Share

Bertemu dengan Dewi

Hari ini adalah hari kedua Rafa akan menjalani tugasnya sebagai Cleaning Service. Tidak ada semangat seperti kemarin, karena seharian nanti, dia akan berada di wc lantai 2 dan 3.

Ketika dia sudah bersiap berdiri di depan pintu luar dengan mengenakan seragamnya, tiba-tiba ada bola kecil berwarna merah menggelinding dan mengenai tepat sepatu kerjanya. Dia menoleh pada langkah kaki anak kecil yang akan mengambil bola miliknya. "Aduh, bolaku!"

Rafa enggan berurusan dengan anak kecil, jadi dia tak peduli dan memilih beranjak untuk segera melajukan motornya. Namun belum sempat ia menyalakan motor, terdengar teriakan wanita yang pernah ada di dalam ingatannya.

"Rafi! Jangan lari-larian gitu, Nak," teriaknya menghampiri anak kecil.

Rafa menoleh, tercengang atas apa yang dilihatnya. "Dewi?" pekiknya ketika melihat wajah yang dulu pernah menghiasi hari-harinya.

Wanita itu tersentak, tubuhnya gemetar karena mengenali suara itu. Dia mendongakkan kepalanya. "Rafa?" Mulutnya terperangah tak percaya.

Selama beberapa detik, mereka saling memandang dalam diam. Hingga bocah yang bernama Rafi bersuara, "Mama! Ayo pulang!"

Dewi tersentak dan menoleh ke arah putranya. "Eh, iya ayo!" Lalu dia kembali menoleh ke arah Rafa. "Maaf putra saya mengganggu, saya permisi dulu." Bibir Dewi hingga bergetar ketika mengucapkannya.

Setelah Dewi dan Rafi terlihat agak menjauh dari pandangan Rafa, senyuman terukir jelas di bibir Rafa. "Long time no see, Dewi. Ternyata kau membawa sebuah kejutan untukku."

Rafi segera menaiki motor dan melajukannya. Selama perjalanan, hanya ada kenangan ketika bersama Dewilah yang menghiasai benaknya.

Kulit putih, hidung mancung, alis hitam yang tebal, dagu kecil, dan netra hazel yang dulu selalu membiusnya. Itu semua masih ia dapatkan dari wajah Dewi. Yang berbeda hanyalah penampilan yang kini anggun dengan mengenakan pashmina salem beserta pakaian tertutup berwarna senada.

Aku harus bertemu dengan Liam untuk membicarakan hal ini! pikir Rafa dalam hati.

Setelah dua puluh menit berkendara, Rafa sampai di parkiran dan segera memarkirkan mobilnya. Ketika dia masuk, tak ada salam dan hormat dari orang-orang yang selama ini ia dapatkan. Hanya bisikan dan tatapan mengejek yang kini ia dapatkan. Namun Rafa tak menghiraukannya, yang ia pikirkan adalah bekerja lalu segera menemui Liam untuk membicarakan perihal pertemuannya dengan Dewi.

Rafa berjalan dengan santai, bahkan sampai dirinya tak menyadari ketika ada keramaian yang sedang berkumpul di depan ruang khusus karyawan cleaning service.

"Nah itu dia pelakunya!" seru salah satu karyawan menunjuk ke arah Rafa.

"Hey, Rafa! Kemarilah!" teriak Bari memanggil Rafa.

Rafa menghentikan langkahnya. Menoleh ke arah Bari lalu menghampirinya. "Ya? Ada apa?" tanya Rafa datar.

Secara mengejutkan dia mendapat tinju dari arah yang tak disangkanya. "Brengsek kau, Rafa!" teriak Xavier. Matanya melotot memerah, menatap nyalang ke arah Rafa.

Rafa mengusap darah yang keluar di sudut bibirnya. "Kenapa kau meninjuku, Xavier. Apa salahku?"

"Kau!" Bari tak percaya dengan keberanian yang dimiliki Rafa.

"Mengaku saja bahwa kau yang sudah mencuri jam tanganku, kan?" tuduh Xavier.

Kening Rafa mengernyit. "Apa? Aku kan baru datang, jadi bagaimana mungkin aku bisa mencurinya?"

"Jangan mengelak, kau! Orang miskin sepertimu memang tidak tahu diri!" tunjuk salah satu karyawan sengaja mengompori. "Sini, akan kuperlihatkan kau buktinya!" Karyawan tersebut masuk ke dalam ruang cleaning service, lalu membuka loker milik Rafa.

Semua mata karyawan yang ikut berkumpul pun terbelalak ketika mendapati jam tangan Rolex cosmograph daytona yang berharga satu miliar berada di loker milik Rafa.

"Kau memang brengsek, Rafa!" Satu pukulan kembali dilayangkan oleh Xavier, namun dengan cepat Rafa dapat menghindar.

"Kau salah, Xavier. Bukan aku yang mencurinya!" Ingin Rafa berucap bahwa di penthouse miliknya terdapat belasan Rolex yang bernilai miliaran rupiah, jadi untuk apa dia mencuri barang milik orang lain? Tapi tentu tak akan ia mengungkapkan hal itu, mengingat sandiwara yang masih dilakoninya.

"Lalu, bagaimana dengan bukti yang sudah jelas menunjukkannya?" tanya salah satu karyawati.

"Tapi aku baru saja datang! Jadi tak mungkin aku yang mencurinya, barangkali ada seseorang yang dengan sengaja menaruh jam itu di lokerku!"

"Cukup, Rafa! Loker ini menggunakan kata sandi yang tentu hanya kau saja yang tahu apa rangkaian sandinya, jadi tak mungkin orang lain yang memasukkan jam itu di lokermu!" ujar Bari membentak.

"Omong kosong, Bari!" bentak Rafa tak terima.

"Kau! Apa kau baru saja membentakku?" Matanya melotot ke arah Rafa, tangannya berkacak pinggang.

"Ada apa ini ribut-ribut?" Terlihat Liam datang dengan asistennya, Mirna. Sosoknya yang berkarisma membuat seluruh karyawan termasuk Xavier menundukkan kepalanya ketika bertemu, terkecuali Rafa yang kini memandangnya dengan tatapan tajam.

"Kenapa tidak ada yang menjawab? Kenapa jam segini kalian tidak mulai bekerja dan malah berkumpul di tempat yang bukan seharusnya?" Suara Liam memang terdengar tenang, namun entah mengapa hal itu membuat suasana begitu mencekam.

"Emm, maaf pak Liam. Tadi pak Xavier memberitahu pada saya, bahwa beliau kehilangan jam tangan Rolex. Jadi saya dan pak Xavier berinisiatif untuk membuka paksa loker karyawan satu persatu, dan sasaran loker pertama adalah cleaning service." Bari meraup udara sebentar sebelum melanjutkan kembali kata-katanya. "Dan ketika kita membuka paksa loker milik Rafa, tak disangka di dalamnya berisi jam tangan milik pak Xavier," imbuhnya.

Sesaat Liam tersenyum sebelum akhirnya memasang wajah seriusnya kembali. "Kalau begitu, serahkan semua urusannya pada saya. Silahkan para karyawan untuk kembali bekerja."

Terlihat para karyawan menunjukan rasa kecewa karena tak dapat melihat pertunjukan yang mereka rasa perlu untuk ditonton, namun perintah Liam adalah mutlak. Jadi mereka memilih untuk patuh ketimbang harus dipecat dari perusahaan hanya karena masalah sepele.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status