Share

Chapter 6

Author: Razi Maulidi
last update Last Updated: 2025-05-23 19:06:56

Perasaan yang tertekan

Setelah waktu yang hampir dua bulan ini, Tina yang sering kali di tidurin oleh Nathan saat dia tidak sadar, saat ini ia merasa lebih lelah saat bekerja. Badannya terasa berbeda dari sebelumnya.

"Ada apa, non? Apa kamu sakit?" tanya bik Ina yang terus memperhatikannya dalam dalam.

"Tidak ada apa apa, bik. Mungkin aku hanya lelah saja."

"Ya sudah, kalau begitu kamu istirahat saja dulu. Jangan terlalu di paksakan kalau lagi tidak sanggup."

Tina mengangguk dan lalu membaringkan tubuh mungilnya di kasurnya. Bik Ina pun segera keluar kamar dan melanjutkan pekerjaannya yang sempat tertunda.

"Di mana Tina?" tanya Nathan pada bik Ina.

"Ada di kamar Tuan. Ada perlu apa ya, biar saya panggilkan." jawab bik Ina sopan.

"Tidak ada. Ahh tidak perlu di panggilkan bik. Kau bisa melanjutkan kerja mu saja."

"Baik, Tuan. Non Tina terlihat begitu pucat dan lemas. Bibi minta dia untuk istirahat sebentar." ujar bik Ina.

Nathan tak menjawab, ia segera pergi dari hadapan bik Ina. Karena rasa penasaran, Nathan melangkahkan kakinya menuju kamar Tina.

"Apa kau sakit?" tanya Nathan yang tiba tiba saja datang.

Tina perlahan membuka matanya yang agak berat. "Maaf, Tuan. Aku tidur. Tidak tau kenapa badanku terasa lemas." jawab Tina serak.

"Sudah kau minum obat?"

Tina menggelengkan kepalanya pelan.

"Tanda di lehermu itu kenapa? Apa yang terjadi?" tanya Nathan tegas.

Tina mendongakkan kepalanya dan menatap Nathan dengan lesu.

"Tuan tidak ingat apapun? Ahh lupakan. Jika tidak ada yang perlu lagi, biarkan aku istirahat sebentar."

"Istirahatlah! Apa yang terjadi?" tanya Nathan sekali lagi.

Tina tidak menjawab. Dirinya bingung harus menjawab apa. Melihat ekspresi Tina yang diam, Nathan segera keluar dari sana dengan berdecak kesal.

Setibanya di kamarnya, Nathan baru ingat ada CCTV di lorong menuju kamarnya. Nathan segera mengecek rekaman CCTV itu dengan seksama.

Ddddrrrrrr....

Namun, belum sempat Nathan melihat rekaman itu, tiba tiba ponsel Nathan berdering. Nathan langsung menjawab panggilan itu, laptopnya dia tinggalkan begitu saja. Begitu setelah Nathan bicara di telepon nya pun, laptopnya langsung di tutup dan bergegas pergi keluar.

"Mau kemana kamu?" tanya Marissa tegas.

"Ada pekerjaan mendadak ma. Aku harus segera tiba di sana." jawabnya datar.

"Pekerjaan mulu. Kapan cari istri?"

"Mama ini selalu tanya soal istri. Iya, nanti aku bawakan."

Nathan yang malas berdebat dengan ibunya segera pergi dari hadapan ibunya. Aish! Decak Marissa kesal.

Setibanya di kantor pun Nathan bukan fokus pada pekerjaan yang penting itu. Nathan sering terpaku dan melamun sendiri. Apa yang terjadi ya? Banyak pertanyaan timbul dari beberapa staf dalam ruangan rapat itu.

Mereka melihat Nathan dengan ekspresi yang heran. Kenapa bosnya kali ini hanya diam saja? Biasanya bosnya itu langsung komplain jika ada kendala atau tidak kesukaan di hatinya.

"Bagaimana, pak? Apakah penjelasan barusan bisa di ambil?" tanya sekretarisnya yang memang duduk di sampingnya.

"Kamu periksa saja dulu. Kamu kan sudah sering ikut rapat, jadi kamu tau mana yang bagus dan yang tidak." ketusnya.

"Baiklah rapat ini sampai di sini saja. Keputusannya akan di berikan besok." sambungnya lagi.

Setelah itupun Nathan langsung keluar menuju ruangannya.

Pikirannya campur aduk antara pekerjaan dan juga apa yang terjadi di rumah. Dan apa yang terjadi pada Tina. Dan kenapa Tina jadi sakit? Apakah ada kaitannya dengannya? Ada begitu banyak pertanyaan yang muncul di pikirannya.

Nathan pun baru ingat kalau tadinya mau ngecek CCTV yang tertunda. Nathan pun segera meraih laptopnya dan membuka kembali rekaman itu.

Begitu terkejut dan syok saat melihat detail rekaman CCTV tersebut. Bagaimana ini? Jadi yang jadi pelampiasan ku selama ini adalah Tina? Lalu kenapa dia menyembunyikan itu dari ku?

Aish! Aaarrgggghhh!!!

Nathan berdecak kesal setelah mengetahui semua hal yang terjadi.

Tidak tau apa yang harus di lakukannya. Nathan begitu frustasi saat melihat rekaman itu.

Setelah begitu lama, Nathan berdiam diri dan istirahat. Kini Nathan bangkit dan menuju garasi mobil. Nathan mengemudi mobilnya dalam kecepatan tinggi. Tujuannya yaitu menuju rumah.

Nathan tiba di rumah saat semuanya sedang duduk menunggunya pulang di meja makan. "Baru pulang?" tanya Marissa tegas.

"Apa sedang menungguku? Sudah, kalian makan saja duluan tidak perlu menungguku. Di mana Tina? Apa dia belum sembuh?"

"Sudah kok Tuan. Dia ada di belakang." tukas bik Ina.

Nathan tidak menjawab. Dia langsung melangkahkan kakinya menuju kamarnya.

Bik Ina langsung memberitahu Tina bahwa Nathan sudah pulang. Dan segera menyiapkan makan malam untuknya.

Lagi lagi hati Tina teriris saat mendengar nama Nathan. Entah kenapa rasanya hati kecil itu cukup sesak jika harus bertemu lagi dengan Nathan.

Tok.. Tok.. Tuan, aku mengantarkan makan malammu.

Nathan tidak menjawab. Tina masuk dan menyajikan makanan serta minuman di atas nakas.

"Silahkan di makan Tuan selagi makanannya masih hangat." ujar Tina, namun dengan suara serak dan gemetar.

"Kenapa dengan suaramu?"

"Tidak tau Tuan. Mungkin karena tadi sakit. Tapi sekarang sudah tidak apa apa kok."

Jelas Nathan melihat bahwa Tina menyimpan rasa takut padanya.

"Katakan ada apa! Apa yang terjadi?" tekannya.

Tekanan itu malah membuat wanita mungil ini takut. Tina tidak berani menatap Nathan yang masih saja menatapnya dengan tajam.

"Tuan tidak apapun?" tanya Tina singkat sambil menundukkan kepalanya.

"Sudah jelas ada yang terjadi. Katakan semuanya! Dan juga tanda di lehermu itu.."

"Aku bingung cara menjelaskan. Tapi Tuan melakukannya. Dan juga Tuan merenggut keperawanan ku. Padahal aku hanya membantu mu saja, tapi.."

Tina akhirnya menjelaskan apa yang terjadi dengan isak tangis. Tidak bisa, membendung lagi air matanya, Tina langsung menangis sesenggukan.

Bukannya kasian melihat keadaan Tina, Nathan bahkan langsung berpaling menatap ke jendela.

"Maaf."

Hanya satu kata yang keluar dari mulutnya tanpa menatap gadis itu.

Tiba tiba saja Tina merasa pusing mungkin kelamaan berdiri di sana.

"Ada apa?"

"Tidak tau. Aku pusing. Aku juga tidak datang bulan."

Deghhh...

Tidak datang bulan?

"Jangan bilang kamu hamil." tekannya.

"Sepertinya begitu. Aku juga belum cek testpack."

"Besok kamu harus cek dulu. Dan ingat, jika benar kamu hamil kamu harus berhenti bekerja. Paham!"

"Ke-kenapa Tuan?" tanya Tina dengan gemetar.

"Kamu masih ingin bertanya?"

Tina merasa terkejut dan terluka dengan kata kata Nathan. Dia tidak tau apa yang harus di lakukan selanjutnya. Dia hanya bisa berdiri disana, menatap Nathan dengan perasaan sedih dan kecewa.

Tekanan itu semakin membuat Tina teriris. Perasaannya hancur, tubuhnya hancur. Hatinya sakit yang teramat dalam. Namun, dia tidak bisa mencurahkan nya.

Dengan hati yang sakit dan berat, Tina melangkah keluar dari kamar itu dengan langkah gontai.

Kok bisa Tina di perlakukan seperti itu? Apa kesalahan Tina?

Setelah cek testpack besok, jika di ketahui hamil bagaimana reaksi Nathan? Apakah dia akan menerima bayi itu? Atau dia malah marah dengan kondisi kehamilan Tina.

Bersambung...

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Mengandung Benih Majikan Arogan   Chapter 37

    Chapter 37.Jauh dari kota, Riko menyewa rumah kecil untuk mereka tinggal sementara. Rumah kecil itu juga agak dekat dengan markas itu. Markas tempat ayahnya di tahan dan di sembunyikan mereka. Padahal Tina kan udah tau tempat itu, tapi kenapa dia tidak tegur kakaknya ya? Karena malam sudah larut, mereka semua jadi kelelahan dan langsung ketiduran. Mereka tidak menyadari tempat itu. Keesokan paginya, begitu Tina terbangun, kebiasaan dia langsung menuju keluar rumah. Tina begitu kaget melihat di sekeliling. Tubuhnya kembali bergetar melihat markas itu. Dalam sekejap dia langsung berlari ke dalam lagi. "Kak, kau yakin mau tinggal di sini?" Tanya Tina dengan tubuh yang masih gemetar. "Kenapa?" "Tempat ini begitu dekat dengan markas. Hanya ini satu satu nya rumah lusuh tanpa penghuni." "Aku tau. Tapi tenang. Rumah ini sudah aku suruh sedikit renovasi. Dari luar rumah ini akan tetap terlihat seperti itu. Dan di dalamnya, iya seperti ini. Rumah ini juga di b

  • Mengandung Benih Majikan Arogan   Chapter 36.

    Chapter 36.Tina merasa tertekan sekaligus bingung. Ia harus bagaimana? Apakah ia harus melawannya? Di sisi kiri dan kanannya selalu ada dua kakaknya yang menyemangatinya. Tina mulai merasa lega, ternyata dia tidak sendiri. Kakaknya yang dulu pernah membencinya, yang pernah memperebutkan Nathan dengannya. Tapi, kakak itulah yang berdiri di sisinya. Entah mengapa, dulu Herlina merasa aneh jika dia mendekati Nathan. Dan ada sesuatu yang sulit untuk Herlina bicarakan. Dan ternyata semua itu terungkap sekarang dan lebih menyakitkan. Setelah seharian Tina menghilang dari rumah, setelah Nathan terbangun dengan wajah linglung. Akhirnya dia angkat bicara. "Cari Tina di manapun dia berada. Ingat! Jangan menyakitinya. Paham!" Suara Nathan mengguncang istananya. Semua bawahannya langsung bubar dan mulai mencari nya di semua tempat. Dari tempat Herlina bekerja, rumor mulai terdengar. Pemburuan istri CEO Nathan yang terkenal telah melarikan diri. Mengikuti arahan dari s

  • Mengandung Benih Majikan Arogan   Chapter 35.

    Chapter 35.Seolah tidak terjadi apapun. "Hmm.. Aku bahkan sampai lupa menawarkan kamu minum. Padahal kamu baru saja pulang. Ini minumlah. Aku membuatkan jus ini tadi untukmu." Terpaksa Tina bicara lembut dan seolah tidak terjadi apapun. Namun, sayangnya tanpa pikir panjang Nathan langsung meminum jus itu hingga tandas. Setelah minum jus itu Nathan terasa begitu panas. Nathan segera melepaskan pakaiannya. "Kenapa begitu panas sayang? Apa yang kamu lakukan di minuman itu?" Tanya Nathan parau. "Ahh tidak ada apa-apa. Hanya sedikit saja." "Kenapa kamu harus dengan itu? Kan kamu bisa minta sayang. Aku selalu melayanimu. Aku selalu mau dengan tubuhmu yang indah ini." "Sengaja saja. Tapi lagi ingin. Tapi dengan khas yang berbeda. Boleh kan?" "Ehh,, kamu duduklah dulu. Aku belum membersihkan diri. Tunggu sebentar saja." Tina langsung beranjak ke kamar mandi dengan cepat. Hatinya berdegup kencang. Baru pertama kalinya ia berbuat curang. Dirinya b

  • Mengandung Benih Majikan Arogan   Chapter 34.

    Chapter. 34 "Ada apa dengannya? Tidak biasanya dia seperti ini." Gumamnya pelan. Nathan melangkah cepat menuju rumah. Ingin sekali ia tanyakan tentang kegelisahan hatinya pada istrinya. Namun, langkahnya tiba-tiba melambat ketika masuk ke kamar dan melihat gambar yang di pasang Tina. "Ehh kamu pulang. Cepat sekali." Cecar Tina tanpa menoleh. "Memangnya tidak boleh aku pulang cepat? Kenapa kamu pasang gambar ini di kamar?" "Ini? Tidak bagus jika aku pasang di luar. Jadi aku pasang disini. Tidak boleh ya, maaf." "Memangnya kenapa kamu pasang gambar orang ini?" "Dia ayahku. Ayah yang sudah meninggalkanku dari sejak kecil. Tanpa jelas alasannya. Dia di nyatakan meninggal, tapi jasadnya tidak ada. Jadi menurutku, dia masih ada." Deghh... Matanya membulat. Nafasnya tercekat. Seolah ia berhenti bernafas sesaat. Keringat dingin mulai membasahi wajahnya. "Ada apa? Kenapa kamu jadi diam?" Tanya Tina penuh penekanan. Tidak ada jawaban. "A

  • Mengandung Benih Majikan Arogan   Chapter 33.

    Degh.... Kata itu, nama itu bagai menusuk hati Tina. Seorang pria tua yang sejak lama mereka tahan. Kabarnya pada keluarganya bahwa pria tua itu sudah tiada. Namun, tanpa jasad, tanpa kuburan. Dalam hati Tina masih bertanya tanya siapa pria itu, nama yang di sebutkan Nathan? Hatinya menggebu, Tina ingin mengetahui lebih lanjut. Entah itu dari mana ia harus memulainya. "Tina ada apa denganmu? Kenapa kamu diam saja selama ini?" "Ahh tidak ada. Aku berpikir untuk mengunjungi paman. Entah kenapa aku rasanya ingin menemuinya. Mungkin aku kangen mereka." "Baiklah. Mari, bersiaplah. Kita akan berangkat sekarang." Nathan begitu memanjakan Tina, semua yang di inginkan Tina selalu di turuti. Walaupun Tina tidak pernah memaksa. Tapi, Tina bukan tipe cewek yang boros. Tina tidak suka menghamburkan uang untuk hal yang tidak perlu. *** Tak begitu lama di perjalanan, mereka tiba di desa. Tempat Tina di besarkan. Tina menghirup udara segar. Rasanya san

  • Mengandung Benih Majikan Arogan   Chapter. 32

    "Katakan. Apa yang kau ketahui?" "Nathan itu bukan manusia yang punya hati nurani. Dia monster. Bagaimana kau bisa tidak tau, aneh. Bagaimana kau menikahinya?" "Kenapa? Aku harap kau bicara seperti ini bukan karena rasa cemburu atau iri." Sergah Tina membantah. "Hahaha... Aku iri padamu? Yang benar saja. Untuk apa aku datang ke kandang harimau, jika sudah tau itu kandangnya. Aku merasa iba padamu. Kamu baru datang dari desa dan tidak tau dunia luar. Di luar begitu kejam." "Aku tidak mengerti. Awalnya aku datang kesini juga karena tumpangan darinya, menurutku dia baik. Soal dia bersikap dingin dan arogan aku tau. Mungkin memang itu sikapnya." Jawab Tina sedikit memikirkan masa itu. "Kau ini. Itu dia aku tidak suka orang desa. Aku tidak suka berteman dengan orang desa. Cukup! Kamu selidiki sendiri tentangnya. Aku tidak bisa bicara banyak. Nanti kamu malah tidak terima." "Katakan saja." "Temanku memang buat masalah dengannya melalui kabar yang mengaitka

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status