Share

Bab 3. Mencoba Menjalani

Penulis: Yoona Nusa
last update Terakhir Diperbarui: 2023-10-04 10:20:51

"Jadi apa semua salah Lisna bu? Lisna tak pernah meminta anak ibu yaitu mas Hendi untuk menikahiku? Lalu apa sekarang Lisna yang harus pergi dari rumah ini?". Aku membalas perkataan ibu dengan emosi.

"Terserah kamu saja". Ujar ibu sambil berlalu dari meja makan.

Aku memejamkan mata dan mencoba menarik nafas dalam dan mengeluarkannya perlahan. Aku berusaha untuk mengontrol emosiku sekarang.

"Ya Allah, pagi-pagi ibu mas Hendi sudah membuat hatiku kembali tersayat. Akankah aku bisa bertahan menghadapi semua ini?". Aku kini mencoba mengadu kepada sang pencipta manusia.

Semoga Engkau bisa mengubah hati ibu Sari dan mas Hendi, ya Allah. Bukankah Engkau sang pembolak balik hati manusia dan hanya Engkaulah yang tahu mana yang terbaik untuk umatmu.

"Bunda... Bunda....".

Suara kecil Airin terdengar sayup-sayup. Aku segera bergegas menuju ke kamar tidurku, anak gadisku mungkin saja sudah bangun.

"Eh, anak bunda sudah bangun, ya?". Ucapku pelan sambil mengecup pipi gembulnya.

Airin menggeliat pelan sambil mengerjap-ngerjapkan matanya, "Bunda". Panggilnya lagi.

"Iya, apa sayang?". Kataku penuh dengan kelembutan.

Aku menatap wajah Airin, anak satu-satunya aku dan mas Hendi. Begitu tega kau mas, menyakiti hatiku dan anak kita. Akankah kasih sayangmu kepada Airin juga akan berkurang dengan kehadiran wanita lain di rumah ini nanti.

Aku langsung memeluk Airin erat, kulepaskan sakit yang mendera di dada dengan pelukan hangat pada Airin. Hanya Airin sebagai pelipur lara dalam hidupku sekarang, jika tidak ada Airin aku tidak tahu arah dan tujuanku saat ini.

"Bunda kerja dulu ya, Airin tinggal sama nenek". Ujarku sambil mengurai pelukan eratku.

Airin hanya mengangguk dan tersenyum padaku dengan bibir mungilnya. Membuat aku kembali memeluknya karena gemas.

"Bunda mandiin dulu Airin ya, baru bunda bersiap berangkat kerja".

"Iya, bunda".

Lantas aku pun memandikan Airin agar ketika aku berangkat kerja anakku itu sudah bersih. Aku berusaha tidak pernah untuk merepotkan ibu mas Hendi walaupun sekarang ibu mas Hendilah yang menjaga Airin.

Sudah cukup buatku merepotkan ibu mas Hendi dalam mengasuh Airin, aku tidak enak jika harus merepotkan mengenai urusan yang lain.

-----

"Hei.. Lagi ngapain sih melamun terus?". Suara cempreng Wiwin mengejutkan aku.

"Kamu kenapa sih Win mengagetkan aku gini, sih?". Kataku dengan kesal.

"Abis, kamu itu ya aku liatin dari tadi melamun saja, ngapain coba kamu melototi layar komputer kamu sampai tak berkedip". Wiwin berceloteh ria.

"Eh, apa iya?". Jawabku kikuk.

"Kamu ada masalah apa, Lis?". Wiwin kini duduk di sampingku ingin berbicara serius.

"Tidak ada apa-apa, win". Kataku mencoba berbohong.

Aku tidak bisa menceritakan masalah rumah tanggaku kepada Wiwin. Mungkin juga belum saatnya, semua orang tahu perbuatan mas Hendi kepadaku.

"Kau jangan berbohong, Lisna". Ujar Wiwin menginterogasiku.

"Ih, apaan sih win. Kamu kenapa lagi kepo gini". Aku mencoba berusaha cuek.

"Ya kalau tidak ada apa-apa, aku merasa senang, Lis. Bukan apa-apa, aku ini sahabatmu, aku tak ingin kau merasa tak ad tempat untuk bercerita". Ucap wiwin pelan.

"Iya, Win". Aku langsung memeluk sahabatku yang masih single ini.

Kini ia juga memelukku erat, kami memang sudah saling menjalin persahabatan saat masih tinggal satu atap di panti asuhan. Takdir yang masih menjalin kami sampai bisa berdekatan hingga saat ini.

Bedanya Wiwin masih memilih untuk sendiri dalam menjalani kehidupannya. Ia takut jika dia menikah, anaknya akan mengalami nasib yang sama seperti dia yang terbuang di panti asuhan. Ketakutan inilah yang menjadi alasan wiwin menjaga jarak dengan para pria di sekelilingnya.

"Ya sudah kamu sekarang ngapain sih ke ruangan kerja aku, emang kamu lagi luang?". Kataku seraya mengurai pelukan kami.

"Ada bos baru, Lis". Kata wiwin sambil menaik-naikkan alisnya.

"Bos baru, siapa? Apa dia yang menggantikan pak Surya?". Balasku balik kepo.

"Iya, dan kamu tahu tidak Lis, bos baru kita itu masih muda, single dan ganteng". Wiwin seolah sedang mempromosikan produk.

"Kamu sok tahu, win." Kataku cuek.

"Ah kamu, Lis. Sudah ah, aku balik lagi ya ke ruanganku". Wiwin malah menjadi kesal.

"Sana, gih. Jangan makan gaji buta". Kataku dengan terkikik pelan.

Wiwin membalikkan badannya dan hanya melotot padaku. Aku tertawa kencang sekarang melihat reaksi Wiwin, senang rasanya mengerjainya hari ini.

"Ada apa ini?". Suara bass menghentikan tawaku dan spontan mulutku terkunci.

Aku membelalakkan mataku saat tubuh Wiwin bergeser ke samping dan memperlihatkan sosok pria asing di depan pintu ruanganku. Wiwin tegak berdiri dengan wajah yang tertunduk, aku lantas menegakkan tubuhku berdiri dengan gugup.

Apa yang sebenarnya terjadi, dan siapa laki-laki ini, apakah dia bos baru yang dibicarakan oleh wiwin barusan? Ucapku dalam hati.

"Saya tanya sedang apa kalian di sini dan siapa yang tertawa keras di kantor ini?". Tanyanya kembali.

"Eh, anu pak". Wiwin berkata dengan terbata-bata takut akan kegarangan bos baru itu.

Mendengar kalimat yang diucapkan Wiwin, aku menyadari bahwa benar laki-laki ini adalah bos baru kami.

"Maaf pak, kami hanya sedang mengupgrade semangat kami untuk bekerja kembali". Jawabku mencoba mencari aman.

"Kau, sekarang ke ruanganku". Tunjukknya mengarah ke wajahku.

"Eh, saya pak?". Aku malah mengarahkan telunjukku ke wajahku lagi.

Bukannya mendapatkan jawaban, laki-laki yang kuyakini sebagai bos baru kami itu membalikkan badannya menjauhi ruanganku.

Wiwin menatap bingung kepadaku, "Bagaimana ini?". Tanyanya.

"Aku tak tahu, aku temui dia dulu". Jawabku seadanya.

"Dia bos baru yang aku ceritakan tadi, hati-hati kata orang-orang kantor dia super galak". Wiwin memberi arahan kepadaku.

"Kau tenang saja". Kataku mencoba menenangkannya.

Padahal dalam diriku, jantungku sedang berpacu cepat sekarang. Aku bahkan tak tahu apa yang akan aku terima dari sikapku tadi. Panggilannya tadi kepadaku membuatku bingung, atas dasar apa ia akan memarahiku.

"Ah, aku minta maaf saja nanti". Gumamku pelan.

Kini aku berjalan tergesa menuju ruangan bos baru yang aku saja tidak tahu namanya. Hatiku dag dig dug tak karuan.

Tok... Tok.. Tok...

"Permisi, pak". Sapaku mencoba bicara sopan.

"Kau, masuk kemari, duduk di sini!". Perintahnya padaku tanpa melihat wajahku.

Aku berjalan pelan sambil melirik dengan ekor mataku sosok laki-laki yang kini menghadap dinding kaca ruangan kerjanya. Tatapannya begitu jauh memandangi gedung-gedung tinggi di luar sana.

Krek..

Aku memutar kursi agar bisa aku duduki. Kini aku hanya bisa meremas kedua tangan menunggu kalimat yang akan keluar lagi dari mulut laki-laki yang masih membelakangiku ini.

"Siapa namamu?". Tanya dengan suara yang mengagetkanku.

"Nama saya Lisna, pak". Jawabku singkat.

"Kenapa suara tertawamu terdengar keras di kantor ini?" Kini ia bertanya sambil berjalan menuju kursi kebesarannya.

"Aku hanya tertawa pak, apa tidak boleh?". Kataku sekarang mencoba membentengi diri.

"Kau cukup berani bersuara seperti itu kepadaku". Jawabnya acuh.

"Apa anda tak pernah tertawa jika melihat sesuatu yang lucu, pak?". Kini aku malah balik bertanya.

"Kenapa sekarang kau yang bertanya padaku?". Ucapnya arogan.

"Sudah pak, jadi alasan apa yang membuat anda memanggil saya ke sini?". Balasku tanpa basa basi.

"Kerjakan proyek ini. Jika kau bisa menyelesaikan ini, kesalahan hari ini bisa aku lupakan". Katanya seraya menyodorkan sebuah berkas yang penuh dengan tumpukan kertas.

"Apa ini, pak?".

Aku lantas mengambil tumpukan dokumen yang berisi hal-hal yang tidak aku mengerti itu. Data-data yang tertera di sana bukanlah hal yang menjadi bidang pekerjaanku sekarang.

"Ini bukan bagian pekerjaan saya di kantor ini, pak?". Tolakku dengan alasan jelas.

"Akan aku buatkan tim proyek tapi tetap kau yang bertanggung jawab atas proyek ini".

"Apa, pak?". Aku berkata dengan bingung.

"Nanti siang kita mulai meeting, kau harus hadir".

Kalimat terakhir bosku itu merupakan sebuah perintah yang tak bisa aku langgar sekarang. Aku keluar gontai dari ruangannya dan bersender di dinding.

Meeting siang sebentar lagi akan dimulai, aku sudah duduk manis di ruangan rapat. Entah kemana semua orang, kini aku hanya seorang diri berada di ruangan ini.

"Selamat siang". Suara yang tak asing terdengar di gendang telingaku.

Aku mendongakkan wajahku, kini netra mataku bertatapan dengan netra mata mas Hendi. Aku terkejut seketika, kenapa ada mas Hendi. Dari reaksi mas Hendi aku juga tahu bahwa dia juga terkejut saat melihatku.

Mataku kembali membulat sempurna, ketika sosok perempuan yang mengiringi mas Hendi dari belakang. Aku jelas mengenalinya walaupun saat itu aku baru pertama kali melihatnya.

Dia wanita yang menyayat hatiku beberapa hari ini. Dia wanita yang telah merebut hati dan tubuh mas Hendi dariku. Dia yang membuat mas Hendi tega mengkhianati aku dan pernikahan kami.

"Laksmi". Gumamku menahan emosi.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Mendadak Kaya Usai Ditalak Suami Miskin   Bab 21. Pendengar

    "Stop, pak Bayu". Sampai dengan kalimat terakhir yang diucapkan oleh pak Bayu, membuat Lisna tidak kuat lagi untuk mendengar kalimat berikutnya. "Baiklah, jika kamu sudah siap, aku akan kembali melanjutkan. Itu teserah kamu, aku sebelumnya sudah mengingatkan". Ucap pak Bayu tanpa rasa bersalah. Hanya hening yang terasa di ruangan besar bercat putih bernuansa gaya klasik tersebut. Lisna masih mencerna kata-kata yang baru saja ia dengar. Satu pertanyaan didalam pikirannya, apakah ayah dan ibunya begitu menderita saat kehilangan aku, anaknya yang nyatanya masih hidup hingga detik ini. Selang beberapa menit kemudian, Lisna malah mengajukan pertanyaan kepada pak Bayu. Ia malah memilih untuk bertanya daripada meminta kembali jalan cerita tersebut untuk dilanjutkan. "Apakah kedua orang tuaku masih hidup? ".Pak Bayu menghela nafas saat mendengar pertanyaan dari Lisna. Sedangkan, di pihak Lisna ia mengerutkan dahinya, apakah maksud dari helaan nafas pak bayu? Apakah sekarang kedua orang

  • Mendadak Kaya Usai Ditalak Suami Miskin   Bab 20. Beraksi

    "Kamu awasi terus, laporkan padaku jika ada sesuatu yang mencurigakan, apapun itu". Sebuah perintah baru saja ia keluarkan untuk Hendi, laki-laki yang secara hukum dan agama masih sah menjadi suami seorang wanita yang bernama Lisna. Ia sengaja melakukan hal tersebut karena mengetahui bahwa Lisna sudah keluar angkat kaki dari rumah suaminya itu. Dan itu artinya kesepakatan ia dan Lisna sudah mulai berjalan mulai sekarang. Aksi pun harus segera ia laksanakan sesuai keinginannya."Baik, Tuan". Setelah mengatakan kesanggupannya untuk mematuhi titah atasannya, salah satu bawahan Bayu segera meninggalkan dirinya. Bawahan tersebut merupakan salah satu andalan Bayu dan dengan sigap melakukan pekerjaan yang sudah ia kuasai selama ini. Tak akan ada kecacatan, begitulah hal yang harus terjadi.Tok... Tok.... Selang beberapa menit kemudian, suara ketukan terdengar di ruang kerja Bayu. Bayu menerka siapa yang datang kepadanya di waktu seperti ini, apakah Lisna? Ternyata ia sudah tak sabar ingi

  • Mendadak Kaya Usai Ditalak Suami Miskin   Bab 19. Mengakhiri atau Mengawali

    ""Mas kita perlu bicara? ". Ucapku saat tahu mas Hendi tiba dirumah. Aku memang sudah menunggunya sedari tadi. Aku beruntung, mas Hendi pulang tidak terlalu malam hari ini sehingga aku tak perlu terlalu lama untuk menunggu mas Hendi dengan bosan disini. Satu lagi keberuntungan padaku, saat ini Laksmi sedang berada di kamarnya, sehingga aku tak perlu berdebat jika saja dia merasa aku akan merebut mas Hendi. "Mau bicara apa? Besok saja, mas capek". Ungkap mas Hendi tanpa sedikit pun melihat ke arahku. Aku menghela nafas pelan agar bisa tetap sabar menghadapi tingkah mas Hendi saat ini. "Biar Lisna bawakan mas". Tawarku saat melihat mas Hendi kepayahan untuk memegang tas kerjanya seraya ia ingin melepas dasinya. Entah apa yang terjadi dengan mas Hendi sekarang, ia tampak tak beraturan. Bukannya menjawab mas Hendi terdiam terpaku. Kini wajahnya ia perlihatkan di depan wajahku. Beberapa detik kemudian, keluar juga jawabannya yang malah mengoyak hati ini. "Tidak usah". Akhirnya tangank

  • Mendadak Kaya Usai Ditalak Suami Miskin   Bab 19. Sepakat

    Mulai dari sekarang, aku akan hitung mundur. Jika kamu tidak mau bantuanku, kamu hanya harus diam saja". Jelas Pak Bayu. "Jika saya setuju?". Tanyaku meminta penjelasan, aku takut akan salah mengartikan ucapan yang dibicarakan pak Bayu barusan. "Ya, kamu tinggal bilang "Iya". Oke, aku akan menghitung mundur, Satu... Dua....."."Tunggu sebentar pak Bayu... ". Ucapku cepat. "Ti... "."Iya". Kataku lagi dengan cepat. Pak Bayu memang tidak main-main, dia memaksaku untuk membuat keputusan tanpa berpikir terlebih dahulu. Tadi saja dia tak bergeming saat aku memohon untuk memintanya menunggu sebentar. "Iya, aku setuju. Kini aku ingin meminta bantuan yang pak Bayu tawarkan kemarin". Sambungku lagi. "Baiklah. Aku sudah menyangka kamu bukanlah orang bodoh yang menyia-nyiakan kesempatan berharga seperti ini". "Dengan satu syarat". Ucapku mengajukan persyaratan dalam kesepakatan kami berdua. "Syarat, apa itu?". Tanya pak Bayu dengan dahi yang mengkerut. Mungkin dia tak akan menyangka bahw

  • Mendadak Kaya Usai Ditalak Suami Miskin   Bab 18. Menemui pak Bayu

    "Kamu harus segera berani melepaskannya, Lis. Yakinkan dirimu, untuk apa mempertahankan hubungan menyakitkan seperti ini"."Apa aku harus berpisah dengan mas Hendi, itu maksudmu Win? ". Tanyaku memperjelas pernyataan Wiwin. "Iya Lisna, apalagi".Aku menghela nafas memikirkan perkataan Wiwin. "Kenapa, apa yang membuatmu tidak berani. Apakah kamu masih mencintai suamimu itu?. "Aku belum berani memutuskan, Win". Ucapku pelan. "Baiklah terserah padamu. Aku hanya tak ingin jika kamu tersakiti terus prilaku mas Hendi yang seperti ini". "Terima kasih atas saranmu. Sudahlah tidak usah kita bicarakan tentang rumah tanggaku". Kataku malas. Kalau membicarakan mengenai mas Hendi aku semakin lelah. Tak ingin saja mengulang lagi ingatanku tentang pengkhianatan lelaki yang katanya akan mencintaiku seumur hidupnya. "Baiklah, nanti kita mengobrol lagi. Aku ke ruanganku dulu ya". Ucap Wiwin mengakhiri obrolan kami pagi ini. "Iya kerjalah yang rajin. Jangan makan gaji buta saja karena bergosip".

  • Mendadak Kaya Usai Ditalak Suami Miskin   Bab 17. Mencari Cara

    "Kenapa ini semua terjadi kepadaku? ". Ucapku dengan putus asa. Aku berdiri di depan jendela kamarku, memandang jalan yang ada di luar rumah. Kamarku memang berada di bagian depan rumah ini. Jendela pun terletak di depan menghadap matahari terbit. Jalan hidupku sungguh berliku sekali, kebahagiaan yang pernah aku rasakan saat menikah dengan mas Hendi. Namun, kebahagiaan yang diberikan olehnya justru dicabut juga oleh mas Hendi. "Apa benar yang dikatakan oleh pak Bayu jika aku merupakan anak pak Handoko dan ibu Siska?". "Lalu untuk apa pak Bayu memberitahukan itu kepadaku?"."Terus jika aku anak mereka, apa ada yang berubah dalam hidupku?"."Kalau aku memang mempunyai orang tua, kenapa mereka membuangku dan menaruhku di sebuah panti asuhan?"."Apakah mereka tidak menginginkan aku? "."Jadi siapa aku sebenarnya? ".Bertubi-tubi pertanyaan aku layangkan untuk diriku sendiri. Entah tiba-tiba aku memikirkan apa yang dikatakan oleh pak Bayu sewaktu aku berada di rumahnya. Aku menjadi sa

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status