Home / Romansa / Mencintai dalam Doa / Harus Mengadu pada Siapa?

Share

Harus Mengadu pada Siapa?

Author: Lena Latipah
last update Last Updated: 2024-03-20 11:24:23

"Kata siapa? Gak gitu juga maksudnya, mas. Ini hanya telpon biasa"

"Biasa apanya? Biasa berduaan? Biar bisa baikan? Hah!"

"Sini, biar aku jelasin mas."

"Jelasin, apa? Kamu pikir aku gak cemburu?!"

    Semakin lama, nada bicara Antony semakin tinggi. Dengan suaranya itu, Nakula pun terbangun dari tidurnya. Gema tangis balita itu bercampur dengan pertengkaran kedua pasangan suami istri ini.

    Bu Firah yang mendengar tangis dan pertengkaran, langsung naik pitam menghampiri mereka. Tadinya, ia ingin melerai mereka atau sekadar menggendong balita yang tak tahu apa-apa. Entah, ada bisikan apa di telinga beliau.

  Tamparan keras dari tangan kanannya terdampar di wajah Aurora. Ia tak bisa menolak dan diam sejenak. Lalu, menatap sang mertua dengan penuh rasa takut. Di luar dugaan, pertengkaran kecil ini melibatkan sang ibu mertua yang tak tahu benang merahnya.

"Jangan sekali-kali membentak suamimu, Aurora. Ia adalah anakku satu-satunya!"

"Siapa juga yang membentak? Anak ibu sendiri yang naik darah. Saya ingin bicara baik-baik, ini semua hanya salah paham."

"Aaaarrgh!" ucap Antony sambil keluar meninggalkan kamar.

   Tak sendiri, Bu Firah juga ikut keluar. Tinggal Aurora dan anaknyalah yang diam di kamar. Entah, drama macam apa yang menimpa keluarga ini. Ervin yang pada saat itu belum mematikan panggilan hanya bisa mengelus dada.

  Ia tak menyangka, wanita yang dulu ia jaga dan kagumi itu disakiti oleh orang terdekatnya. Geram rasanya, ia ingin membantu tapi tak punya kuasa. Dirinya bukan orang yang berhak melerai kesalah pahaman mereka.

   Lalu, ia bergegas mematikan panggilan. Asanya benar-benar bergejolak inginkan marah. Lagi-lagi, ia hanya bisa diam tanpa sepatah kata atau ucapan maaf kepada Aurora.

" Sialan! Pria semacam dia dan keluarganya tega lukai Aurora? Aduh, gak habis pikir. Maafkan aku, Aurora. Hadirnya aku di waktu tepat ternyata belum tentu tepat bagimu. Kudoakan semoga kamu bahagia dan keluarga kecilmu tetap utuh"

    Ervin hanya bisa terdiam cukup lama di kasur. Lalu, ia bergegas untuk ambil wudu dan salat magrib. Tak henti-hentinya, doa Ervin tak pernah putus untuk orang terkasih, tanpa kecuali Aurora.

    Ya, cinta memang tak selamanya harus dimiliki dengan utuh. Tapi setidaknya, doanya mungkin bisa sampai sebagai bentuk cinta yang tak pernah putus. Entah seperti apa jawabannya, Ervin hanya bisa memelas kasih pada Sang Pemilik Cinta.

"Ya Allah, berikan cinta-Mu pada seorang hamba yang bernama Aurora Annisa. Utuhkan kasihnya bersama anak dan suaminya. Lalu, lapangkan hatiku seluas-luasnya demi cinta yang Kau ridhai, Aamiin."

   Perasaan Ervin sepertinya sudah mulai lega. Ia merapihkan sajadah dan bergegas ke dapur untuk memasak bihun goreng instan kesukaannya. Proses memasak makanan yang satu ini memang cukup sederhana tanpa banyak membuang waktu.

  Ervin sudah menyimpan beberapa stok bihun instan yang sudah dilengkapi bumbu. Selebihnya, ia menambahkan telur, irisan sawi hijau, dan cabai rawit. Dengan proses masak 3 menit, Ervin sudah bisa mengenyangkan perutnya.

  Disela-sela suapan bihun goreng itu, ponselnya berbunyi. Ada notifikasi dari grup sahabat kantornya. Mereka meminta untuk video call melalui zoom sambil membahas bonus tambahan yang akan dikeluarkan oleh kantor. Dengan penuh antusias, Ervin mengambil leptop dan masuk ke dalam ruang zoom melalui link yang sudah dibagikan.

"Baru makan, Vin?" tanya salah satu atasan yang masuk ke dalam percakapan keempat sahabat Ervin.

"Nggak, pak. Ini piring bekas teman saya." jawab Ervin dengan senyum terpaksa sambil menunjukkan piring yang tergeletak di kasur.

"Temen apa teman?"

"Ah, bapak dia jomblo baru ditinggal nikah, lho."  celetuk Tio dengan nada datar.

"Oh iya? maaf.. Ervin. Yaudah, boleh sambil makan dan simak pengumuman ini  baik-baik."

"Iya, pak." jawab yang lain dengan nada kompak.

    Selama berlangsungnya rapat, Ervin dan teman-temannya itu memasang wajah serius tanpa senyum sama sekali. Hal ini sangat berbeda jauh ketika mereka membahas masalah asmara atau pun makanan. Terlihat dari layar komputer Ervin, hidung Naka sesekali mekar seolah ingin menyanggah pembicaraan atasan.

    Mungkin, ia masih kurang setuju dengan terpilihnya Ervin menjadi kandidat perwakilan kantor ke kota New York bulan depan. Rasanya, masih ada orang yang lebih pantas mewakili kantor. Salah satunya, dia sendiri.

    Namun, rapat hanyalah rapat dengan isi kepala berbeda-beda. Ketika atasannya itu sudah pergi meninggalkan area zoom, obrolan pun masih berlangsung. Tapi, dengan topik berbeda.

"Widih, keren banget bontot yang satu ini. Nanti gue sama Neira boleh dong nyusul?" tanya Naka.

"Ya, boleh.. tapi, jangan berdua. Gue sama Tio juga ikut, ya!" saut Nugroh.

"Ampun, para suhuuu. Baginda hanya menerima tugas." jawab Ervin sambil menyilangkan tangan dan menuduk.

"Ah, elaaah. Semuanya wajib ikut ya?! Kita patungan nabung dari sekarang, itung-itung liburan akhir tahun."

"Hmm.. Pak Nugroh bisa aja. Udah minta izin belum sama bini?" tanya Ervin.

"Nah.. lhooo.." saut lainnya dengan kompak dan menujukkan jari telunjuk arah kamera komputer. Nugroh pun tersipu malu.

   Canda tawa itu ternyata hanya sementara. Tepat pukul 12 malam, Ervin tak bisa menutup matanya untuk tidur. Malam itu, ia masih bertemankan leptop.

   Di sana, ia membuka beberapa file lama yang berisi foto masa muda-mudi di salah satu SMK Kota Malang. Ia tak bisa berbohong, paras cantik Aurora saat itu memang jadi primadona sekolah.

   Senyum teduhnya pun masih saja ia ingat. Entah, ada apa dengan Aurora. Wanita secantik dia, rela menikah di usia yang sangat muda. Sambil membayangi senyum teduh Aurora, memori Ervin kembali berputar ke masa lalu. Ia mengingat kisah ambisius mereka untuk kuliah.

"Aurora, boleh pinjem buku paket tesnya gak?"

"Nih, boleh. Tapi, jangan dicorat-coret"

"Tenang, buku paket milikmu itu pasti bisa kuganti dengan sebongkah berlian dan pelaminan mewah."

"Ah, gembel.. Belajar dulu, Vin"

"Gombal, Aurora.."

"Nah, itu maksudnya."

   Foto dengan posisi memegang buku paket tebal itu masih tersimpan di leptop Ervin. Tak heran, Ervin takkan bisa melupakan senyum teduh milik Aurora sampai saat ini. Tak lama setelah membayangkan memori itu, ia pun tertidur lelap dengan leptop yang masih menyala.

    Tak jauh dengan Ervin, Aurora pun sebenarnya masih terjaga dalam pandangannya. Ia masih termenung seorang diri sambil sesekali menatap wajah Antony dan Nakula yang sudah tidur. Ia masih dibuat terpukul oleh kejadian dirinya yang baru pertama kali ditampar oleh sang ibu mertua.

  Ribuan pertanyaan untuk kabur sudah mengelilingi isi kepala. Namun, ia tak bisa berbuat apa-apa. Hingga akhirnya, ia nekat untuk menghubungi nomor kedua orang tuanya secara bergantian.

"Ayah, ibu, kalian lagi apa? Udah tidur, ya? Hmm.. Andai saja ibu dan ayah tahu tentang romansa pernikahanku, ternyata sama saja. Alurnya masih seputar pertengkaran. Sama, seperti ibu dan ayah dulu. Beruntung, kalian berdua kini berpisah dan bahagia dengan keluarga baru. Bisakah kalian luangkan waktu sebentar saja untuk mendengar keluh kesahku saat ini?" gumam Aurora sambil sambil menatap foto pernikahan dirinya dengan Antony yang terpasang sebagai walpaper ponsel.

Bersambung..

  

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Mencintai dalam Doa   Pertemuan Aurora dan Ervin

    "Nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif"Ervin mencoba menghubungi Aurora saat itu juga. Sayangnya, hanya terdengar notifkasi bahwa nomor Aurora tidak aktif. Kesal campur khawatir, ia berusaha mengirimkan pesan kepada Aurora. Meskipun hanya terbaca ceklis satu, setidaknya ia bisa memberi kabar kepadanya bahwa ia ada di rumah yang sama. Saat itu, Ervin kembali mengubah posisi duduknya. Lalu, tiba-tiba perutnya berbunyi. Hal semacam itu memberi sinyal ia sedang lapar. "Aduh, perut kerconcangan gini. Mana nyamuk berisik. Tangaku udah gatel, nih!" ujarnya dengan nada pelan tapi kesal sendiri. Kemudian, tangannya menyentuh saku baju. Ia mendapati 1 bungkus kecil kue untuk ibu hamil. Tak lain, camilan itu adalah sisa dari camilan milik Neira. Sedikit melegakan, Ervin kini bisa mengisi perutnya. Sambil tertawa kecil, ia mengingat wajah lucu Neira saat itu juga. "Yah, aku tahu kamu memang baik Nei. Makasih, ya. Aku gak ingat kamu nyimpen cemilan ini di saku baju. Entah harus

  • Mencintai dalam Doa   Kemana Perginya Ervin dan Aurora?

    "Ibu duluan aja." Reva meminta Bu Firah untuk masuk ke kamar lebih dulu. Sambil menatap area luar, ia juga ikut masuk ke kamar. Lalu, ia lanjutkan dengan duduk di salah satu kursi. Wanita itu juga menata area kamar Bu Firah yang cukup bersih. Namun, aroma minyak kayu putih cukup menyekat kuat baginya. Pada saat itu juga, Reva meminta izin untuk buka jendela sebentar saja. Dirinya ingin menghirup udara segar terlebih dulu sebelum tidur. "Jangan ditutup, rev. Ibu ga kuat sama angin Jakarta!" "Oh, hehe iya maaf bu. Kalau saya tidurnya di bawah boleh?" "Nanti kamu kedinginan lho, cantik. Yaudah, kamu boleh buka jendela kalau saya sudah tidur. Kamu disini dulu temenin saya." Keduany merebahkan badan dan berlawanan arah tanpa tatap. Memori Reve bergejolak sedangkan Bu Firah terlelap tidur lebih cepat. Beberapa pertanyaan pun muncul di benak akal bulusnya. Sambil menatap foto pernikahan Antony yang masih dipajang, ia pun mengeluarkan sumpah serapah untuk keluarga kecil in

  • Mencintai dalam Doa   Pencarian Aurora

    "Tapi, apa? Udah yah, aku berangkat dulu sayang. Jaga diri baik-baik dan jaga dede di perut sehat juga." ucap Ervin yang langsung mengecup kedua pipi Neira. Lalu, ia tancap gas berlari menuju mobil. Tak tertinggal, ponsel dalam sakunya pun ia bawa sebagai pentunjuk jalan. Ia berlari cukup kencang sampai Neira kewalahan menahan perutnya. Dari sana, Neira bergegas duduk di kursi teras dan mengelus perutnya sendiri. Sambil menatap Ervin dari jauh, terlihat ia sudah mulai masuk mobil. Sembari duduk, Neira juga berteriak memberikan seruan untuk sang suami. "Jangan lupa lapor polisi, ya!""Aduh, dasar Mas Ervin ada-ada aja. Sekarang aku panggil dia mas, deh. Barangkali bisa luluh. Sabar ya, kakak. Itu ayahmu lagi bantu orang. Semoga cinta tetap buat kita, ya!" Neira bergumam dan mengelus-ngelus perut yang mulai terlihat sedikit buncit. Sementara itu, Ervin yang sudah duduk manis di dalam mobil kembali membuka kaca. Ia menatap ke arag spion untuk memastikan istrinya masih ada di

  • Mencintai dalam Doa   Keberadaan Aurora

    "Biasa, Nei.." "Iya, iya.. aku gak bakalan angkat, kok!" ujar Ervin sambil mengubah nada ponsel ke hening. Lalu, ia membuka pintu untuk mempersilahkan istriny duduk dan menutupnya. Ia memutar arah untuk membuka pintu sendiri. Sekarang, mereka hanya fokus memandang area jalanan. Tapi meski begitu, Ervin curi-curi waktu mengecek ponsel meski istrinya cemberut. Tapi, kali ini ada yang berbeda. Saat ia mengecek ponsel, ada panggilan masuk dari salah satu orang penting di kantor. Siapa lagi kalau bukan Pak Adam. Orang yang juga ia anggap sebagai orang tua angkat sekaligus berjasa atas perjodohan dirinya dan Neira. "Ini ada telpon dari Pak Adam." "Oh, i-iya. Aduh, jangan-jangan dari tadi beliau nelpon. Angkat saja, Vin!" Neira gigit jari seolah merasa bersalah. Ia takut bosnya itu sudah lama menghubungi Ervin. Tapi, sebenarnya tidak sama sekali. Beliua baru menghubungi Ervin tepat saat suaminya itu mengecek ponsel. Sisanya adalah Aurora yang mengirimkan banyak pesan dan

  • Mencintai dalam Doa   Rencana Pernikahan

    "Aurora?!" "Aurora?!" "Buka pintunya!" Beliau terus saja mengetuk pintu sampai Aurora membukanya. Dan saat pintu itu terbuka, sempat ada jeda beberapa detik dimana mereka berdua saling tatap. Aurora menahan tangisnya dan berusaha menguatkan diri. ia pikir dirinya bakal diusir saat itu juga oleh Bu Firah. Sayangnya, pikiran itu hanyalah bayangan semu semata. "Ibu mau ngomong sesuatu di ruang tamu bisa? Kebetulan ibu gak enak juga diam sendirian dari kemarin." "Hmm.. i-iya, bu. Sebentar. Ibu duluan duduk nanti aku nyusul. Kebetulan lagi beres-beres berkas." "Berkas buat apa?" "Aku lagi ikut pelatihan, bu." Dengan wajah ketus seolah tak percaya dengan yang Aurora nyatakan, beliau masuk ke kamar sebentar dan menatap sekeliling kamar. Lalu, membalilkkan bada untuk bergegas duduk kembali di sofa ruang tamu. Aurora sebenarnya risih. Hanya saja ia masih menghormati sosok Bu Firah sebagai orang tua sekaligus mertua. Dan sambil menatap matanya di cermin, Aurora meyakinkan

  • Mencintai dalam Doa   Cemburu tanpa Sebab

    "Tenang, Nei. Biar aku jelasin.""Jelasin apa? Bukannya prioritasin istri malah teman. Bisa gak si gak usah layanin dia""Aku juga gak layanin, Nei. Aku hanya bantu dia lewat teman. Lagian kita gak ada hubunan spesial. Teman biasa!""Teman biasa? Perselingkuhan juga berawal dari biasa saja.""Lagian aku gak nyembunyiin itu dari kamu kan?! Semuanya terbuka." Percakapan itu terdengar cukup keras. Ervin yang awal mulanya bernada lembut mengikuti nada Neira yang emosi. Seolah-olah dipaksa untuk selingkuh tanpa bukti. Entah, apa yang merasuki Neira. Mungkin karena hormon hamil, ia tak bisa kendalikan emosi dan hanya ingin dimengerti. Di sisi lain, Ervin juga belum paham apa yang harus dilakukan oleh seorang calon ayah."Terus kamu maunya apa? Hah?!" tanya Ervin mendekat. Ekhem..Terdengar seseorang menyelinap di balik pintu kamar. Ternyata dari tadi ada adik Neira yang diam dan menyimak. Ia pura-pura bertanya pada kakaknya. Bukan sekadar basa-basi, ia bernniat untuk melerai k

  • Mencintai dalam Doa   Mencari Perhatian

    "Eh, mbak Aurora ya?""Iya. Kamu ngapain di sini?""Sudah, masuk dulu mbak. Kita ngobrol di dalam" Wanita itu dengan penuh percaya diri mengajak Aurora masuk. Lalu, mempersilahkan dirinya duduk di sofa yang sebetulnya sudah biasa bagi Aurora. Sebelum dirinya memutuskan untuk duduk, mata Aurora tertuju pada perut pacar Antony. Ia menatap secara tajam untuk memastikan apa dia memang benar-benar hamil? Atau hanya sekadar rekaan."Kenapa kok belum duduk? Ada yang aneh ya?""Oh, gak. Aku cuman penasaran sama buntelan perutmu."Wanita itu langsung mengelus perutnya sendiri. Kini mereka duduk berdua dengan arah bersebrangan. Bukan sekadar duduk, Aurora dan wanita pilihan Antony itu ngobrol empat mata. Kedengarannya cukup serius. Apalagi saat membahas Aurorora yang baru saja bebas dari tuntutan pencemaran nama baik. Wanita itu bertepuk tangan sambil memasang wajah senyum sinis. "Hebat juga, ya?!""Harus, dong!""Tapi ya, meskipun kamu bebas saya pastikan Mas Antony juga akan be

  • Mencintai dalam Doa   Laporan Sementara

    "Minta bantuan apa, lagi?""Kamu ma-mau jadi saksi aku lagi? Masa aku dituduh pencemaran nama baik?" Ervin berfikir panjang lagi. Permasalahan mantan pacarnya itu masih belum usai. Pada saat itu juga, Ervin melontarkan kalimat yang cukup menyudutkan riuh rumah tangga. Ia memberikan pilihan lain, yaitu menjadikan mertua sebagai saksi. Tapi, tentu saja hal itu ia tolak. Ibu Mertuanya itu justru berpihak pada Antony."Sebentar, Vin. Kita via chat aja gak enak.""Lah, beliau pasti ada di pihak Antony. Kamu mau aku celaka?" lanjutnya. "Bukan begitu juga, tapi kalau orang yang tahu semuanya pasti orang terdekat. Bukan aku, kan?""Yaudah, maaf sudah merepotkan. Kupikir kamu bersedia membantu. Salam buat Neira, ya!""Iya, gapapa. Tapi, percayalah kamu bakalan menang. Mengingat bukti pencemaran nama baik itu nihil. Sedangkan suamimu sudah jelas-jelas melakukan tindakan kejahatan." Aurora tertunduk dan menatap isi ruangan yang sudah dipantau polisi. Ia sesekali menoleh ke belakang

  • Mencintai dalam Doa   Merasa Risih Sendiri

    "Siapa ini?"Aurora membalas pesan itu secara langsung. Namun, tak ada tanda pesan itu terbaca. Yang ada hanya ceklis satu dengan foto profil kosong. Masih dalam kondisi memperhatikan seminar online, Aurora membuka tab baru untuk membuka salah satu web penyelidikan nomor telepon. Di sana, nomor itu terlihat baru. Tak ada tanda tautan nama mencurigakan. Bisa dibilang, tagar nama pemilik nomor itu tak ada. Namun, ada salah satu yang bisa ia tangkap. Yaitu, nomor misterius itu tinggal di sekitaran kota Jakarta. "Emang ada ya orang Kota kerjaannya iseng gini? Neror orang dengan berganti nomor." ketus Aurora. Dalam benaknya, kalau memang penipuan pasti takkan memberi kata sapaan cantik. Selain itu, sipengirim pesan juga seperti tahu apa yang sedang ia lakukan dan ia hadapi. Berusaha tenang, Aurora kembali fokus pada kelas online. Ia langsung disuruh untuk praktik kecil. Aurora diminta mencari partner yan cocok untuk ia ajak berbisnis. Dengan bermodalkan keberanian, ia mengh

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status