Share

Bab 6

Masuk melalui gerbang Tol Jagorawi, sebuah Minivan hitam meluncur cepat menuju Bandung. Burhan dan Tyo duduk di kursi tengah, satu orang rekan Burhan di kursi depan dan seorang lagi mengemudi.

   "Burhan, kenapa Bos kalian tidak melapor Polisi saja kalau memang mencurigai Widya pelakunya?" Tanya Tyo, kali ini kepalanya sudah dibebaskan dari kain penutup.

   "Itu bukan urusanku. Juga bukan urusanmu, Tyo. Aku sendiri tidak tahu kepentingan Bos itu apa mengharuskan aku jangan sampai didahului Polisi menangkap Widya dan Sam? Yang aku tahu, tadi pagi aku turut menyaksikan berita di tv telah ditemukan seorang tamu hotel JWM telah meninggal dunia dalam posisi duduk di kursi di dalam kamarnya. Yang ditemukan meninggal itu tak lain adalah, Mr. Ben.  Sedangkan Widya yang menemani Mr. Ben, sudah menghilang," sahut Burhan kini sikapnya pada Tyo lebih bersahabat setelah Tyo menyatakan sikap dirinya bersedia bekerjasama.

   "Bos-mu mengenal Sam. Apakah kamu juga mengenalnya, Burhan?"

   "Tentu saja. Aku pengawal pribadi Bos. Meski tidak pernah berinteraksi langsung dengan Sam dalam suatu urusan, setidaknya aku sering melihat Sam dari dekat sekali tiap kali Bos  bertemu Sam."

   "Sam itu kolega bisnis Bos-mu?"

   "Setahuku, Sam itu pengawal pribadi sekaligus orang kepercayaan Mr. Ben dalam urusan bisnisnya di Indonesia. Sedangkan Bos-ku, mitra utama Mr. Ben dalam urusan eksport Batu Bara dan Kelapa Sawit. Jadi, selagi Mr. Ben sedang berada di negaranya, Sam itu yang mengurusi bisnisnya di Indonesia."

   "Kalau begitu, Sam dan Bos-mu saling mengenal dengan baik?"

   "Keduanya saling mengenal dengan baik. Mereka mitra sekaligus teman dekat. Sebelum menjadi orang kepercayaan Mr. Ben, Sam adalah orang kepercayaan Bos-ku sendiri dalam menjalankan bisnisnya."

   "Mungkinkah setelah Sam bekerja pada Mr. Ben, Bos-mu tidak terima dan terjadi perselisihan di antara mereka?" Tyo terus bertanya dan ia sendiri merasa aneh, kali ini Burhan terus meladeni setiap pertanyaannya.

   "Entahlah? Aku sendiri tidak habis pikir dengan persoalan ini? Aku hanya seorang Pengawal pribadi, Tyo. Apa bisa aku perbuat selain menunaikan tugas dari Bos?" Burhan seperti baru menyadari, apa gerangan yang terjadi sesungguhnya antara Bos dengan Sam? Dan kenapa Bos tidak cukup melaporkan Sam dan Widya ke Polisi kalau memang mereka berdua dianggap bertanggungjawab atas kematian Mr. Ben?

   Minivan benar-benar dipaksa melaju cepat tanpa pertimbangan batas kemampuan lari kendaraan sesuai rancangan pabrik. Burhan tahu rekannya sang Pengemudi sedang menunaikan perintah dirinya agar segera dapat menyusul objek yang sedang diburunya.

   "Bagaimana kalau kamu lapor Polisi saja, Burhan? Tanpa sepengatuhan Bos?" Alih Tyo pertanyaannya terkesan polos.

   Burhan menoleh cepat menatap Tyo lekat-lekat. "Maksudmu, Tyo?"

   "Agar kita tidak perlu repot menyusul Sam dan Widya. Kita lapor Polisi saja. Ke manapun mereka pergi, aku bisa menunjukkan keberadaan mereka kepada Polisi. Polisi di wilayah terdekat dengan keberadaan Sam dan Widya akan dengan mudah dapat menangkap mereka."

   "Persoalannya bukan cukup menangkap mereka. Justru Bos tidak ingin mereka ditangkap Polisi. Alasan kenapa Bos menghendaki itu, tolong kamu berhenti bertanya, Tyo. Aku sendiri pusing tak mengerti apa yang ada di kepala Bos?" Burhan seperti mulai capek membincangkan Bos-nya sendiri.

   "Sungguh aku sulit memahami apa yang tengah terjadi ini?" Gumam Tyo bertanya pada dirinya namun cukup jelas didengar Burhan.

   "Karena itu berhentilah keinginanmu untuk tahu urusan yang bukan urusan kita, Tyo."

   "Sudah dua tahun aku bekerja pada Widya, baru ini dia mendatangkan kesulitan untukku. Meskipun aku masih meyakini, Widya tak ada andil atas kematian Mr. Ben."

   "Daripada kamu menduga-duga hal yang sulit kamu pahami, baiknya kamu coba cek keberadaan mereka. Sekarang posisi mereka di mana?" Burhan mengusulkan.

   Tyo segera memantau keberadaan Widya terkini di ponselnya, "Mereka sedang melintasi jalan Limbangan. Wilayah Garut Utara."

   "Menuju ke mana kira-kira, mereka?"

   "Limbangan itu bagian dari jalur utama provinsi lintas Selatan Jawa. Kalau mereka terus mengikuti jalur Selatan Jawa, mereka akan melintasi kota Tasikmalaya, kota Ciamis, kota Banjar, setelah Banjar mereka akan melewati perbatasan Jawa Barat dan Jawa Tengah. Selanjutnya aku tak tahu Sam dan Widya hendak pergi ke mana?"

   "Andai mereka berhenti di titik keberadaannya sekarang, kita perlu berapa jam dapat menyusulnya?"

   "Tanpa gangguan dalam perjalanan, sekitar tiga-empat jam kita dapat menyusulnya."

   Burhan geleng-geleng kepala mengisyaratkan bukan hal mudah mengejar buruannya dengan selisih waktu tiga-empat jam.

   "Aku memang bisa terus memantau keberadaan Widya. Tetapi kalau keberadaannya terus bergerak, aku tidak tahu berapa lama waktu yang kita perlukan untuk menyusul mereka, Burhan?"

   "Tak apa lah, Tyo. Terpenting aku menunaikan perintah Bos. Dan kamu tetap aman selagi mau bekerjasama denganku."

   Tyo tak bersahut. Dalam dadanya bergemuruh amarah pada Burhan namun ia jujur pada dirinya bahwa kemampuannya tak bisa meng-ungguli Burhan dan dua orang temannya. Andai Burhan seorang diri saja, sekalipun tubuhnya kalah besar oleh Burhan, Tyo akan mencoba berontak.

   "Jika mobil ini dapat melaju lebih cepat lagi, lakukanlah!" Titah Burhan pada Pngemudi.

   Tanpa bersuara, Pengemudi melaksanakan perintah Burhan. Minivan lebih cepat lagi melaju meski penumpangnya di dalam kabin merasakan ketidaknyamanan karena Minivan tidak dirancang untuk melaju cepat melampaui kapasitasnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status