เข้าสู่ระบบSebuah motor yang tadinya melaju dengan kecepatan sedang, perlahan menepi setelah menyalakan lampu sen kirinya. Sang pengemudi tidak sendiri, ada sosok perempuan yang duduk di jok belakangnya. Raut wajahnya tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya setiap kali laki-laki itu mengantarnya pulang. Ia turun, tadinya ia masih tersenyum begitu menatap mata elang lelaki itu, senyumnya luntur begitu saja.
“Terima…”
Ucapannya terpotong karena lelaki itu langsung menancap gas begitu memastikan jika perempuan yang ia antar sudah turun. Arzeta hanya tersenyum masam menatap kepergian Genta, lelaki itu sengaja segera pergi.
“Kasih…” Lanjut Arzeta melanjutkan ucapannya yang sempat terpotong.
Arzeta melangkahkan kakinya menuju rumah kontrakannya, baru saja ia membuka pintu sudah dikejutkan dengan ibunya yang sudah berdiri di ambang pintu, melihat anaknya yang sedikit tersentak kebelakang ibunya hanya tersenyum tanpa dosa.
“Tadi siapa Ta?” Tanya Mila yang rupanya sejak tadi melihat interaksi antara Genta dan Arzeta.
“Temen kamu?” Tanya Mila begitu tak mendapat jawaban dari sang anak yang sMamah melepas sepatu kantornya.
“Bukan.” Bantah Zeta dengan kata yang begitu singkat.
“Terus? Pacar kamu?” Tanya Mila dengan senyumannya yang mengembang.
“Bukan, ih!” Pekik Zeta mendengar tebakan ibunya yang semakin menjadi-jadi itu.
“Iya masa orang yang kamu nggak kenal? Ibu sering loh lihat kamu dianter sama itu cowok!” Ucap ibunya, terus mendesak anaknya sampai Zeta mengambil air di kulkas pun ibunya tetap membuntutinya dari belakang.
“Senior aku!” Jawab Arzeta membuat ibunya mengangguk-angguk pelan.
“Dia suka sama kamu!”
“Uhukk…” pernyataan ibunya membuat Arzeta yang sedang meminum seketika langsung tersedak.
“Hati-hati dong Ta!” Ucap Mila dengan tatapan khawatirnya.
“Mamah ini yang aneh, bisa-bisanya berpikiran begitu.” Ucap Zeta memandang ibunya dengan kerutan di keningnya, ia kesal rupanya.
“Ya kan kali aja! Lagian senior mau nganterin pulang.” Ucap Mila menunduk semakin memelankan ucapannya.
“Enggak! Nggak ada. Aku bareng sama Bang Genta karena rumahnya searah aja udah.” Jawab Arzeta dengan Panjang lebar, menegaskan jika Genta tidak mungkin ada perasaan dengan dirinya. Lebih tepatnya Zeta mengulang ucapan Genta kemarin yang menggebu-gebu.
Ibunya hanya tersenyum mendengar Zeta yang menegaskan hubungan mereka, kemudian Zeta berbalik badan dan menuju kamarnya. Tubuhnya sudah lengket meski ia bekerja di ruangan ber-AC tetap saja keringatnya keluar ketika siang hari.
Bukannya bergegas menuju kamar mandi, ia merebahkan tubuhnya terlebih dahulu. Memainkan ponselnya berharap ada pesan entah dari siapa. Ia melihat kontak Genta yang sedang online. Arzeta tersenyum kemudian jari-jemarinya mengetikkan sesuatu disana.
Arzeta : Makasih Bang Genta!
Pesan itu tidak dibaca, ah bukan lebih tepatnya pesan-pesan dahulu sudah berbulan-bulan pun tidak dibaca. Notifikasi yang tadinya online berubah menjadi terakhir dilihat. Arzeta menghela nafasnya kasar, ia masih saja percaya jika suatu hari akan ada satu hari dimana Genta akan membaca pesannya satu demi satu.
“Ah tauk ah!” Umpat Zeta entah kepada siapa, ia membuang ponselnya asal di tempat tidur.
Kemudian beranjak pergi menuju kamar mandi dengan sehelai handuk yang ia ambil dari gantungan belakang pintu. Ia membersihkan dirinya, ia sedang mandi tapi pikirannya kemana-mana. Bukan masalah pekerjaan tapi Genta, laki-laki yang tadinya menjadi senior yang mengajarkan ini itu berubah menjadi satu-satunya orang yang membenci dirinya.
Terkadang, pernahkah berfikir? Ketika kita melakukan segalanya kepada seseorang akankah mereka melakukannya juga kepada kita, kalaupun tidak! Karma biasanya tetap saja terjadi pada mereka. Meski bukan kita yang membalas tapi justru orang lain.
“Siapa yang tahu!” Desis Arzeta mengangkat kedua bahunya.
Melanjutkan acara mandinya bak ritual malam sebelum pergi tidur, sedangkan ibunya sedang menonton acara televisi sambil menunggu Arzeta selesai mandi. Semua makanan telah ia hangatkan untuk putri semata wayangnya. Ia bekerja di salah satu took besar, di pasar tepatnya menjadi pelayan disana. Ia tidak mau putrinya menjadi tulang punggung keluarga. Ia masih kuat, kenyataannya menghidupi Arzeta selama berpuluh tahun ia masih sanggup meski tanpa ada suami di sisinya.
Tak berapa lama, Arzeta keluar dengan rambut yang sudah ia sisir meski masih basah. Menggunakan baju babydoll ia masih pantas justru terlihat seperti anak remaja. Arzeta melihat satu persatu lauk yang disediakan ibunya.
“Banyak banget?” Tanya Arzeta pada ibunya yang duduk disebelahnya namun matanya menyimak acara sinema di televisi.
“Iya, tadi dikasih tetangga ada acara hajatan katanya.” Ucap Mila dengan senyum namun tak mengalihkan pandangan matanya.
“Bohong!” Desis Arzeta membuat Mila menoleh dengan wajah sedikit gugup bak tertangkap basah bahwa ia sedang berbohong.
“Iya, dikasih tetangga.” Ucap pendek Mila membuat Arzeta menghela nafas Panjang.
“Mamah itu nggak udah bohong, pake acara hajatan segala. Zeta tahu kalau ini tuh dikasih tetangga karena mereka kasian sama kita!” Ucap Zeta kesal membuat ibunya yang tadinya sMamah dengan sinema di televisi kini mulai tertanggu dengan omelan anak semata wayangnya.
“Kalau mereka kasian kenapa? Mamah harus menolak? Zeta ! Mamah nggak meminta-minta.” Tegas Mila membuat Arzeta mengatupkan dengan rapat kedua bibirnya. Ia kalah, lagi pula memang tidak ada yang salah hanya Arzeta saja yang terlalu sombong. Merasa ia sudah menjadi seseorang yang terpandang.
“Kamu harusnya bersyukur! Dikelilingi orang-orang baik! Nggak seperti kontrakan kita sebelumnya yang…”
“Cukup!” potong Arzeta dengan nada tingginya membuat ibunya tersentak kaget.
“Iya! Zeta salah. Sudah nggak usah ngungkit masa lalu!” Ucap Arzeta kemudian menyuapkan satu sendok nasinya dengan sedikit kasar ke dalam mulutnya.
Mila pun memilih diam, sejak dulu Arzeta selalu tidak mau lebih tepatnya menghindar setiap kali Mila membicarakan masa lalu mereka. Ia tidak menutup telinga pada gunjingan-gunjingan tetangga bahkan keluarga besarnya. Itu alasan mengapa Mila dan Arzeta memilih hidup di kota orang tanpa mau pulang ke kota kelahiran mereka.
“Mamah udah bayar kontrakan?” Tanya Zeta begitu ponselnya menyala, matanya menangkap tanggal jatuh tempo ia harus membayar kontrakan.
“Sudah barusan! Sebelum kamu pulang.” Jawab Mila dengan senyum meski Zeta tidak melihatnya, perempuan itu sibuk dengan ponselnya.
Beginilah kehidupan ibu dan anak, terkadang berselisih paham, saling bersitegang adalah sesuatu gelombang penghias dalam hubungan. Bukankah hubungan yang selalu baik-baik saja tidak menandakan yang sebenarnya justru ada yang disembunyikan.
Zeta kembali melihat kontak Genta yang kembali online, seperti biasa pesan yang Zeta kirimkan tidak pernah dibaca dan juga story pun tak pernah Genta lihat. Arzeta yakin jika kontaknya tidak disimpan oleh lelaki berumur 27 tahun itu.
Ia meletakkan ponselnya memilih focus pada makan malamnya, mencintai seorang Genta memang butuh tenaga yang cukup rupanya ya.
***
“Ira!” Panggil Zeta dengan suara yang sedikit bervolume dibandingkan sebelumnya. Membuat sag pemilik nama Ira menghentikan motornya yang baru saja ia akan menancap gas.“Ini, lupa kan?” Tanya Zeta menyodorkan sebuah kotak bekal yang rupanya berisikan bolu yang ditawarkan.“Oh iya lupa Ta!” Ucap Ira dengan senyumannya kemudian menerima kotak bekal dari sahabatnya itu.Setelah Ira pergi Zeta masuk ke kantor, kebetulan sekali ia bertemu dengan Genta yang baru saja tiba di parkiran. Zeta tersenyum meski tak terbalas kemudian menghampiri Genta yang sengaja tidak peduli dengan kedatangan perempuan yang kini sudah berdiri disampingnya.“Ada apa?” Tanya Genta galak padahal Zeta belum mengatakan sepatah kata pun.“Kebetulan Bang Genta disini. Mau ngasih bolu bikinan Mamah aku nih.” Ucap Zeta menyodorkan sebuah kotak.Bukannya segera menerima, Genta memandang kotak berwarna biru itu dan Arzeta secara bergantian. Sedangkan Zeta masih setia memegang kotaknya dan tak lupa senyuman tulusnya yang se
Hari masih sedikit gelap, sang mentari belum juga menampakkan diri pasanya. Sedangkan perempuan yang tengah memeluk dirinya sendiri dengan selimut itu sedikit terusik tidurnya karena mendengar kebisingan diluar kamarnya. Ia memaksa dirinya untuk membuka matanya. Merenggangkan sedikit ototnya, tidak seperti biasanya ia bangun sebelum sang mentari terbit.“Mah…” Panggil Arzeta yang perlahan membuka pintunya dengan mata setengah terpejam.“Mamah ganggu ya Ta!” Ucap Mila yang langsung menoleh ke belakang menghentikan sejenak aktivitasnya yang rupanya sedang memasak sebuah bolu.“Ada pesenan ya Mah?” Tanya Zeta seraya mengusap pelan matanya.“Iya, cuman sedikit sih!” Jawab Mila terus melanjutkan acara potong memotong bolu yang baru saja ia diamkan setelah dimasak di oven.Zeta mencuci muka dan tangannya, mengikat rambutnya asal dan bergegas mendekat pada sang ibundanya guna bisa sedikit membantu pekerjaan sampingan ibunya. Mila hanya tersenyum kepada Zeta yang selalu siaga tanpa ia minta t
Hujan deras yang mengguyur kota tidak mengindahkan kedua insan yang dalam perjalanan pulang, hujan yang cukup dalam beberapa detik membuat baju basah tak mengurungkan niat Genta untuk segera pulang. Dia bahkan mengabaikan soal Arzeta yang tidak membawa mantol. Jadilah perempuan yang berada di jok belakangnya basah kuyup.Arzeta beberapa kali menutup matanya begitu air hujan beserta angin menimpa matanya beberapa kali. Jika tidak terpejam mungkin air akan masuk dan akan terasa sakit. Ia terus merutuki dirinya dalam perjalanan pulang. Bagaimana bisa ia memaksakan diri untuk ikut pulang meski tidak memakai mantol. Lihat sekarang, hujan deras sampai rupa dan kondisi Arzeta tidak berbentuk pun lelaki di depannya tidak peduli. Sungguh malang nasibmu nak!Perlahan motor menepi begitu sampai di seberang kontrakan Arzeta, biasanya Arzeta akan berlama-lama tapi tidak untuk sekarang.“Makasih Bang!” Ucapnya kemudian bergegas berlari menyeberang begitu tidak ada kendaraan disana.Ia bahkan tidak
Cuaca siang hari begitu panas namun tiba-tiba begitu menjelang sore langit mendadak gelap dipenuhi dengan awan hitam. Tidak hanya Zeta yang merasakan hawa dingin mulai melanda ruangan, banyak karyawan lainnya berdoa agar tidak hujan saat jam pulang nanti. Zeta justru mencemaskan ibunya yang sekarang mungkin sudah perjalanan pulang.Zeta : Mamah sudah sampai?Zeta meletakkan ponselnya dan kembali menatap data yang ada di monitor sambil menunggu balasan dari ibunya. Lagi pula jika hujan pun ia juga bingung bagaimana cara pulang sedangkan ia tidak punya mantol.Mamah : sudah, ini baru saja gerimis. Zeta menghela nafas, ia lega tidak perlu mencemaskan ibunya kehujanan. Sekarang saatnya ia memikirkan bagaimana ia pulang nanti jika hujan deras. Dulu awal masuk kerja mungkin Ira sahabatnya setia menjemputnya namun sekarang keduanya hanya bisa Bersama ketika berangkat saja karena Ira selalu lembur.“Ta! Mau bikin teh anget nggak?” Tanya Salsa tiba-tiba saja muncul disamping Arzeta.“Lo mau
“Pagi !” Sapa seorang perempuan yang baru sampai menyapa teman-teman satu kantornya mereka tersenyum pada Zeta.“Ta hari ini gue gak titip kopi dulu deh!” Celetuk seseorang dari belakang yang langsung dibalas anggukan Zeta.“Kenapa lo? Tumben bener!” Tanya Dicky pada lelaki yang berkutik dengan ponselnya.“Gue habis dari rumah mertua gue, kebetulan dibawain kopi.” Ucap lelaki itu memperlihatkan botol termosnya membuat Dicky mengangguk paham.Dicky, yang berbeda kantor itu selalu nimbrung Bersama teman-temannya disini sebelum jam kerja dimulai. Lebih tepatnya sebelum Genta datang, pastinya ia akan sendiri di ruangan jadi lebih baik tertawa dengan teman-teman lainnya.Tak lupa menggoda fans sahabatnya adalah kegiatannya berhari-hari yang tak pernah bosan. Zeta mulai malas jika Dicky sudah berjalan menuju kearahnya ia pun memasang muka masam. Bukannya mengurungkan niat justru Dicky tersenyum.“Widih nggak ada Genta aja lo galak bener sama gue!” Ucap Dicky duduk di meja kerja Zeta.Zeta m
Sebuah motor yang tadinya melaju dengan kecepatan sedang, perlahan menepi setelah menyalakan lampu sen kirinya. Sang pengemudi tidak sendiri, ada sosok perempuan yang duduk di jok belakangnya. Raut wajahnya tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya setiap kali laki-laki itu mengantarnya pulang. Ia turun, tadinya ia masih tersenyum begitu menatap mata elang lelaki itu, senyumnya luntur begitu saja.“Terima…”Ucapannya terpotong karena lelaki itu langsung menancap gas begitu memastikan jika perempuan yang ia antar sudah turun. Arzeta hanya tersenyum masam menatap kepergian Genta, lelaki itu sengaja segera pergi.“Kasih…” Lanjut Arzeta melanjutkan ucapannya yang sempat terpotong.Arzeta melangkahkan kakinya menuju rumah kontrakannya, baru saja ia membuka pintu sudah dikejutkan dengan ibunya yang sudah berdiri di ambang pintu, melihat anaknya yang sedikit tersentak kebelakang ibunya hanya tersenyum tanpa dosa.“Tadi siapa Ta?” Tanya Mila yang rupanya sejak tadi melihat interaksi antara Gen







