Memikat Hati Tetangga

Memikat Hati Tetangga

Oleh:  Ara Angin  On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
3 Peringkat
14Bab
453Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Blurb: Aku tidak membutuhkan orang lain, termasuk dirimu! Asalkan ada ibu, bagiku sudah cukup!” Itulah ucapan paling menyakitkan bagi Wida, yang keluar dari mulut suaminya, hingga ia memutuskan untuk pergi meninggalkan keluarga yang, sudah memberi banyak kenangan manis dan pahitnya kehidupan. Tanpa disangka, ia bertemu kembali dengan pria yang ternyata memiliki kenangan buruk di masa lalu bersamanya. Apa sebenarnya yang terjadi di antara mereka? Apakah akhirnya Wida bisa menemukan kebahagiaannya?

Lihat lebih banyak
Memikat Hati Tetangga Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
MamGemoy
Semangat update terus thor ... keren banget ceritanya
2023-02-07 19:49:55
2
user avatar
Salamah Bakir
luar biasa
2023-02-04 09:32:48
2
user avatar
El GeiysyaTin
cerita yang bagus
2023-02-02 17:50:38
2
14 Bab
Bab 1. Pandangan Pertama
Pandangan Pertama Begitu Menggoda “Dasar menantu tidak berguna! Menyusahkan saja!” kata seorang wanita tua dari dalam sebuah rumah besar dengan banyak bunga di halamannya. Teriakan itu dibarengi kegaduhan lain yang memekakkan telinga, seperti suara dari beberapa barang yang dibanting dan dilempar, sampai ke teras samping di mana dapur berada.“Kapan kamu pernah benar bekerja, Wida? Goreng kerupuk saja gosong!” kata orang itu lagi.“Ibu, tidak usah teriak-teriak, malu didengar tetangga, saya tahu saya salah tapi, tidak semua makanan yang saya masak gosong, kan?” kata seorang wanita lainnya yang terlihat lebih muda.Ia bernama Widati Ainun yang biasa dipanggil Wida, wanita itu sedang diomeli oleh Warsi—ibu mertuanya, karena kesalahan kecil saja. Walaupun demikian, ia tetap sabar karena menghormati ibu mertua sama saja menghargai suaminya.Wida berjalan untuk mengambil barang yang di lempar ke luar oleh Warsi. Wajahnya tanpa ekspresi dan pucat, sesekali ia menghela napas dalam dan terli
Baca selengkapnya
Bab 2. Jangan Hamil
Jangan HamilAda gurat kekecewaan yang dalam, terpercik secara jelas di wajahnya, setelah tahu bahwa wanita itu ternyata sudah memiliki pasangan. Hatinya yang semula berbunga-bunga kini menjadi layu seketika. Setelah berada di dalam rumahnya kembali, Wastra berdiri di dekat jendela, melihat ke arah Wida dari balik kaca, ia semakin terkejut ketika tiba-tiba ada seorang anak lelaki kecil yang, berusia sekitar dua tahun berlari memeluk wanita itu dan memanggilnya ibu. “Jadi, dia sudah punya anak juga?” tanyanya dalam hati, Wastra terlihat semakin kecewa. Meskipun begitu, ia tidak lantas beranjak dari tempatnya dan tetap melihat apa yang terjadi antara anak dan ibunya itu. “Mama!” panggil Wahyu sambil menangis, ia anak pertama Wida yang baru saja bangun dari tidurnya. Warsi yang semula berada di kamar segera melihat cucunya yang menangis, lalu wanita tua itu dengan terpaksa membuka kembali pintu yang semula dibanting, untuk mengantar sang cucu pada ibunya. “Urus anakmu yang benar jan
Baca selengkapnya
Bab 3. Si Penggoda
"Ibu ini bicaranya kok, seperti mau buat fitnah saja?” tanya Wida, ia heran dengan ucapan Warsi yang menyudutkan dirinya.“Iya, kan? Kamu tadi ngobrol lama sama laki-laki itu?” kata Warsi. “Ibu tidak usah begitu, deh. Saya tidak lama! Cuma tanya nama saja,” tandas Widati. “Halah! Dia juga bikin rengginang Ibu gosong, tambah bodoh aja istri kamu ini, Was! Kamu tahu, kan? Rengginang itu makanan kesukaan Ibu?” tanya Warsi. Wasis tidak berkomentar, tapi pandangan matanya menyiratkan kecurigaan yang dalam pada istrinya. Ia meneguk air mineral yang diberikan oleh Wida dengan sikap acuh tak acuh. “Dia bilang lagi pusing, padahal itu cuma alasan saja karena malas kerja,” kata Warsi. “Astagfirullah!” kata Wida dalam hati. “Sudah, Bu, mengadunya? Mas Wasis biar makan dulu, ya Bu. Nanti dilanjut lagi ngomelnya, kalau sudah makan, kasihan ... anak ibu ini baru datang,” kata Wida lagi, sambil memegang tangan suaminya. “Kamu ini, Wid, tidak sopan sama orang tua, hakku sebagai ibu itu jauh le
Baca selengkapnya
Bab 4. Oleh-oleh Untukku
Oleh-oleh Untukku“Iya, Bu. Aku yakin, memilih dia, aku belum pernah merasakan jatuh cinta seperti aku mencintai Wida!” “Kenapa perasaan Ibu tidak yakin kalau wanita seperti dia masih suci, bukannya dia sering dipanggil ke sana ke sini untuk menari, kamu sendiri tahu, wanita penari itu seperti apa, kan? Kebanyakan mereka orang yang suka mengumbar auratnya!” “Tidak, Bu ... aku sudah lama mengenal Widati dan tahu bagaimana dirinya, aku yakin dia wanita baik-baik yang pantas menjadi istriku!” Begitulah jawaban Wasis waktu itu, hingga mau tidak mau Warsi pun setuju dan akhirnya mereka resmi menjadi suami istri tak lama setelah lamaran terjadi. Wida menghela nafas dalam sambil menyelesaikan pekerjaannya membereskan meja makan. Ia membiarkan Warsi pergi begitu saja tanpa memedulikan sang menantu, yang tersinggung dengan ucapannya. Jelas-jelas ia masih perawan ting-ting, ketika menikah dengan suaminya dan Wasis pun bisa membuktikan hal itu. Perempuan itu hendak pergi ke kamar untuk mengh
Baca selengkapnya
Bab 5. Memikat Hati
Tatapan Mata “Tapi, Mas ... kan, bisa cari pembantu buat bantuin aku ngurus rumah sebesar ini sendiri, sekarang aku lagi hamil terus terang aku tidak sanggup, Mas!” “Nah, makanya jangan hamil dulu ... sudah tahu repot kalau punya anak!” tandas Warsi dengan tatapan culas. “Terus, saya harus gimana Bu, apa bayi ini harus digugurkan dan saya jadi pembunuh gitu?” sahut Wida sambil menggelengkan kepalanya tidak terasa air mata kembali meleleh di pipinya, “Bu, saya ini menantu Ibu, bukan pembantu!” Warsi tidak menanggapi ucapan Wida dan ke luar dari kamar itu, dengan kesal disusul oleh Wasis yang juga pergi setelah memakai kaos oblong. “Jangan membantah Ibu terus, Wid! Kasian Ibu sudah tua!” kata Wasis sambil berlalu, membuat Wida tidak percaya kalau suaminya itu semakin hari semakin membela ibunya. Wida berdiri di dekat jendela sambil memandang keluar sesekali ia mengusap air mata yang membanjiri pipinya. Ia tidak sadar ada orang lain yang melihat ke arah jendelanya, dengan tatapan r
Baca selengkapnya
Bab 6. Memikat Hati Tetangga
Memikat Hati TetanggaMenyadari tatapan Wastra itu, Wida segera mengalihkan pandangannya kembali pada ibu mertuanya. “Ya Allah ... Ibu ini sudah tua tapi mukulnya keras juga ya?” kata Wida sambil mengusap-usap bahunya yang terasa panas akibat pop ukulan sang ibu mertua. “Kamu ini, mau melawan?” Setiap kali Ibu mertuanya mulai marah maka Wida lebih memilih untuk mengalah, karena ia orang yang tidak suka mencari permusuhan dia lebih cinta damai. “Maaf, Bu, tadi Wahyu nangis, jadi saya ajak jalan-jalan sebentar. Lagian, biar saja Wuri bikin air minum buat tamu, dia dapat pahala, loh, Bu?” “Apa kamu bilang tadi? Sebentar? Eh, ingat ya, kalau nanti kamu sudah melahirkan, kamu tidak bisa santai-santai lagi seperti ini, apa kamu ngerti?” “Iya, Bu ... saya ngerti dan tidak akan merepotkan Ibu selagi saya bisa melakukan semuanya sendiri.” Wida kembali ke kamar untuk mengganti pakaian anaknya, seraya melirik sekilas ke ruang tamu di mana ada empat orang duduk secara berhadap-hadapan. Mere
Baca selengkapnya
Dia Punya Otak Juga
Dia Punya Otak JugaWida mengabaikan saja ocehan Ibu mertuanya yang terdengar jelas dari kamar, tiba-tiba hatinya seperti di cubit karena ucapan yang merendahkannya itu.Sudah sering Warsi mengatakan hal-hal kasar pada Wida, tapi ia tetap bersabar sampai saat ini, karena menghargainya sebagai ibu dari sang suami—pria yang ia cintai.“Astaghfirullah!” gumam Wida lirih sambil mengusap dada. Wanita itu merasakan sikap kasar ibu mertua yang dimulai sejak ia berhenti bekerja, semakin parah saja. Namun, kali ini disebabkan oleh kehamilan menantu yang tidak mereka harapkan.Wida langsung menghampiri anaknya yang masih menangis dalam box-nya, setelah selesai berpakaian. Lalu, menghampiri Wasis yang masih tidur sejak mereka selesai melepaskan kerinduan sebagai suami istri. Ia ingin agar suaminya itu segera membersihkan diri dan melakukan kewajibannya, karena waktu sholat magrib sudah tiba.“Mas, bangun!” kata Wida sambil menggoyangkan tubuh suaminya sementara ia menggendong anaknya agar tidak
Baca selengkapnya
Klinik Bersalin
Ke Klinik BersalinWida merasa ucapan Wasis, seolah-olah merendahkan istrinya sendiri, tapi ia tidak ingin menanggapi lebih jauh karena hanya akan membuat pertengkaran saja. Ia terbiasa membina orang-orang kalangan generasi muda, remaja atau anak-anak, dan melatih mereka menuju sebuah proses kesuksesan dibidang seni tari. Dengan demikian, ia terbiasa menghadapi berbagai macam karakter manusia. Begitu juga saat menghadapi suami dan keluarganya, maka ia lebih baik bersabar dan mengalah. kalau tidak ingin membuat pertengkaran semakin parah.“Mas! Besok anterin aku ke bidan, ya?” Akhirnya Wida mengalihkan pembicaraan ke arah yang lebih baik, ia membicarakan hal yang tidak disukai suaminya. Akhir-akhir ini perhatian Wasis, sangat terbatas hingga wajar kalau Wida ingin mendapatkan perhatian lebih dari suaminya, apalagi sekarang dirinya sedang hamil.“Buat apa ke Bidan, kandungannya juga masih kecil?” tanya Wasis menatap Wida dengan tatapan penuh tanya.“Ya, nggak apalah, Mas. Cuma memas
Baca selengkapnya
Ingin Ikut Campur
Ingin Ikut CampurWida melihat pria itu tulus, tapi ia tidak mungkin menerima bantuannya begitu saja, mengingat mereka baru saja saling mengenal. Apalagi, ia tidak enak bila dilihat tetangga atau Ibu mertuanya.Wida menengok ke belakang ke arah rumah yang tertutup, sebelum ia menjawab, “Terima kasih, Pak! Tidak usah, saya bisa pergi sendiri kok!”“Kamu mau naik apa dan mau ke mana?” tanya Wastra lagi, kali ini pria itu turun dari mobilnya.Wida merasa tidak perlu menjawab pertanyaan Wastra yang terkesan ingin ikut campur urusan pribadinya. Wanita itu pun memilih memalingkan muka dan melihat ke arah jalanan yang sepi, tidak ada angkot akan lewat di kejauhan sana.Saat Wastra sudah berdiri tepat di samping Wida, ia pun berkata, “Jangan kuatir, aku nggak akan minta ongkos kok! Jadi, nggak masalah, kan? Kebetulan saya nyantai.” Wastra berkata bukan tanpa alasan, Ia memang hanya butuh mengecek keadaan proyek hari ini, tidak lebih. Jadi, ia memang tidak terlalu sibuk.Wida kembali me
Baca selengkapnya
Bukan Wanita Murahan
Bukan Wanita Murahan"Kenapa Bapak masih ada di sini?” Tanya Wida heran. Langkahnya terhenti karena pintu mobil Wastra yang terbuka, menghalangi di hadapannya sedangkan laki-laki itu masih duduk di belakang kemudi. Namun, tatapan matanya lurus hingga terpaut satu sama lain“Ya, nunggu kamu, lah! Kasian kalau kamu harus jalan ke pasar sambil bawa anak, mana panas banget lagi!”“Nggak apa-apa kok, Pak!”Wida berusaha menolak dan ia akan berjalan melewati pintu mobil itu, tapi dengan cekatan Wastra menjalankan mobilnya hingga kembali berada di hadapan Wida, membuat wanita itu tak berkutik.“Wida ... enakkan diantarin aku!”Melihat keraguan dalam tatapannya, Wastra pun kembali bicara, “Aku nggak sibuk, Kok, ayo naik! Panas di luar!”Mau tidak mau Weda mengikuti keinginan laki-laki itu dan duduk di mobil, sambil memangku anaknya.Benar saja apa kata Wastra, setelah masuk ke dalam suasana mobil itu dingin dan sejuk hingga tidak terasa panas lagi.Tanpa banyak bicara Wastra mengantar
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status