Share

Sebuah Awal

FLASHBACK ON

Seorang gadis yang mengenakan baju rajut berwarna hijau, baru saja keluar dari perpustakaan kota. Terlihat dia membawa beberapa buku tebal yang akan digunakan untuk referensi tugasnya. 

Dia meraih ponsel memesan kendaraan untuk pulang. Katakanlah jika Runa merupakan manusia yang tak sabaran, ia terus menggerutu ketika yang ditunggu tak kunjung tiba. Gadis itu memutuskan untuk berjalan kaki menghemat waktu.

Runa tak habis pikir, sebenarnya apa yang ia mimpikan malam tadi. Kenapa hari ini seakan tak ingin bersahabat. Disaat dia sedang asyik mengumpat dalam hati, matanya menangkap seseorang mengenakan kebaya dikejauhan karena rasa penasaran yang tinggi ia pun memberanikan diri untuk mendekat.

"Mba, mba kenapa keliatan kaya orang bingung, terus kenapa disini sendirian?" tanyanya berbasa-basi.

Wanita dengan kebaya berwarna coklat keemasan itu mendekat dan menarik-narik lengannya,  memohon pertolongan serta belas kasihnya.

Batinnya bertanya, apa yang sudah terjadi kepada wanita ini? Penampilan wanita itu masih cukup rapi, hanya saja make-up dan rambutnya sedikit berantakan.

"Bantu saya lari dari sini! Saya mohon!" ucap wanita itu dengan wajah kalut.

Deg! Runa seperti orang yang baru ketangkap basah telah mencuri uang. Kecemasannya bertambah berkali-kali lipat, reflek ia menepis lengan wanita itu dan menjaga jarak beberapa langkah darinya.

"Saya mohon! Saya harus segera pergi dari sini."

Tak lama setelah pertemuannya dengan wanita misterius itu, ojek online yang ia pesan akhirnya tiba. Melihat raut wajah wanita tanpa nama itu membuatnya enggan menolak. Setelah pertimbangan yang cukup lama, ia pun mengizinkan wanita itu untuk ikut pulang bersama. Bodoh memang. Runa seakan menyerahkan diri menjadi santapan singa kelaparan.

"Rossa!"

Teriakan dari seorang pria yang berada di belakang Runa membuat gadis itu menoleh, mengabaikan ojek online yang menjemputnya dan beralih memperhatikan beberapa orang berpakaian batik berdiri tak jauh dari mereka.

Siapa mereka?

Lamunan dan segala macam pertanyaan itu buyar seketika, begitu terdengar suara motor menjauh. Gadis itu segera berbalik dan berusaha mengejar serta berulang kali berteriak meminta pengendara motor tersebut berhenti. Akan tetapi hasilnya nihil, motor itu melesat bagai tak memiliki rem.

Sebuah tangan kekar mencengkram lengannya disaat gadis itu tengah mengatur pernapasannya yang tak stabil. Kali ini dia benar-benar ketangkap basah! Jantungnya berpacu berkali-kali lipat, ia tak bisa menghindar kemanapun.

"Ini semua karena lo! Calon pengantin gue berhasil kabur karena bantuan lo!"

Tatapan nyalang itu serasa menusuk jantungnya. Runa tahu ia pasti akan disalahkan, tapi sungguh demi apapun dia tak siap untuk menghadapi ini semua.

"Lo harus tanggung jawab!"

4 kata itu mampu membuatnya begitu ketakutan, telinganya tuli sesaat. Jiwanya seakan berpisah dari raga gadis itu sejenak. Dia tersenyum kikuk dan berusaha melepaskan cengkeraman pria itu. Jujur saja lengannya terasa sedikit sakit. "Maaf, Mas, tapi saya gak tau apa-apa. Mba tadi--"

"Sekarang, gue gak butuh penjelasan lo. Lo cukup tanggung jawab dan semua beres." Tarikan yang cukup kasar diberikan pria itu kepadanya, membuat tangan kecilnya itu memerah. Perlakuan kasar ini membuat Runa meneguk ludah berkali-kali, apa yang akan terjadi padanya?

Satu-satunya hal yang bisa dilakukannya saat ini adalah meminta belas kasihan dari pria yang tak ia ketahui namanya. Runa memohon, tapi lelaki itu seakan tuli. Langkah jenjangnya terus membawa gadis itu menjauh dari tempat tujuannya.

"Lo harus setuju apapun keputusan gue nantinya." Tegas dan penuh penekanan, lelaki itu sepertinya tak main-main.

Runa terus memberontak meskipun ia tahu usahanya akan sia-sia. Pria dihadapannya ini sakit jiwa! Sisa tenaga yang dimilikinya pun tak disia-siakan, Runa mengumpulkan keberanian untuk melawan lelaki gila ini. "Lepasin gak! Lo bukan Tuhan yang bisa bikin gue setuju sama apapun keputusan lo!"

Cengkraman itu justru semakin kuat hingga membuat Runa meringis kesakitan. Lelaki itu benar-benar tak berperasaan! Netranya melirik tajam bak elang yang siap memangsa. "Kalau lo gak mau, gue bakal pastiin hidup lo dan seluruh keluarga lo gak akan pernah tenang. Itu adalah resiko yang harus lo tanggung karena udah ngebuat calon istri gue kabur!" sinis Chandra pada gadis itu.

"Dasar gila!"

"Gue bisa lebih gila dari ini! Kalau lo gak percaya, tunggu suatu saat nanti."

Runa meneguk salivanya dengan susah payah. Tidak bisakah matematika saja yang membuatnya tak bisa tidur? Pria dengan rahang tegas itu menatapnya tajam sebelum akhirnya keduanya tiba disebuah rumah yang tampak ramai. 

Ternyata Runa dibawa ke sebuah rumah yang terbilang cukup mewah. Begitu memasuki kediaman itu, keindahan furnitur yang tertata rapi memanjakan setiap pasang mata yang melihatnya. Sejenak, ia mengagumi keindahan rumah mewah ini sebelum seorang wanita paruh baya mendatangi mereka dengan raut wajah khawatir. "Chan, gimana? Rossa udah ketemu?"

"Gadis ini yang bakal ngegantiin Rossa, Ma. Rossa kabur begitu ngeliat Chandra." 

Pria arogan itu langsung berlalu bagai sebuah angin. Awalnya, Runa terdiam menahan takut jika akan dimasukkan ke dalam penjara atau malah harus mengganti rugi, tetapi raut itu terganti begitu mendengar ucapan Chandra. Menggantikan katanya? Itu artinya ...

Mama Chandra meraih tangannya, lalu mengusapnya lembut penuh kasih sayang. "Kamu memangnya bersedia ngegantiin calon istri Chandra yang kabur? Kalau gak bersedia, mama gak maksa. Biar nanti para tamu undangan diberitahu pihak kita bahwa pernikahan ini gagal."

Seakan mengerti tanda bahaya, otak Runa dipaksa bekerja keras untuk berpikir. Ternyata selain berimbas pada dirinya, apa yang ia lakukan juga berimbas pada orang lain . Jika ia menolak, maka keluarga Chandra akan menuai malu dan itu karena kesalahannya. Selain itu ada keluarganya yang bisa saja menerima akibat dari penolakannya. Bayangan Chandra yang dipenuhi emosi membuat nyalinya menciu, tatapan tajam dan ancaman yang diberikan pria itu berhasil mengikis bersih keberaniannya. Akan tetapi, bila dia menyetujui hal ini maka bisa dipastikan masa lajangnya akan langsung berakhir. 

Sulit memang untuk menerima ini semua, tapi dia harus memutuskan apa yang akan dilakukan agar tak merugikan orang lain lagi. Ini adalah konsekuensi yang harus diterimanya. Dadakan memang, tapi apa boleh buat dia harus menyetujui pernikahan ini. Wanita paruh bayah itu hanya memberikannya sebuah senyuman, tapi Runa yakin bahwa itu benar-benar tulus.

"Mama boleh minta nomor anggota keluarga kamu untuk dihubungi?"

Runa lalu membuka bagnya dan menyerahkan nomor milik salah satu anggota keluarganya. Setelah perbincangan ringan mereka, Mama Chandra mengantarkannya pada sebuah ruangan yang cukup luas untuk ukuran kamar tidur. "Kamu disini dulu sampai selesai dirias. Gak lama kok, periasnya udah dijalan, mungkin sebentar lagi juga sampai."

Mertuanya itu keluar bertepatan dengan masuknya  Chandra ke ruangan. Manik mata itu masih dipenuhi oleh amarah, tatapan dinginnya bahkan sudah dapat menunjukkan hal itu tanpa pria itu berkata. "Setelah nikah, gue mau lo tetep di rumah," ucap Chandra yang tengah membenarkan dasinya di depan sebuah cermin besar.

"Yakali gue dirumah terus, gue tuh harus tetep kuliah!" Intonasi suara Runa tanpa sengaja meninggi akibat terlampau kesal pada pria yang baru dikenalnya itu. Bagaimana pun pendidikannya itu juga penting dan pria arogan bernama Chandra itu tak bisa memutuskan kehidupannya.

Chandra hanya menatapnya sekilas, lalu kembali berkata dengan santai, "tugas lo itu diem dirumah. Anggap aja ini hukuman lo karena udah ngebuat calon istri gue kabur."

Bagai petir di siang bolong, Runa benar-benar tidak tahan lagi pada pria arogan di hadapannya. Ia maju mendekat beberapa langkah, memberikan Chandra tatapan tajam. "Wanita itu sendiri yang mohon-mohon supaya gue ngebantu dia kabur! Pantesan aja dia kabur, lo arogan!"

"Apa yang lo bilang barusan?!"

Runa menundukkan kepalanya ketika sadar bahwa atmosfer di ruangan ini tak lagi mengenakkan baginya untuk bernapas. Chandra yang memandangnya penuh emosi terpaksa keluar ketika sang perias memasuki ruangan dimana mereka saat ini berada.

"Mba calon pengantinnya Mas Chandra?"

Runa mengangguk enggan menjawab pertanyaan wanita yang baru masuk ke ruangan itu. Perias pengantin itu meletakkan barang bawaannya dan mulai mengeluarkannya satu persatu sembari mengajak Runa berbincang santai mengatasi ketegangan yang ada.

Wanita itu mendekat serta meletakkan beberapa macam alat make-up dan memulai pekerjaannya untuk merias calon pengantin wanita secantik mungkin. Runa hanya berharap bahwa pernikahan ini tak akan membawanya dalam sebuah kesengsaraan hidup yang berkepanjangan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status