Bab 5
Mereka semua mengelilingiku dengan tatapan penuh kecurigaan. Aku merasa seperti tersangka yang tertangkap basah menggelapkan uang suamiku sendiri padahal aku belanja sebanyak ini semua dari hasil kerja kerasku sendiri.
"Jawab Aisyah! dari mana kamu bisa mendapatkan uang untuk belanja sebanyak itu?" Mamah kembali mendesakku.
"Jangan-jangan dia mencuri Mah! coba Mamah dan Sizi cek uang atau perhiasan kalian! takutnya dicuri sama Aisyah terus uangnya buat shopping," tuduh Mba Rara.
"Jaga mulut kamu ya Mba! aku memang berasal dari keluarga miskin tapi aku gak sehina itu. Aku belanja sebanyak ini murni dari hasil kerja kerasku sendiri, jadi silahkan kalian cek apakah ada barang kalian yang hilang dirumah ini!" bantahku.
Mamahpun termakan tuduhan Mba Rara, beliau langsung berjalan menuju kamarnya untuk mengecek apakah ada barang berharganya atau uang yang hilang karena dicuri. Cukup lama Mamah menggeledah isi kamarnya sendiri dibantu dengan Mba Kiki. Begitu pula Sizi ia juga mengecek seluruh isi kamarnya memastikan tidak ada satu barangpun yang hilang. Sedangkan aku yang masih disandera Mba Rara hanya berdiri bersandar tembok dengan santai melipatkan kedua tanganku diatas perut sambil menunggu Mamah keluar dari kamarnya, sikapku biasa saja karena memang aku tidak mencuri uang maupun barang mereka jadi kenapa mesti takut?
"Bagaimana Mah apa ada yang hilang?" tanyaku saat Mamah keluar dari kamarnya berjalan menuju kearah kami.
Mamah hanya menggelengkan kepala memberikan pertanda bahwa semuanya baik-baik saja.
"Punyamu Zi apa ada yang hilang dikamar?" tanya Mba Rara.
"Gak ada Mba. Semua barang dan uang Sizi utuh tidak ada yang hilang,"
Akupun berdecak kesal karena mereka telah menuduhku sembarangan bahkan lebih tepatnya memfitnah.
"Kalian lihat sendiri kan semua barang dirumah ini utuh tidak ada satupun yang hilang, aku tidak terima difitnah oleh kalian semua. Bisa saja aku mengadu pada Mas Indra atas perlakuan Mamah dan Kakak Iparku lalu memintanya untuk pergi dari rumah ini. Tapi aku tak sekejam itu karena aku tahu Mamah dan Sizi masih membutuhkan Mas Indra untuk memenuhi kebutuhan dirumah ini sekaligus membiayai kuliah Sizi," ancamku.
Mereka semua terdiam karena menahan rasa malu, kali tidak ada yang berani menjawabku terlebih Mba Rara dan Mba Kiki, mereka takut kalau saja suami mereka yang harus menanggung biaya kuliah Sizi jikalau Mas Indra tidak mau membiayainya. Aku yang saat itu lelah tak menghiraukannya, lebih memilih berlalu meninggalkan mereka menuju kamarku. Terdengar samar-samar Mamah berbisik kepada Sizi.
"Sizi kamu cari tau apa pekerjaan Aisyah! bagaimana bisa dia mempunyai uang untuk membeli barang-barang mahal,"
Untung saja aku tidak sempat memberitahu mereka apa profesiku sebenarnya karena belum saatnya, aku tidak mau mereka tiba-tiba baik padaku hanya karena uang.
****
Pagi-pagi begini sudah terdengar suara orang tertawa cekikikan diruang tamu. Aku yang penasaran membuka sedikit pintu untuk melihat siapa yang ada disana? ternyata mereka lagi, Mamah dan Sherly pagi-pagi sudah ngerumpi. Itu perempuan apa gak ada kerjaan pagi begini sudah dirumah orang hanya untuk numpang gosip. Katanya sih orang berpendidikan lulusan Universitas Luar Negeri tapi masa iya jam segini gak kerja?
"Oya ini ada makanan buat sarapan pagi Mamah!" ucap Sherly sembari memberikan bungkusan berwarna coklat yang ia bawa.
"Makasih Sayang. Kamu benar-benar calon menantu idaman perhatian banget sama Mamah. Gak seperti Aisyah sudah jam segini dia belum juga keluar dari kamarnya. Memang dasar pemalas," ucap Mamah.
Aku yang mendengarnya dari depan pintu kamar hanya bisa menghela nafas panjang. Lagi-lagi aku selalu salah dimata keluarga Mas Indra, berdiam diri dikamar salah apalagi kalau keluar kamar mereka enggan bertegur sapa denganku. Apakah aku harus menjadi seperti Sherly agar dianggap dirumah ini? mencari muka dengan cara memberikan barang-barang mahal dan makanan-makanan enak. Padahal kemarin aku sudah mencobanya dengan membawakan oleh-oleh makanan yang biasa mereka makan tapi aku malah dicurigai. Ah sudahlah yang penting aku sudah berusaha.
"Sama-sama Mah. Kapan Mas Indra pulang Mah? aku gak sabar ingin bertemu dengannya, sudah tiga tahun kita gak bertemu semenjak aku melanjutkan kuliah di Luar Negeri Mas Indra memblokir nomorku sepertinya dia sangat kecewa karena aku menolak lamarannya dan memilih melanjutkan pendidikanku, setelah aku kembali ternyata Mas Indra sudah menikah dengan wanita lain," terang Sherly mengungkapkan perasaannya.
"Mungkin 3-4 hari kedepan dia akan pulang. Tenang saja Sherly Mamah akan bantu kamu untuk kembali lagi bersama Indra. Nanti Mamah akan atur makan malam untuk kalian berdua," ungkap Mamah memberikan harapan pada Sherly.
"Serius Mah? terimakasih Mah,"
Kulihat Mata Sherly berbinar-binar. Dengan bahagianya dia langsung memeluk Mamah Mertuaku, mereka saling berpelukan. Jujur ada rasa iri dalam hatiku, seharusnya aku yang ada di posisinya karena aku menantunya. Tapi mereka begitu akrab sekali, mungkin karena Mamah dan Sherly kenal lebih lama dibandingkan aku. Hingga demi dia Mamah berniat merencanakan sesuatu untuk mempersatukan kembali mereka berdua. Tapi aku tidak akan tinggal diam karena bagaimanapun Sherly hanya masa lalu dan akulah masa depan Mas Indra.
Bab 6[Anak-anak Mamah besok jangan lupa ya ada arisan keluarga di rumah tante Yuyun.] pesan masuk dari Mamah di grup WA keluarga Mas Indra. [Oke Mah. Dresscode warna apa Mah?] balasan dari Mba Kiki. [Dresscode warna merah] balasan dari Mamah. Terlihat di layar ponsel, Mba Rara juga sedang mengetik untuk memulai bergabung percakapan. [Kalau gak punya baju warna merah bagaimana Mah?] tanya Mba Rara yang sepertinya sengaja memancing perkara. [Ya harus beli dong sayang jangan kaya orang susah! kamu kan banyak uang Rara. Anak dan menantu Mamah harus kompak loh!][Rara sih banyak Mah bahkan baju Merah tak terhitung, itu si Aisyah barangkali gak punya. Dia kan baru pindah kesini pasti gak bawa baju banyak dari kampung.] ungkap Mba Rara. Sudah kutebak dia sengaja memancing perkara denganku dengan membuat pertanyaan lalu mengetag namaku di grup, padahal aku sengaja menjadi silent rider karena malas sekali rasanya berada di grup yang unfaedah menurutku. [Nanti kalau Mba Aisyah gak punya
Bab 7"Aisyah cepetan keluar kita mau berangkat!" teriak Mamah dari luar"Iya Mah" jawabku. Lihat saja bagaimana reaksi mereka setelah melihat aku keluar dari kamar. Aku sudah siap untuk menyesuaikan diri dengan mereka sesuai permintaan Mamah. Kutenteng tas bermerk seharga sekian juta ditangan sebelah kiriku, dengan memakai sepatu sedikit berhak sekitar 5 cm mencoba berjalan anggun agar terlihat feminim. Gagang pintu kamar kubuka dengan pelan, suara langkah kaki sepatuku membuat semua orang yang sedang menunggu di ruang keluarga, seketika menoleh kearah dari mana suara itu berasal? "Mba Aisyah?" ucap Sizi yang seketika berdiri dari tempatnya duduk, mulutnya menganga seakan tak percaya apa yang dilihatnya didepan mata. "Apa benar itu Aisyah?" ujar Mba Kiki yang ikut berdiri tidak percaya dengan penampilanku. Aku yang mendengarnya hanya melemparkan senyum lalu berjalan kearah mereka. "Wah. Indra memang jago pilih istri. Ternyata Aisyah gak kalah cantiknya dengan kakak-kakak iparny
Bab 8"Bagaimana Mba Sukma, mau diambil sekarang cincin berliannya?" goda Tante Yuyun. "Emm. Tapi aku harus ijin Indra terlebih dahulu Yun," ujar Mamah yang tengah bimbang. "Itu sih urusan belakangan. Lagian buat Mba Sukma cicilan dua juta perbulan itu sangat ringan, masa Mba gak sanggup?,""Baiklah. Aku ambil," "Nah gitu dong Mba,"Tanpa pikir panjang Mamah langsung mengiyakan tawaran Tante Yuyun.Aku tidak habis pikir demi untuk mempertahankan gengsinya Mamah nekat membeli barang-barang mewah, padahal jam tangan yang dipakainya sekarang saja belum lunas. Tapi berani-beraninya membeli perhiasan dengan cara kredit. Beliau memang tipikal orang yang suka mengoleksi barang-barang modis bisa dibilang termasuk kategori Hypebeast. Dimana orang tersebut akan selalu mencari sesuatu yang membuat style mereka kekinian. Tak jarang barang itu berupa baju, tas, sepatu, hingga aksesoris semuanya barang branded dengan harga mencapai puluhan juta hingga ratusan juta rupiah. Dengan tujuan hanya unt
Bab 9Hari sudah menjelang pagi mentari sudah mulai menampakan sinarnya. Aku yang semenjak menjadi istri Mas Indra setiap pagi menyiapkan sarapan untuknya dan makan bersama. Beberapa hari ini merasa kesepian hanya Bi Ratih yang sudi menemaniku, mengajakku bicara. Sedangkan Mamah dan Sizi sekalinya mengajak bicara hanya untuk berdebat. Kumainkan benda pipih yang ada ditanganku untuk melihat foto pernikahan aku dengan Mas Indra, hanya untuk sekedar mengobati rasa rinduku padanya. Tak sabar rasanya menanti kepulangan suamiku dua hari lagi. Saat aku sedang terlena dengan lamunanku dering ponsel berbunyi ada notifikasi masuk di aplikasi hijauku. [Aisyah cepat keluar dari kamar sekarang! Mamah tunggu di ruang keluargap!] isi pesan dari Mamah. Ada apalagi ini pagi-pagi sudah WA, padahal jarak antara ruang keluarga dan kamarku hanya beberapa langkah saja kenapa Mamah gak langsung panggil saja sih. Lebih baik aku buru-buru keluar kamar takut Nyonya besar dirumah ini semakin menjadi. "Iya M
Bab 10Sudah tidak sabar rasanya menunggu kepulangan Mas Indra suami yang menikahiku beberapa hari yang lalu. Dia yang sedang bekerja sebagai Manager Pembangunan seringkali ditugaskan diluar kota untuk terjun langsung mengawasi proyek pembangunan kontruksi. Yang membuat kami harus siap untuk sering LDR ( Long Distance Relationship) setiap saat. Walau kadangkala hari-hariku terasa kesepian, hampa dimana aku merasakan sebuah rasa kosong dalam diri dan hati. Tapi aku harus tetap bersabar demi mempertahankan pernikahanku yang baru seumur jagung, karena aku tidak ingin mengecewakan kedua orang tuaku di kampung. Aku menutupi semuanya dari Bapak, Ibu tentang Mertuaku atau keluarga Mas Indra yang tidak menganggap aku sebagai menantunya. Yang mereka tahu aku hidup bahagia sekarang bersama Mas Indra. Ya aku memang hidup bahagia dengannya tapi tidak dengan keluarganya. Aku selalu diintimidasi oleh Mamah agar tidak menceritakan segala perlakuannya terhadapku kepada Mas Indra, karena beliau tidak
Bab 11Akhirnya aku bisa meloloskan diri dari cengkraman tangan Sizi, yang memaksaku untuk ikut kemana aku pergi. Karena sangking penasarannya dengan penulis A. Zahra sekaligus ingin membuktikan apakah yang dikatakan aku itu benar atau hanya omong kosong belaka. Untung saja aku masih bisa mengelabuinya dengan beralasan aku akan mampir ke banyak tempat salah satunya supermarket terlebih dahulu untuk membeli kebutuhanku sedangkan dia sudah waktunya berangkat kuliah. Hingga pada akhirnya dia mengurungkan niatnya untuk mengikutiku karena takut terlambat. Dengan bantuan supir taxi online yang ku tumpangi aku menemukan alamat kantor Rumah Produksi dengan mudah. Terlihat gedung tinggi dengan puluhan lantai diatasnya. Ada sedikit rasa canggung saat akan memasuki area kantor, karena ini baru pertama kalinya aku menginjakkan kaki di gedung sebesar ini. Dengan bermodal rasa percaya diri aku mencoba bertanya pada Security yang sedang berjaga di Pos Satpam. Seseorang yang berbaju hitam itu lalu m
Bab 12"Ayo sayang kita mulai makan malamnya! Mamah sengaja masakin makanan kesukaan kamu dan Indra loh," ujar Mamah sembari tangannya menggandeng tangan Sherly. Sherly yang saat ini berada dipihak Mamah dia menjadi semakin besar kepala. Dengan penuh rasa percaya diri dia duduk tepat di hadapan Mas Indra yang hanya terhalang oleh meja makan. Kulirik Mas Indra yang berada disebelahku, dia hanya diam terpaku tanpa suara. "Kamu mau makan apa sayang? Biyar aku yang ambilkan," seruku. Yang sengaja melayani Mas Indra didepan Sherly agar tidak ada kesempatan untuknya mendekati Mas Indra. "Apa aja boleh De," jawabnya. Lalu ku ambilkan sepiring nasi beserta lauknya capcay dan udang goreng tepung. "Aisyah. Mas Indra itu alergi sama udang, kenapa kamu malah kasih dia udang," ucap Sherly. "Aisyah. Kamu sengaja ya mau meracuni Indra? mau bikin Indra masuk Rumah Sakit?" cerca Mamah memojokkanku. "Maafin aku Mas! aku gak tau kalau kamu alergi sama udang," ucapku meminta maaf. "Kamu itu istr
Bab 13"Tunggu sebentar! boleh pinjam kunci mobilnya?" pintaku pada Sherly. "Untuk apa?" tanya Sherly. "Siapa tahu aku bisa membantu," jawabku. Sherly hanya terdiam tanpa menjawab pertanyaanku, dari mimik wajahnya seperti orang yang sedang bingung karena ulahku. Kunci mobil yang di pegangnya aku ambil dengan paksa tanpa menunggu persetujuan darinya sang pemilik mobil. "Aisyah. Kembalikan kunci mobil Sherly! lancang kamu ya. Mobil Sherly itu Mobil mahal kalau sampai rusak atau lecet kamu mau tanggung jawab? hah. Uang dari mana kamu? Aisyah," bentak Mamah. "Mah. Aisyah hanya mau mencoba membantu bukan merusaknya," Bela Mas Indra didepanku. Tanpa kuhiraukan perintah Mamah, aku terus berjalan kearah dimana mobil Sherly terparkir. Dengan menggenggam erat kunci yang sudah ditanganku. Perlahan kubuka pintu mobil Honda Jazz berwarna putih type terbaru. Dua orang wanita yang tak lain Mamah dan Sherly mereka terus saja memperhatikanku, mungkin mereka pikir aku akan mempermalukan diri send