Home / Romansa / Mendadak Miskin / Bertemu dengan Dewi

Share

Bertemu dengan Dewi

Author: Gilva Afnida
last update Last Updated: 2022-04-16 12:09:42

Hari ini adalah hari kedua Rafa akan menjalani tugasnya sebagai Cleaning Service. Tidak ada semangat seperti kemarin, karena seharian nanti, dia akan berada di wc lantai 2 dan 3.

Ketika dia sudah bersiap berdiri di depan pintu luar dengan mengenakan seragamnya, tiba-tiba ada bola kecil berwarna merah menggelinding dan mengenai tepat sepatu kerjanya. Dia menoleh pada langkah kaki anak kecil yang akan mengambil bola miliknya. "Aduh, bolaku!"

Rafa enggan berurusan dengan anak kecil, jadi dia tak peduli dan memilih beranjak untuk segera melajukan motornya. Namun belum sempat ia menyalakan motor, terdengar teriakan wanita yang pernah ada di dalam ingatannya.

"Rafi! Jangan lari-larian gitu, Nak," teriaknya menghampiri anak kecil.

Rafa menoleh, tercengang atas apa yang dilihatnya. "Dewi?" pekiknya ketika melihat wajah yang dulu pernah menghiasi hari-harinya.

Wanita itu tersentak, tubuhnya gemetar karena mengenali suara itu. Dia mendongakkan kepalanya. "Rafa?" Mulutnya terperangah tak percaya.

Selama beberapa detik, mereka saling memandang dalam diam. Hingga bocah yang bernama Rafi bersuara, "Mama! Ayo pulang!"

Dewi tersentak dan menoleh ke arah putranya. "Eh, iya ayo!" Lalu dia kembali menoleh ke arah Rafa. "Maaf putra saya mengganggu, saya permisi dulu." Bibir Dewi hingga bergetar ketika mengucapkannya.

Setelah Dewi dan Rafi terlihat agak menjauh dari pandangan Rafa, senyuman terukir jelas di bibir Rafa. "Long time no see, Dewi. Ternyata kau membawa sebuah kejutan untukku."

Rafi segera menaiki motor dan melajukannya. Selama perjalanan, hanya ada kenangan ketika bersama Dewilah yang menghiasai benaknya.

Kulit putih, hidung mancung, alis hitam yang tebal, dagu kecil, dan netra hazel yang dulu selalu membiusnya. Itu semua masih ia dapatkan dari wajah Dewi. Yang berbeda hanyalah penampilan yang kini anggun dengan mengenakan pashmina salem beserta pakaian tertutup berwarna senada.

Aku harus bertemu dengan Liam untuk membicarakan hal ini! pikir Rafa dalam hati.

Setelah dua puluh menit berkendara, Rafa sampai di parkiran dan segera memarkirkan mobilnya. Ketika dia masuk, tak ada salam dan hormat dari orang-orang yang selama ini ia dapatkan. Hanya bisikan dan tatapan mengejek yang kini ia dapatkan. Namun Rafa tak menghiraukannya, yang ia pikirkan adalah bekerja lalu segera menemui Liam untuk membicarakan perihal pertemuannya dengan Dewi.

Rafa berjalan dengan santai, bahkan sampai dirinya tak menyadari ketika ada keramaian yang sedang berkumpul di depan ruang khusus karyawan cleaning service.

"Nah itu dia pelakunya!" seru salah satu karyawan menunjuk ke arah Rafa.

"Hey, Rafa! Kemarilah!" teriak Bari memanggil Rafa.

Rafa menghentikan langkahnya. Menoleh ke arah Bari lalu menghampirinya. "Ya? Ada apa?" tanya Rafa datar.

Secara mengejutkan dia mendapat tinju dari arah yang tak disangkanya. "Brengsek kau, Rafa!" teriak Xavier. Matanya melotot memerah, menatap nyalang ke arah Rafa.

Rafa mengusap darah yang keluar di sudut bibirnya. "Kenapa kau meninjuku, Xavier. Apa salahku?"

"Kau!" Bari tak percaya dengan keberanian yang dimiliki Rafa.

"Mengaku saja bahwa kau yang sudah mencuri jam tanganku, kan?" tuduh Xavier.

Kening Rafa mengernyit. "Apa? Aku kan baru datang, jadi bagaimana mungkin aku bisa mencurinya?"

"Jangan mengelak, kau! Orang miskin sepertimu memang tidak tahu diri!" tunjuk salah satu karyawan sengaja mengompori. "Sini, akan kuperlihatkan kau buktinya!" Karyawan tersebut masuk ke dalam ruang cleaning service, lalu membuka loker milik Rafa.

Semua mata karyawan yang ikut berkumpul pun terbelalak ketika mendapati jam tangan Rolex cosmograph daytona yang berharga satu miliar berada di loker milik Rafa.

"Kau memang brengsek, Rafa!" Satu pukulan kembali dilayangkan oleh Xavier, namun dengan cepat Rafa dapat menghindar.

"Kau salah, Xavier. Bukan aku yang mencurinya!" Ingin Rafa berucap bahwa di penthouse miliknya terdapat belasan Rolex yang bernilai miliaran rupiah, jadi untuk apa dia mencuri barang milik orang lain? Tapi tentu tak akan ia mengungkapkan hal itu, mengingat sandiwara yang masih dilakoninya.

"Lalu, bagaimana dengan bukti yang sudah jelas menunjukkannya?" tanya salah satu karyawati.

"Tapi aku baru saja datang! Jadi tak mungkin aku yang mencurinya, barangkali ada seseorang yang dengan sengaja menaruh jam itu di lokerku!"

"Cukup, Rafa! Loker ini menggunakan kata sandi yang tentu hanya kau saja yang tahu apa rangkaian sandinya, jadi tak mungkin orang lain yang memasukkan jam itu di lokermu!" ujar Bari membentak.

"Omong kosong, Bari!" bentak Rafa tak terima.

"Kau! Apa kau baru saja membentakku?" Matanya melotot ke arah Rafa, tangannya berkacak pinggang.

"Ada apa ini ribut-ribut?" Terlihat Liam datang dengan asistennya, Mirna. Sosoknya yang berkarisma membuat seluruh karyawan termasuk Xavier menundukkan kepalanya ketika bertemu, terkecuali Rafa yang kini memandangnya dengan tatapan tajam.

"Kenapa tidak ada yang menjawab? Kenapa jam segini kalian tidak mulai bekerja dan malah berkumpul di tempat yang bukan seharusnya?" Suara Liam memang terdengar tenang, namun entah mengapa hal itu membuat suasana begitu mencekam.

"Emm, maaf pak Liam. Tadi pak Xavier memberitahu pada saya, bahwa beliau kehilangan jam tangan Rolex. Jadi saya dan pak Xavier berinisiatif untuk membuka paksa loker karyawan satu persatu, dan sasaran loker pertama adalah cleaning service." Bari meraup udara sebentar sebelum melanjutkan kembali kata-katanya. "Dan ketika kita membuka paksa loker milik Rafa, tak disangka di dalamnya berisi jam tangan milik pak Xavier," imbuhnya.

Sesaat Liam tersenyum sebelum akhirnya memasang wajah seriusnya kembali. "Kalau begitu, serahkan semua urusannya pada saya. Silahkan para karyawan untuk kembali bekerja."

Terlihat para karyawan menunjukan rasa kecewa karena tak dapat melihat pertunjukan yang mereka rasa perlu untuk ditonton, namun perintah Liam adalah mutlak. Jadi mereka memilih untuk patuh ketimbang harus dipecat dari perusahaan hanya karena masalah sepele.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Mendadak Miskin   Pingsan

    Tubuh Rafa melemas saat dirinya mencoba bangun setelah ketiduran di sofa tadi siang. Rafa mengusap wajahnya lalu mengambil ponsel. Diusapnya layar ponsel yang menunjukkan pukul setengah empat sore. "Sudah lebih dari tiga jam ternyata aku ketiduran," gumamnya lirih. Banyak pesan yang masuk di ponselnya tak membuat Rafa ingin segera membuka. Dia memilih memijit pelipis kepalanya yang berdenyut-denyut dengan pelan. Memang hal yang tak biasa bagi Rafa untuk tidur siang, terlebih dia tidur selama kurang lebih tiga jam. Setelah itu ketukan pintu disertai suara salam kembali terdengar. "Assalamu'alaikum."Rafa menajamkan pendengarannya, merasa pernah mendengar suara tamu tersebut di suatu tempat. "Wa'alaikumsalam," serunya seraya mencoba bangkit berdiri.Dengan langkah sedikit terhuyung, Rafa berjalan dengan pelan karena penglihatannya juga terasa berkunang-kunang. Rafa menyipitkan mata karena efek sakit kepala yang dirasakannya."Siapa ya-" Suara Rafa terhenti saat ia membuka pintu dan m

  • Mendadak Miskin   Tawaran

    "Apa sekarang kau juga berani mempertanyakan keputusanku sekarang, Xavier?" Liam tak kalah berani dihadapan Xavier. Liam sungguh merasa tersinggung dengan ucapan Xavier, seolah Xavier benar-benar sedang merendahkan dirinya.Sial! Xavier memaki dirinya dalam hati. Rupanya Liam bukanlah pria yang mudah untuk dihasut. Liam lebih sulit dari Rafa yang mudah dibohongi. "Tidak, Pak."Liam menghela napasnya berat, dia mendudukkan pantat di atas kursi dan menatap seksama wajah Xavier dan Rafa. Sesaat Liam melihat gelagat Rafa yang menganggukkan kepalanya. "Baiklah, Xavier. Aku tidak akan memperpanjang masalah ini selama kau mau untuk diajak bekerja sama."Kening Xavier mengerut dalam, merasa aneh dengan Liam. "Kerja sama?""Ya. Kau tahu Berlian Company bukan?" Mata Xavier berbinar mendengar kata Berlian Company. Berlian Company merupakan perusahaan yang sudah menduduki peringkat pertama di dalam negeri sebagai perusahaan terbesar. Terlebih Aliee-sang istri memiliki hubungan pertemanan dengan

  • Mendadak Miskin   Ketahuan Liam

    "Hentikan!"Seruan dari arah eskalator seketika membuat gerakan Xavier terhenti di udara. Semua orang ikut menatap ke arah seruan tersebut dengan tercengang, mengubah ekspresi wajah mereka menjadi tegang.Kedatangan sang bos pengganti membuat suasana menjadi dingin dan mencekam. Hawa amarah menyelimutinya saat ia berjalan mendekat. "Apa yang sedang kau lakukan, hah?" teriaknya murka. Tatapan Liam begitu tajam, seolah ingin mencabik-cabik wajah Xavier secara sadis."P-pak Liam." Bergetar bibir Xavier saat bersuara. Ia tak menyangka, Liam dapat menampilkan wajah murka yang begitu menyeramkan. Ingin rasanya Xavier kabur dan berlari menjauh dari hadapannya.Jika semua orang sedang bergidik ngeri melihat kemurkaan yang ditampilkan di wajah Liam, berbeda dengan Pevita yang memang sejatinya angkuh, menganggap Liam sebelah mata hanya karena Liam dulunya adalah sahabat Rafa. Tak sedikitpun kepala Pevita menunduk rendah untuk menunjukkan rasa hormatnya."Aku tanya apa yang kau lakukan pada Rafa

  • Mendadak Miskin   Helai Rambut

    Rafi menatap Lina dengan tatapan heran. Sama sekali tak mengerti dengan maksud ucapan dari budhenya itu. "Memangnya kenapa budhe? Kayaknya om tadi baik deh."Lina mencebikkan mulutnya, matanya masih melirik ke arah jalan yang dilalui Rafa tadi. "Memangnya kamu anak kecil tahu apa? Kita ini gak boleh sembarangan akrab dengan orang yang belum kita kenal, Rafi!" Pandangannya beralih pada Rafi. "Apalagi kamu ini anak kecil, bisa-bisa diculik kamu sama dia! Mau kamu, diculik sama om-om tadi?"Rafi menggelengkan kepalanya dengan kuat. "Gak mau budhe, Rafi takut!""Makanya, nurut aja apa kata budhe, Ya?"Rafi hanya menganggukkan kepala dan menggenggam erat jari Lina yang menariknya pergi dari tempatnya berdiri.***"Aku ingin kau mengetes rambut ini untukku."Rafa datang tiba-tiba, menatap serius ke arah Liam yang tengah sibuk menatap layar laptop. Kening Liam mengernyit saat menatap plastik berisi dua helai rambut yang disodorkan oleh Rafa tepat di sebelah laptopnya. "Ini milik siapa?""Pu

  • Mendadak Miskin   Ganteng Tapi Miskin

    "Siapa yang kau maksud?" tanya Liam menaikkan satu alisnya.Rafa hanya diam, enggan mengucapkan sebuah nama yang telah membuatnya patah hati. "A..!" Liam menepuk tangannya satu kali saat ia sudah mendapat jawaban nama yang dimaksud oleh Rafa. "Apa yang kau maksud itu Dewi?"Melihat reaksi Rafa yang hanya diam, sudah pasti jika jawaban Liam benar. Liam menghela napasnya, lalu mendekati Rafa. "Lupakanlah dia." Hanya itu kata-kata penghibur dari Liam untuk sahabatnya. Seharusnya Rafa bisa membuatnya sederhana, jika Dewi sudah tak ingin bersama Rafa, maka seharusnya Rafa tak perlu menangisi semua itu. "Wanita akan terus lari jika pria semakin giat mengejar. Satu-satunya cara hanyalah melepaskan dan dia akan kembali padamu dengan sendirinya.""Aku sudah melakukan itu dulu, tapi nyatanya dia tak juga kembali."perasaannya pada Dewi sudah terlalu dalam hingga membuatnya susah untuk menghapus segala kenangan yang sudah dibuat bersamanya. Apalagi Dewi pergi meninggalkannya tanpa alasan yang j

  • Mendadak Miskin   Melupakan

    Kecanggungan sangat terasa diantara Dewi dan Rafa yang kini tengah berada di halaman belakang rumah Dewi. Berpisah terlalu lama membuat keduanya bingung untuk sekedar mengutarakan isi pikiran masing-masing. Padahal, dulunya mereka adalah sepasang kekasih yang saling menyayangi dan mengasihi. Rafa sempat tertegun melihat banyaknya bunga anyelir yang menjadi penghias belakang rumah. Mengingatkannya akan masa lalu yang menyenangkan sebelum Dewi pergi meninggalkannya. "Apa-""Sebenarnya-"Keduanya bersuara diwaktu yang sama, semakin menambah kecanggungan diantara mereka. Rafa menggaruk tengkuknya yang tak terasa gatal. "Kau saja yang duluan bicara.""Sebenarnya apa tujuanmu tiba-tiba datang di acara seperti ini?" Dewi merasa was-was akan maksud kedatangan Rafa yang secara tiba-tiba datang dan mengikuti acara warga. Dewi hapal tentang Rafa secara keseluruhan, baik sifat ataupun watak dalam diri Rafa. Bukan satu atau dua jam Dewi mengenal Rafa, melainkan bertahun-tahun lamanya ia kenal d

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status