Share

Keputusan Berpisah

Penulis: Bintang Asiah
last update Terakhir Diperbarui: 2022-06-11 00:16:29

Plak! Plak!

Dua tamparan keras mendarat di kedua pipi Bayu. Panas dan perih terasa. Sakit sudah pasti, lebih-lebih hatinya. Dipermalukan di depan Ibu dan Istrinya membuat harga dirinya terinjak-injak.

Bu Fatma yang duduk di dekatkan sontak terkaget, dia tidak menyangka jika suaminya Guntur Suseno akan semarah ini. Sedang Airin hanya diam tak berekspresi. Saat ini hatinya lah yang paling tersakiti.

"Anak 'tak tau diri! Kamu ingin mencoreng nama baik keluarga ini, hah! Bikin malu saja," umpat Pak Guntur lantang. Tangannya terangkat untuk menampar pipi anaknya untuk ketiga kalinya, namun di urungkannya.

"Jika kamu memang menginginkan anak, kamu kan bisa menikah lagi bukannya malah menghamili anak perempuan orang."

"Apa kamu tau siapa Dewi itu? Bagaimana keluarganya? Bagaimana sifatnya, bibit dan bobotnya? Hah! Apa kamu pikirkan itu?"

"Dewi perempuan baik-baik, Pah!" ucap Bayu membela diri.

"Omong kosong! Perempuan baik macam apa yang punya hubungan gelap dengan laki-laki beristri."

"Aku akan menikahinya, Pah. Dia sedang mengandung anakku," ucap Bayu sedikit ragu. Sebenarnya dia takut perkataan nya kali ini membuat Papanya semakin marah.

"Das*r anak kurang ajar!" tangannya terangkat. Kali ini Pak Guntur benar-benar akan memukul anaknya lagi sebelum akhirnya Bu Fatma mencegahnya dengan teriakan.

"Hentikan, Pah! Hentikan! Apa Papa akan terus mengumpat dan memukuli ana Papa sendiri?" ucap Bu Fatma sedikit berteriak.

"Semua ini salahmu, kamu terlalu memanjakannya sehingga dia seperti ini," ucap Pak Guntur kesal.

"Dan Papa terlalu keras kepadanya!" ucap Bu Fatma 'tak ingin kalah dari suaminya.

Seketika suasana hening. Terus-menerus marah membuat leher Pak Guntur terasa kaku. Mungkin kolesterol nya naik, dipijit-pijit nya tengkuknya untuk meredakan ketegangan.

"Bayu harus segera menikah dengan Dewi, Pah. Kalau perutnya semakin besar dan dia bercerita ke orang-orang, 'kan keluarga ini juga yang bakalan menanggung malu. Kita harus segera menikahkan mereka secepatnya."

Pak Guntur hanya terdiam. Dipijit-pijit nya kepalanya yang sedikit pusing.

"Pah?" tanya Bu Fatma keras, menunggu jawaban dari suaminya.

"Aku harus memikirkan dahulu, Ma. Tidak semudah itu menikah kan anak kita. Apalagi anak kita kan sudah punya istri. Dan belum tentu juga anak yang dikandung perempuan itu anaknya, Bayu. Jika Perempuan itu berani tidur dengan laki-laki yang bukan suaminya. Tidak menutup kemungkinan juga kalau dia tidur dengan laki-laki lainnya di luaran sana."

"Dewi bukan Perempuan seperti itu, Pa. Dia hanya berhubungan dengan Bayu."

"Ha ha ha," Pak Guntur tertawa mengejek.

"Lihat, Ma. Lihat kelakuan anakmu. Sekarang dia bahkan berani membela selingkuhannya."

"Ya mungkin karena itu kenyataannya, Pah. Sekarang tidak ada waktu lagi untuk berpikir, Pah. Kalau kabar ini tersebar kemana-mana, 'kan Papa sendiri yang bakalan malu. Memangnya kenapa kalau anak kita punya dua istri. Poligami 'kan sah-sah saja."

Yang dikatakan istrinya memang ada benarnya, mau tidak mau Pak Guntur harus menerima Dewi menjadi menantu ke dua di keluarga ini. Demi nama baik keluarga tentunya. Masalah bibit, bebet, dan bobot terpaksa harus dikesampingkannya.

Akan tetapi bagaimana dengan pendapat Airin. Bukankah dia juga berhak dimintai pendapat?

"Bagaimana pendapat mu, Airin?" tanya Pak Guntur sedikit ragu. Sebenarnya dia sudah mendengar dari istrinya jika menantunya ini ingin bercerai. Ah, wanita mana yang rela dikhianati.

"Airin ingin bercerai, Pah!" ucap Airin tegas. Ada nada kepiluan dari ucapannya.

"Bukankah perceraian sangat dibenci oleh agama kita, Rin!" kata Pak Guntur mencoba mendebat menantunya.

"Dibenci bukan dilarang, Pah. Airin tidak mau menjadi istri yang durhaka, Pah."

"Maksudmu bagaimana, Rin?" tanya Pak Guntur yang sedikit bingung dengan perkataan menantunya itu.

"Rasa hormat saya kepada Mas Bayu saat ini sudah hilang, Pah. Saya tidak mau menjadi istri yang tidak menghormati suaminya. Karena Airin butuh rasa hormat itu agar Airin bisa berbakti kepada suami Airin."

Bayu tiba-tiba duduk bersimpuh di hadapan Airin. Tangannya meraih kedua tangan Airin menggegamnya mencoba meyakinkan.

"Maafkan aku Airin, aku mohon sekali ini saja maafkan suamimu ini. Beri aku kesempatan sekali lagi. Aku gak ingin berpisah darimu. Aku sangat mencintaimu. Aku janji akan jadi suami yang adil, Rin." ucap Bayu memelas. Segala bujuk rayu kembali diucapkannya.

"Aku sudah memaafkan mu, Mas. Tapi aku gak bisa melupakan penghianatanmu. Jadi aku mohon ceraikan aku, biarkan aku pergi."

"Tidak Airin! Aku tidak ingin kita bercerai. Tidak akan, aku pasti akan jadi suami yang adil, Rin. Percayalah!" Bayu bangkit dan memeluk Airin erat-erat.

Sekuat tenaga Airin mencoba mendorong tubuh Bayu untuk lepas dari pelukannya. Dulu ini adalah tempat ternyaman baginya. Namun sekarang dia merasa jijik jika suaminya menyentuh nya.

"Jika Mas Bayu tidak mau menceraikan ku, maka aku yang akan menggugat mu, Mas," ucap Airin lantang, kemudian beranjak pergi meninggalkan ruangan.

Keadaan menjadi semakin rumit. Pak Guntur sedikit khawatir dengan ucapan menantunya barusan. Jika benar nanti Airin menggugat cerai Bayu, maka berita kehamilan Dewi akan segera tersebar. Tentu saja ini akan menjatuhkan nama baik keluarga dan perusahaan.

***

Airin duduk termenung di depan meja rias. Memandangi wajahnya yang sedikit kusut tapi tak mengurangi kecantikan di wajahnya. Ada kantong hitam dibawah matanya, menandakan dia sering menangis dan begadang akhir-akhir ini.

Keputusan nya sudah bulat untuk berpisah dengan Bayu. Jika laki-laki itu tidak mau menceraikan nya, maka dia yang akan menggugat cerai suaminya.

Klek!

Terdengar suara pintu ditutup. Airin tidak menyadari jika ternyata Bayu sudah masuk ke kamar juga.

"Maafkan aku, Rin!" ucap Bayu. Tangannya telah memeluk tubuh Airin dari belakang.

"Lepaskan aku, Mas! Tolong jangan sentuh aku lagi."

"Aku masih suamimu, Rin. Aku masih berhak menyentuhmu."

"Mas Bayu berhak menyentuhku dengan cara yang baik, bukan memaksa." Dipegangnya lengan Bayu untuk segera lepas dari tubuhnya, kemudian beranjak pergi dari kamar.

"Apa kamu akan terus tidur di kamar nenek?" tanya Bayu kesal.

"Aku hanya sedang membiasakanmu untuk tidur tanpaku, Mas!" jawab Airin, kemudian bergegas meninggalkan Bayu di kamar sendirian.

***

"Nenek belum tidur?" tanya Airin saat melihat Nenek Salma masih terjaga.

"Nenek tadi bangun karena mendengar orang sedang marah-marah. Apa terjadi sesuatu, Rin?" tanya sang Nenek penasaran.

"Tidak ada apa-apa, Nek," bohong Airin.

"Ya sudah, Nenek tidur lagi aja yah. Airin temenin." Airin menarik selimut untuk menyelimuti kembali tubuh Nek Salma.

"Sekarang jam berapa, Rin?" Tangannya meraba-raba nakas, mencari-cari kacamatanya.

"Jam setengah sepuluh, Nek."

"Astaghfirullah! Nenek kesiangan, Rin. Nenek belum salat subuh."

"Jam setengah sepuluh malam, Nek. Masih malam."

"Nenek sudah salat isya belum yah, Rin?"

"Sudah, Nek. Tadikan kita berjamaah, Nek."

"Yah sudah, kita tidur lagi aja yah, Nek. Sudah malam." ajak Airin.

Airin berbaring di sebelah Nenek Salma, menidurkannya kembali seperti menidurkan anak kecil.

Hal yang paling berat bagi Airin jika dia meninggalkan keluarga ini adalah Nenek Salma. Airin sudah menganggap nya seperti Neneknya sendiri. Tiga tahun belakangan ini dialah yang merawat sang Nenek. Membatunnya mandi, menyuapinya makan, bahkan mengajaknya jalan-jalan sesekali. Bukan tidak ada perawat yang menjaganya. Tapi semua perawat yang pernah dipekerjaan tidak ada yang bertahan lama, karena terkadang Nenek Salma mengamuk dan memarahi siapa saja jika demensia nya kambuh.

Nenek Salma adalah ibu dari pak Guntur Suseno. Nenek Salma penderita demensia, penglihatan dan pendengaran nya juga sudah mulai berkurang karena faktor usia. Dulu waktu pertama kali Airin datang sebagai menantu, Nenek Salma masih sehat belum demensia. Dialah yang dengan gembira menyambutnya dan menyayanginya sepenuh hati menganggapnya seperti anak cucu sendiri.

Membayangkan berpisah dari Nenek, Netra Airin mulai berkaca-kaca. Siapa yang akan merawat sang Nenek jika dia benar-benar pergi dari keluarga ini? Tak terasa bulir-bulir bening mulai berjatuhan dari kedua netranya, pilu terasa.

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Mhd Syahri Madona Ritonga
ok keren, semangat trus pak
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Memilih Bercerai Daripada Dimadu   2. Tugas Pertama

    Aura merasa senang dan sedikit gugup saat menerima tugas pertamanya sebagai sekretaris setelah satu bulan pelatihan . Meski terasa menantang, Aura siap untuk memulai dan memberikan yang terbaik dalam tugasnya. Dia mempersiapkan segala kebutuhan untuk menyelesaikan tugas tersebut, termasuk menyusun jadwal, membuat catatan, dan mengatur dokumen. Hari ini, Aura menyiapkan jadwal rapat untuk Bos Alan, CEO perusahaan tempatnya bekerja untuk pertama kalinya. Jadwal rapat tersebut sangat penting karena akan membahas strategi perusahaan untuk tahun depan.Aura mengecek jadwal yang sudah ia siapkan, memastikan bahwa semua detailnya telah diatur dengan baik. Setelah ia merasa yakin, Aura pun membawa jadwal rapat tersebut ke ruang kerja Bos Alan.Suasana ruangan itu hening. Di depannya, Bos Alan sibuk mengetik di laptopnya, menunjukkan betapa ia memang sangat sibuk. Aura menyerahkan jadwal tersebut namun Bos Alan meminta Aura membacakan jadwal rapat t

  • Memilih Bercerai Daripada Dimadu   Dipecat

    Aura berdiri di depan meja kerjanya yang telah dikosongkan sembari membawa barang-barangnya dengan perasaan kecewa. Hari ini dia dipecat dari kantornya. Dia terlihat sangat sedih dan kecewa karena dia baru saja kehilangan pekerjaan yang sudah lima tahun lebih ditekuninya hanya karena dia terlambat dua menit saat rapat presentasi proyek yang ditanganinya.Aura berusaha menenangkan dirinya dengan mengatakan bahwa dia akan menemukan pekerjaan yang lebih baik dan melanjutkan cinta-cintaannya menjadi desainer interior yang handal dengan kemampuannya sendiri, tapi rasa sakit dan kekecewaan masih membekas dalam hatinya.Aura berjalan keluar dari gedung kantor dengan perasaan yang sangat hampa, berharap bahwa dia akan menemukan jalan keluar dari kesulitan yang akan dia alami nanti jika ayahnya Arga Wicaksono mengetahui keadaannya sekarang.Dia berpikir kembali pada pagi tadi, saat dia terlambat dua menit saat rapat presentasi proyek yang sangat penting. Aura tidak bisa membantah bahwa dia sala

  • Memilih Bercerai Daripada Dimadu   Tentang Aura

    "Kok sendirian mba momongannya? Suaminya kemana?""Wah lucunya. Berapa tahun Mba anaknya?""Mirip banget yah sama Mamahnya.""Seneng yah masih muda sudah punya momongan. Jadi nanti gedenya kayak kakak adek."Aura hanya menanggapinya dengan senyuman masam. Berkali-kali gadis berusia dua puluh lima tahun itu harus menjelaskan kepada pengunjung taman jika bocah berumur lima tahun yang kini sedang dimomongnya adalah adiknya. Sedikit yang percaya, namun tidak sedikit pula yang menyangkalnya."Bunda....!" Aura cemberut sembari menghentak-hentakankan kakinya begitu gadis itu tiba di rumahnya."Kakak. Ada apa, kok teriak-teriak begitu?" tanya Airin yang sedang sibuk memotong kue brownies yang baru selesai dibuatnya. "Besok-besok pokoknya Aura gak mau jagain Inara lagi.""Memangnya kenapa?" Airin menanggapi santai. Dia tahu, Aura tidak benar-benar serius dengan perkataannya."Orang-orang di taman itu loh, Bunda. Masa mereka anggap Inara itu anaknya Aura. Aura gak rela. Aura kan belum menikah.

  • Memilih Bercerai Daripada Dimadu   Akhirnya

    "Kamu kenapa, Ga? Ada masalah?" tanya Mas Danu ketika rapat sudah selesai. Mereka berdua masih duduk di ruang rapat, sementara pegawai yang lainnya sudah keluar."Eh...Gak. Gak ada apa-apa kok." "Tapi dari tadi kamu terlihat melamun. Di rapat bahkan kamu tidak memperhatikan presentasi mereka. Sebenarnya ada apa? Apa kamu sedang ada masalah dengan istrimu?""Gak ada. Hanya saja...." Arga terlihat ragu-ragu untuk melanjutkan. Seharusnya hubungannya dengan Airin tidak ada masalah mengingat tadi malam dia dan istrinya justru sedang dalam fase keintiman yang sangat dalam. Tadi malam Arga benar-benar merasa senang karena akhirnya Airin sudah mulai terbuka dan berani dalam hal urusan ranjang. Tapi rasa itu berubah menjadi kebingungan ketika pagi ini Airin seolah-olah sengaja menghindarinya. Telepon dan SMS nya bahkan tidak di balas."Ayolah cerita. Siapa tahu Mamasmu ini bisa bantu.""Emm... Pernah gak, Mba Irma tiba-tiba diemin Mas Danu.""Bukan pernah lagi. Hampir setiap bulan. Apalagi k

  • Memilih Bercerai Daripada Dimadu   Petak Umpet

    Hingga pukul tujuh pagi, Arga belum juga menjumpai Airin. Bahkan ketika dia dan anak-anak menikmati sarapan pagi, Istrinya tidak juga muncul."Airin kemana, Bu?" tanya Arga sembari melihat ke kanan dan ke kiri."Tadi ada kok di dapur.""Gak ada, Bu. Dari tadi Arga cari-cari gak ada tuh di dapur ataupun di kamar anak-anak.""Masa!""Beneran, Bu. Dari pulang ke masjid Arga belum melihatnya.""Tadi dia di dapur kok, pas kamu ngajak anak-anak jalan pagi. Ini nasi goreng kan istrimu yang masak.""Terus sekarang Airin dimana?""Mana Ibu tau. Kamu kan suaminya.""Paling Bunda lagi marah yah sama Ayah," ledek Aura."Marah kenapa? Ayah gak buat salah.""Yah biasanya kalau Perempuan lagi marah kan suka ngediemin, gak pengen ketemu. Kayak yang di TV-TV itu loh, Yah," balas Aura."Kamu ini kebanyakan nonton sinetron. Bunda kalian kan gak pernah marah.""Tapi Bunda juga kan Perempuan, Yah. Wajar juga kalau marah.""Bundamu tidak seperti itu." Arga mulai kesal karena tidak menemukan titik terang ke

  • Memilih Bercerai Daripada Dimadu   Hadiah Kejutan

    Siang ini Airin memutuskan pergi ke pusat perbelanjaan untuk mencarikan hadiah untuk suaminya. Airin meminta Nirma yang kebetulan sedang berada di Jakarta untuk menemaninya. Merekapun pergi bersama dengan anak-anak mereka. Airin juga membawa kedua pengasuhnya untuk membantunya menjaga si kembar. Sementara Nirma ditemani suaminya."Kasih ide dong, Nir. Kira-kira hadiah apa yah?""Bagaimana kalau jam tangan mewah.""Itu hadiah tahun kemaren, Nir.""Kalau baju?""Itu terlalu biasa.""Parfum?""Sudah pernah.""Dompet?""Sudah juga.""Apalagi yah?"Airin dan Nirma terlihat berpikir sejenak."Ahaa. Aku ada ide." Raut wajah Nirma terlihat berbinar-binar."Apa, Nir?" "Sini Aku bisikin." Nirma mendekatkan mulutnya di telinga Airin."Ah kamu ini." Wajah Airin seketika merona mendengarkan perkataan yang Nirma bisikkan."Percaya, deh. Tidak ada yang lebih cowok sukai daripada yang ITU." Nirma sengaja menekankan kata terakhir dengan intonasi yang lebih kuat."Dasar kamu, yah. Tidak berubah meskip

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status