ambulance" "Makasih Bang, sudah datang kemari." mas
Mas Yuda membawa motor Kania, mengikuti aku dari belakang. Kania hanya terdiam. Sejak tadi dia menundukan kepala."Kenapa diam?""Kania menyesal mbak.""Menyesali apa ?" Aku melihat wajahnya terus menunduk."Beberapa hari lalu, Nia bertengkar dengan Yustin. Dia bilang, Nia anak pembawa sial. Orang tua Nia meninggak karena kania membawa sial"Astagfirullah!" Yustin marah karena Nia melaporkannya pacaran mbak.""Lalu, Kamu di apakan?""Kami bertengkar di ujung perempatan desa. Dia menghadang Nia saat mau pulang kerumah. Nia di jambak, di pukul, di dorong bergantian dengan teman-temannya.""Kenapa Nia tak bilang pada mbak Sari?" Aku sedikit marah. Kania anak yang baik. Tak akan mungkin dia mencari masalah, jika saja aku tau sebelum kejadian ini, sudah pasti aku maki Yustin habis-habisan!"Kania takut mbak Sari bertengkar dengan bu Ika. Nia mengumpatnya saat itu, bahkan tanpa sadar Nia menyumpahinya" Gadis itu menangis."Nia menyumpahi Yustin? Nia bilang apa?""Kania bilang, semoga dia h
"Ayo, mana sertifikatnya?" Ibu menengadahkan tangan didepanku. Bahkan melihatku dengan remehnya.Aku tersenyum sinis memandang mereka satu persatu. "Picik! Kalian fikir aku akan diam menerima. Iya? Jangan bermimpi!""Alah, aku tak perduli lagi. Mana kunci dan sertifikat rumahku!""Rumahmu? Hey tuan sombong, ada keringat Bapakku juga disana! Jangan lupa tuan Pengecut!"Dia tersenyum sinis. " Ternyata kamu perempuan murah, menjual dirimu demi semua harta ini." Mas Aldo memandang ke arah mas Yuda. "Oh, dia lelaki yang sudah memberimu banyak uang? Seberapa hebat dia di ranjangmu bro?" Mas Aldo mendekat kearah mas Yuda. "Bagaimana rasanya menikmati bekasku?" Bisik mas Aldo.Tanganku sudah siap menghantam kepalanya saat mas Yuda mencengkeram tangan mas Aldo kebelakang. "Tak bisakah menjaga adab mu dalam berbicara mas? Mulutmu sudah di asah melukai orang rupanya!"Mas Aldo terdiam. Dia menahan amarah, tapi tak bisa berbuat banyak. Dia terkunci. Semakin bergerak, tangannya semakin tertarik ku
Hari ini tokoku libur, Persiapan pembukaan besok. Aku putuskan kekantor pengacara tempatku menemui mereka dulu. Kantor itu sudah banyak motor dan mobil saat aku datang.Aku masuk kedalam kantor. Seorang wanita berdiri menyambutku. "Ada yang bisa kami bantu bu?""Saya mau cari pak Bagas. Sudah datang?""Pak Bagas? " Dia nampak kembali memastikan."Yaa mbak. Belum datang atau bagaimana?""Pak Bagas sudah tidak disini lagi bu. Sudah pindah.""Sebentar, jadi pak Bagas gak disini? Maksud saya sudah tidak kerja di sini lagi?""Betul. Ibu ada perlu apa?""Saya kliennya."Wanita itu tampak terdiam sebentar. "Ibu duduk dulu saja. Saya panggilkan yang punya kantor dulu."Aku duduk disofa. Sebentar kemudian lelaki yang sedikit lebih tua datang mendekat. "Assalamualaikum, saya pak Danu. Ibu?"Walaikumsalam. Sari pak, saya Sari. Bapak yang punya tempat ini?""Betul. Mbak cari pak Bagas?"Aku menganggukkan kepala. Kuceritakan kronologi yang terjadi padaku dan kasusku juga kuceritakan. Agar aku jug
Aku terkejut dengan dekorasi yang di pasang di luar toko. Mbak Yayuk dan mbak Nur yang menyiapkan semuanya. Dekorasinya sangat elegan. Ternyata kemarin mereka merencanakan semua ini, sebagai kejutan untukku.Bagian depan toko di hias banyak bunga. Balon tersusun melengkung di pintu masuk. Bahkan tali merah di ikat didepan pintu. Mbak Yayuk juga memasang tenda dan meja didepan. Beberapa kursi juga di tata sedemikiam rupa."Mbak, ini indah sekali. Aku fikir hanya akan membuat syukuran kecil didalam. Tapi ini seperti pembukaan suwalayan besar saja""Kami hanya membantu Sari, ibumu yang meminta kami memberimu kejutan""Ibu?" Aku melirik kearahnya. Ibu tersenyum. Aku segera memeluknya erat. Wanita kesanyanganku ini menangis. "Ibu kenapa gak bilang, Sari jadi nangis ini" aku berusaha menghapus air mataku. Ibu tersenyum. "Jangan menangis. Jelek sekali kamu. Ibu hanya ingin membuatmu bahagia nduk. Ibu belum pernah membahagiakanmu setelah banyak yang kamu lalui." Ibu mengusap wajahku dengan l
"Mbak, tau darimana mas Alan selingkuh?" Setelah kami cukup jauh dari ikeluarga mas Aldo. Aku menarik mbak Nur dan bertanya."Emang suami si Asya beneran selingkuh Sar?"Lah, dia malah nanya!"Tadi mbak bilang begitu, tadi?"Mbak Nur malah tertawa. "Woalah, aku cuma ngarang. Wajah suami si Asya saja lupa-lupa ingat." Mbak Nur berucap sambil menahan tawanya. "Tapi semoga deh mantunya bener selungkuh. Biar tau tu bu Ida sakit hatimu." Mbak Nur melipat tangan di dada. "Heran aku, dengan perempuan tua satu itu, kok gak ada simpatinya sama perempuan lain. Cemceman anaknya malah di pelihara. Mau jadi apa itu kompleksku!" mbak Nur menepuk jidatnya sendiri.Aku hanya terdiam. Apa kabar mbak Asya sekarang ya? ***Acara pembukaan tokoku selesai. Aku melihat Siti masih sibuk mencatat barang di lantai atas. Di bantu beberapa kariawan, gadis itu memang lebih cekatan di usianya yang masih muda."Sibuk sekali Sit?" Aku mendekat, duduk di samopingnya.Dia menoleh, tersenyum melihatku. Aisyah kulih
Warga sudah berkumpul didepan rumah Bu Ika. Bau anyir darah sesekali tercium di hidungku. Kami masih menunggu bu Lurah juga."Sehari ini bu lka gak keluar mbak?" Pak Robi tetanggaku bertanya."Tadi pagi datang ke toko ikut syukuran kok pak. Tapi hanya sekilas saya lihatnya." Kania menjawab. Aku malah sama sekali tak melihat bu Ika. Entah karena terlalu sibuk atau kebetulan aku tak melihatnya."Ada yang berangkat dengan bu Ika waktu ke toko mbak Sari?" Warga lain saling bertanya. Siapa yang bersama bu Ika hari ini.Namun semua terdiam, menggelengkan kepala. Sepertinya memang tak ada yang tau atau bersama bu Ika hari ini."Dobrak saja yok!" Seorang pemuda maju dengan beberapa orang."Iya pak, nanti ternyata bu Ika gak dirumah. Atau cuma ketiduran, Kita sudah terlanjur panggil polisi tadi." sambung pemuda lain."Ya sudah ayo coba di buka dulu" pak Rt memberikan perintah.Pintu di dobrak berkali - kali. Tapi membatu bahkan bergerak saja tidak. Hampir setengah jam tak ada yang bisa membuka
Empat puluh menit kami sampai di komplek perumahan Cendana Cluster. Melewati gerbang kami harus menunjukkan kartu pemilik rumah. Untungnya sejak di berikan, kartu ini tak pernah keluar dari dompet.Setelah melewati gerbang utama, mobil kembali berjalan. Melewati jalan panjang dengan pohon cemara dan dinding di kanan dan kiri. Dinding dengan tanaman rambat, menjalar ke atas. Teringat sebuah castil bila melihat ini.Keluar dari jalan utama, kami sedikit menanjak melewati kolam air buatan yang mirip dengan danau mini. Ada banyak bangku ditepiannya dan lampu taman menghiasi tepian danau.Tiba di ujung jalan kami belok kekanan. Disanalah rumah-rumah berada. Jika belok kekiri, kami akan tiba di area olah raga. Lapangan basket,futsal, tenis, badminton, taman khusus untuk berlari dan water boom kecil.Masuk ke kawasan perumahan. Rumah kami di kawasan paling depan. Melewati beberapa rumah dengan bentuk minimalis dan senada, kami berhenti dirumah nomor delapan. Kania turun membuka gerbang kecil