Share

Bingung

Gangsa membuka matanya lebar-lebar, kini dia sedang duduk di bangku yang ada di lobby rumah sakit.

Sejak tadi, dia terus memperhatikan setiap orang yang masuk dan keluar dari rumah sakit itu.

Gangsa tidak akan putus asa, menunggu wanita yang kemarin bisa melihat nya dan bicara padanya.

Sudah hampir tengah hari, namun wanita itu belum muncul juga, Gangsa menarik nafas panjang, merasa sedikit kecewa.

"Mungkin hari ini, dia libur," ucap Gangsa menghibur hatinya.

Gangsa yang tidak punya tujuan, akhirnya pergi ke kamarnya lagi.

Ini sudah hari ketiga Gangsa berada di rumah sakit.

Gangsa masih melihat ada kesedihan di wajah kedua orangtuanya. Tentu saja mereka sedih, melihat anak laki-laki satu-satunya, terbaring tidak berdaya di tempat tidur rumah sakit tanpa kejelasan.

Gangsa menatap wajah ibunya dengan sedih, banyak sekali kesalahan yang dia lakukan pada ibunya, saat ini Gangsa baru merasa jika dia terlalu sering melawan pada ibunya, hanya karena merasa ibunya terlalu mengatur kehidupannya.

Kemudian Gangsa beralih menatap wajah ayahnya, kesedihan juga terlihat di wajahnya, bukan hanya kesedihan tapi juga kelelahan, pasti ayahnya menjadi lebih sibuk mengurus perusahaan, tanpa dirinya.

Gangsa menghela nafas, jika sudah begini baru terasa jika kedua orangtua adalah orang yang paling penting, karena hanya mereka yang masih bersedia menemaninya di saat dia tak berdaya seperti ini.

Gangsa berjanji, Jika dia nanti sadar dari komanya, dia akan lebih menurut kepada kedua orang tuanya.

***

Keesokan harinya, Gangsa duduk lagi di bangku yang sama, yang ada di lobby, menunggu wanita itu lagi.

Penantian Gangsa sepertinya hari ini akan membuahkan hasil, dengan cepat Gangsa menghampiri wanita itu, saat wanita itu masuk ke dalam rumah sakit.

Najma mengerutkan keningnya, melihat seorang pria berdiri di sampingnya, dan berjalan bersamanya, apa maksud dari pria itu melakukan ini, batin Najma.

Najma ingin sekali menegur pria itu, saat ini juga, namun di tahan olehnya, melihat lobby rumah sakit sangat ramai pagi ini, dia tidak ingin membuat keributan.

Gangsa mengerutkan keningnya, kenapa wanita itu, tidak bereaksi saat dia berjalan bersamanya.

"Apa dia sekarang sudah tidak melihatku lagi?" Ucap Gangsa.

"atau dia pura-pura tidak melihatku?"

"Tapi untuk apa, dia pura-pura tidak melihatku?"

"Apa dia takut padaku?" Cerocos Gangsa, membuat Najma sedikit kesal.

"Pria ini berisik sekali! Apa dia tidak malu bicara sendirian!" Ucap Najma dalam hatinya.

Najma perlahan menaiki anak tangga menuju lantai dua, yang biasanya sepi.

Gangsa menghentikan langkah'nya, dia tidak lagi mengikuti wanita itu, karena sepertinya wanita itu benar-benar tidak melihatnya, jadi percuma saja.

Sedangkan Najma menarik nafas lega, karena Gangsa sudah tidak mengikutinya lagi.

Gangsa dengan sedih berjalan menuju kamar rawatnya. Melihat diri sendiri terbaring lemah dan masih di penuhi alat-alat kedokteran membuatnya putus asa, jika dia tidak bisa hidup lagi.

Gangsa seharian ini hanya berada di dalam kamarnya, berdoa agar dia cepat sadar.

Setelah bosan, Gangsa beranjak dari tempatnya, dia memilih untuk mengelilingi rumah sakit untuk melepas rasa bosannya.

Baru saja dia keluar kamarnya, tanpa sengaja dia menabrak seseorang di depan pintu.

Gangsa terkejut saat merasakan tubuhnya terdorong karena tabrakan itu, bahkan melihat Najma sampai terjauh di lantai, membuat Gangsa terdiam terpaku di tempatnya dengan tatapan penuh rasa tak percaya.

Najma menatap Gangsa tajam, kenapa ada pria seperti Gangsa di dunia ini, yang tidak punya rasa empati sama sekali.

Bukannya menolong nya yang terjatuh, malah bengong tak jelas. Najma dengan cepat dan kesal bangun dari duduknya.

"Kamu! Kamu kan pria yang mengikuti aku tadi pagi!" Seru Najma.

Gangsa mengerutkan keningnya, jadi tadi pagi Najma melihat dirinya, tapi kenapa dia hanya diam, batin Gangsa.

"Kamu bisa melihatku?" Tanya Gangsa.

Najma mengerutkan keningnya, pria ini terlihat aneh, Najma bergidik ngeri dia pun segera berlari pergi dari tempat itu.

Tanpa Najma ketahui, Gangsa mengikuti Najma, Gangsa penasaran dengan Najma, kenapa hanya dia yang bisa melihatnya, sedangkan yang lain tidak.

Ternyata Najma hanya perawat magang, di rumah sakit ini tidak ada yang istimewa.

Menjelang sore Najma bersiap untuk pulang, Gangsa masih mengikutinya. Bahkan Gangsa mengikuti Najma pulang ke rumahnya.

Ternyata Najma tinggal di rumah yang sangat sederhana, Gangsa mengikuti Najma masuk ke dalam rumah itu, Gangsa terpana dengan apa yang ada ada di dalam rumah itu.

Semua barang yang ada di dalam rumah itu kelihatan sudah usang, kursi, meja dan lemari semua barang-barang yang sudah usang, hany karena masih layak pakai, jadi masih di pertahankan.

Gangsa kemudian mengikuti Najma masuk ke dalam sebuah ruangan, sepertinya itu dapur, karena Gangsa melihat di sana ada kompor dan peralatan masak lainnya.

"Kamu! Kenapa kamu bisa da di sini?" Teriak Najma melihat Gangsa ada di belakangnya.

Gangsa menatap Najma, wanita ini ternyata benar-benar bisa melihatnya.

Gangsa mundur beberapa langkah saat Najma mengambil sapu dan bersiap untuk memukul ke arahnya.

"Pergi! Pergi kau dari sini!" Usir Najma pada Gangsa sambil mengayunkan sapu berulang-ulang kali ke arah Gangsa.

Gangsa dengan cepat menghindari sapu tersebut, agar tidak terkena pukulan dari Najma.

"Kaka! Apa yang sedang Kaka lakukan?" Teriak seorang bocah perempuan yang kira- berumur sepuluh tahun dari depan pintu.

"Awas kamu Nuri! minggir! jangan di depan pintu, biar penjahat ini keluar! Cepat kamu minta bantuan tetangga, biar penjahat ini di tangkap!" Teriak Najma.

"Mana penjahatnya ka?" Tanya Nuri kebingungan karena dia tidak ada siapapun di dalam rumah, sambil celingak-celinguk ke dalam rumah.

"Ini di depan Kaka! Cepat kamu lari minta bantuan!" Teriak Najma lagi.

"Kakak! Tidak ada siapa-siapa di sini!" Teriak Nuri sekali lagi.

Najma menghentikan gerakannya, dia menatap ke arah Gangsa, bagaimana bisa Nuri mengatakan tidak ada siapapun di rumah ini, sedangkan di depannya jelas-jelas ada seorang pria yang tinggi dan besar.

"Coba kamu periksa matamu, Nuri! Orang jelas di sini ada pria ini!" Teriak Najma.

"Kakak jangan gila deh! Aku tahu kakak masih sedih dengan kematian orang tua kita! Tapi jangan sampai segila ini!" Omel Nuri sambil melangkah masuk ke dalam rumah, melewati Gangsa begitu saja.

Najma segera melihat ke arah Gangsa yang masih berdiri di depan matanya.

"Apa benar Nuri tidak melihat Gangsa,"

"Aduh!" Seru Gangsa saat tidak bisa menghindari pukulan Najma yang mendadak itu.

Gangsa menatap kearah Najma tidak percaya, dia bahkan bisa merasakan sakit saat Najma melayang kan sapu padanya.

Najma mendekati Gangsa, walau ada perasaan sedikit takut.

"Apa sakit?" Tanya Najma saat melihat Gangsa mengusap kepalanya yang tadi terkena pukulan Najma.

Gangsa mengangguk pelan.

Mala menyentuh pipi Gangsa memastikan jika memang ada Gangsa di depannya, dan dia tidak salah lihat.

Gangsa terkejut, dia benar-benar bisa merasakan tangan Mala menyentuhnya bahkan mencubit pipinya.

"Auw" jerit Gangsa.

Najma mengerutkan keningnya,

Gangsa memang ada di depannya, lalu mengapa Nuri tidak bisa melihat Gangsa yang tinggi ini, Najma mengucek matanya beberapa kali, tetap saja Gangsa berada di sana, Najma menyusul Nuri masuk ke dalam kamarnya.

"Aku sepertinya harus memeriksakan mata Nuri ke rumah sakit!" Ucap Najma.

"Katakan padaku, ini berapa?" Tanya Najma pada Nuri sambil mengacungkan dua jarinya dari depan pintu kamar.

"Apaan sih kakak!" Seru Nuri kesal.

"Katakan saja ini berapa?" Tanya Najma dengan kesal.

"Dua," jawaban Nuri dan memang dua, Najma mengerutkan keningnya.

"Ini?" Tanya Najma sekali lagi.

"Satu!" Jawab Nuri.

Semua jawaban Nuri benar, mendadak kepala Najma menjadi pusing, dia pun segera keluar dari kamar Nuri menemui Gangsa.

Gangsa garuk-garuk kepalanya yang tidak gatal melihat raut kebingungan di wajah Najma.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status