Share

Mendadak Sah
Mendadak Sah
Author: babey

Suami Istri

Runa terlelap disofa membiarkan kediamannya dan sang suami diselimuti gulita. Seharian bekerja di kafe roti membuat tubuhnya lelah. Ia terbaring seperti lemah tak berdaya. Akan tetapi, tidur nyenyaknya terusik ketika merasa ada seseorang yang sedang berdiri didepan wajahnya, seakan memandangnya dengan seksama. 

Perlahan mata itu terbuka dan langsung terkejut saat melihat sosok pria asing berada tepat dihadapannya. "Lo siapa? Ngapain dirumah gue?" teriak Runa spontanitas sembari melindungi dirinya dengan bantal sofa.

"Ini juga rumah gue." Pria itu acuh dan tidak terkejut atas reaksi yang Runa tunjukkan.

"Gue tanya lo siapa?" teriak Runa kembali. Ketidaksiapannya akan hal ini membuat tubuhnya gemetar bukan main. Pikirannya berkecamuk, melanglang buana.

Pria itu menghela napas putus asa melihat sikap Runa. "Hampir setahun nikah masih aja suka lupa," cibir Chandra sembari berlalu dari hadapan gadis itu. 

"Apa maksudnya? Aku menikah?"

Begitu lampu ruangan menyala, Runa langsung terpaku ketika mendapati sebuah foto pernikahan yang terpajang di ruangan itu. Tampak jelas dia tengah bergandengan tangan dengan pria itu, lengkap mengenakan pakaian pengantin.

"Itu ... gue?" tanya Runa masih tak percaya. Kosong, ingatan akan hari pernikahannya benar-benar hilang tak berbekas.

"Terus siapa lagi kalau bukan lo? Memangnya lo punya kembaran?" tanya pria itu sinis.

Runa menggelengkan kepala, memori kosong di kepalanya perlahan mulai kembali dan menyadari bahwa ia sudah resmi menjadi istri pria yang kini tengah menatap ke arahnya.

"Mending lo mandi, biar gak bau kecut."

"Enak--" Ucapan Runa terpotong tepat ketika Chandra membungkam bibirnya dengan jari telunjuk.

"Jangan ngebantah, gue ini suami lo. Pasti lo nggak mau dicap sebagai istri yang durhaka, 'kan?" 

Sekali lagi Runa menggeleng. Perempuan mana yang ingin dicap sebagai istri durhaka?

Setelah Runa beranjak dari sana, suasana rumah menjadi lebih hening. Menit berlalu membuat Chandra tak sabar menunggu sang istri turun, hingga ia memutuskan untuk menyusul.

Chandra melihat pintu kamar mereka terbuka, apakah Runa harus terus ceroboh seperti ini? Untunglah mereka hanya tinggal berdua. Ia masuk dengan santai mengamati sang istri yang berdiri menghadap cermin tengah berusaha memasang resleting yang terletak di belakang gaunnya.

"Butuh bantuan?"

Runa terlonjak kaget saat suara pria terdengar jelas dipendengarannya dan reflek memutar tubuhnya menghadap Chandra. "Lo ngapain disini? Mau ngintipin gue?"

Chandra memasang wajah datar, mengintip katanya? Tunggu, Runa benar-benar menggoda imannya. Apakah gadis itu sengaja melakukan itu? Ia dapat melihat punggung Runa sedikit terekspos dalam pantulan kaca karena baju yang dikenakan belum sepenuhnya tertutup. 

"Kenapa kalau gue disini? Lagian kita udah sah, dimata hukum dan agama. Lo udah halal bagi gue, nggak salah dong kalau gue ngeliatin istri sendiri. Kecuali kalau lo itu istri tetangga," ucapnya yang tengah bersandar dipintu.

Ucapan pria itu membuat  Runa berani menghampiri Chandra, mereka sudah sah 'kan? Jadi tak apa jika dia meminta Chandra membantunya memakaikan baju yang merupakan hadiah dari ibu mertuanya.

Chandra dengan hati-hati mengancingkan gaun itu. Gaun selutut berwarna army sangat cocok dipadukan pada kulit sawo matang milik Runa. Semua itu hampir saja membuatnya khilaf. Dia memutuskan untuk keluar guna mengurangi hasrat yang kini tak terbendung. 

Sedangkan, setelah Runa puas memandangi gaun indahnya, gadis itu malah melepas kembali gaun itu dan langsung mengganti pakaiannya dengan baju tidur. Kemudian menyusul Chandra mengisi perut yang kelaparan diruang makan.

"Gue udah ambil cuti buat besok."

Hampir saja Runa tersedak begitu mendengar kata 'cuti'. "Cuti untuk apa?" tanyanya bingung. Pasalnya, tak biasanya Chandra mengambil cuti. Bahkan, untuk bulan madu mereka melewatkannya dengan memilih pekerjaan daripada menghabiskan waktu berdua. Lalu kenapa sekarang dengan tiba-tiba pria itu memutuskan untuk mengambil cuti?

Sungguh, dia tak habis pikir akan Runa. Bagaimana bisa gadis itu terus-terusan lupa tentang apa yang terjadi. "Besok mama gue alias mertua lo, bakal ngadain perayaan ulang tahun pernikahan yang ke-27. Masih nggak inget juga?"

Seperti ada yang aneh pada dirinya. Dia terlalu sering melupakan sesuatu. Entah apa yang terjadi, tapi ini terasa cukup mengganggu.

"Kita berangkat besok pagi, tapi sebelum kesana, kita mampir dulu keklinik dokter Kavin untuk tanya-tanya tentang kondisi lo."

Kalimat itu justru membuat Runa terbatuk-batuk. "Kenapa tiba-tiba banget? Terus ngapain gue harus ke dokter? Lagian gue gak kenapa-kenapa."

"Supaya kita tiba tepat sebelum acara dimulai. Suka lupa itu bukan masalah? Lo gak mikir kalau itu bisa jadi masalah besar ke depannya? Gimana kalau ini sebenarnya persoalan yang serius, lo gak takut?"

Apakah Chandra sepeduli itu dengannya? Runa sendiri belum pernah berfikir ke arah sana, tapi pria itu sudah melangkah jauh.

"Lo siapin segala keperluan yang diperlukan. Besok pagi sekitar jam 9 kita berangkat."

"Lo! Banyak barang yang harus dipacking! Mana bakal cukup waktu segitu!"

"Bawa aja barang yang penting. Kita juga gak lama disana, mungkin dua sampai tiga hari."

Persoalan itu terus diperdebatkan, hingga Runa memilih mengalah daripada kian larut dalam emosi. Mereka berdua sama-sama keras kepala, apalagi keduanya terlahir sebagai anak sulung yang berwatak keras. Tentu perdebatan seperti ini tak bisa terelakkan.

"Lain kali, langsung tidur di kamar. Beruntung tadi gue yang masuk, kalau orang lain gimana? Mana pintu juga gak dikunci."

"Namanya gue lupa, Chan." Runa mengatakan itu dengan wajah datar. Seakan tak peduli pada kondisi kesehatannya.

Sedangkan, Chandra begitu khawatir akan kondisi sang istri. Akan tetapi, gadis itu malah tampak biasa saja, padahal sifat pelupanya itu kerap kali membuat Chandra kesal. Solusi terbaik yang bisa ia paksakan adalah membawa sang istri ke klinik salah satu kenalannya.

Pria itu merapikan meja kerja yang tampak berantakan dan membawa beberapa dokumen ke kasur. Sementara Runa sibuk mengemas barang bawaan mereka.

"Didalam lemari ada kotak make-up, bisa dipakai untuk ngeletakin make-up lo," ujar Chandra tanpa mengalihkan pandangannya.

Setelah meletakkan koper dibawah tempat tidur, Runa baru mengemas alat riasnya pada kotak yang Chandra berikan. Tersirat rasa lelah dari wajah sang suami, tapi pria itu tetap berkutat pada dokumennya.

Chandra menatapnya penuh keraguan ketika gadis itu menyuguhkan secangkir kopi untuk menemaninya. "Tanpa gula. Gue tau lo terbiasa minum kopi tanpa gula karena diabetes."

"Darimana lo tau?"

Bukannya menjawab pertanyaan sang suami, Runa malah menutup diri dengan selimut. Samar-samar Chandra tersenyum memperhatikan istrinya yang kini tengah tertidur pulas. Jika saja gadis itu tidak banyak bicara, pasti ia akan sudi berada di dekatnya lama-lama.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Felicia Aileen
nice opening cant wait to read the next chapter.. boleh kasih tau akun sosmed ga ya soalnya pengen aku share ke sosmed trs tag akun author :)
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status