Arjuna membiarkan Ulupi merekam kejadian itu. Ia merasa tak perlu menangkap basah mereka. Bikin keributan di tempat umum bukan kebiasaannya.
Ulupi minta turun di hotel. Arjuna pergi ke kantor. Menenangkan pikiran dalam kesendirian lebih baik baginya ketimbang menunggu mereka check out. Arjuna memperhatikan kujang emas sambil duduk dengan lesu di kursi kerja. Kujang itu selalu dibawa ke mana ia pergi, barangkali bertemu dengan pemiliknya. Arjuna belum menemukan jawaban, bagaimana kujang bernilai ratusan miliar sampai tertinggal di kamar hotel. Apakah ayahnya seorang pejabat penting sehingga buru-buru pergi karena kuatir tertangkap tim OTT? Telpon internal di meja berbunyi, ia tekan tuts, terdengar suara sekretaris lewat loud speaker: "Maaf mengganggu. Ada tamu." "Hari ini tidak ada schedule menerima tamu." Arjuna sedang tidak mau diganggu. Pikirannya lagi kacau. Ibunya mendesak untuk menjual kujang emas, ada tawaran menggiurkan dari kolektor kelas kakap dari negeri jiran. Ibunya menginginkan Arjuna untuk melupakan bapaknya dan mengakhiri pencarian sia-sia. Arjuna menolak, ia ingin menjadikan kujang emas sebagai pengganti ayahnya, sehingga perlu dipertahankan sampai akhir hayat. "Tamu itu ada urusan penting dan mendesak," ujar sekretaris. "Apa diminta datang lain kali?" Arjuna berpikir sejenak, lalu berkata, "Ya sudah, antar ke ruanganku." Arjuna menyimpan kujang emas di laci meja. Kemudian masuk seorang perempuan cantik jelita dengan dandanan sangat modis. "Bagaimana sekretarismu sampai tidak mengenali aku?" gerutu Citrangada. "Aku merasa seperti tamu asing di kantor ini." "Siska baru dua hari di ruangan itu, pengganti sementara sekretarisku, ia cuti hamil. Kau kan bisa langsung masuk. Aku tidak mau diganggu untuk tamu, bukan untuk calon istri." "Aku tidak mau disebut mentang-mentang." "Lalu apa urusan penting dan mendesak itu?" Arjuna menganggap peristiwa di lobi hotel berbintang itu bukan peristiwa penting dan mendesak, ia berniat meminta penjelasan saat makan malam, tapi Citrangada keburu datang. Arjuna percaya mereka berada di hotel itu bukan untuk kepentingan syahwat. Terlalu murah harga kesetiaan Citrangada. Arjuna kira kedatangan calon istrinya untuk membahas lamaran yang tinggal beberapa hari lagi, ia ingin minta penangguhan karena ayahnya belum ditemukan. "Mengenai ..." Citrangada memotong, "Mengenai kejadian itu, aku ada pertemuan dengan kolega bisnis. Aku datang bersama wakilku, Wisnu Pratama." "Bagaimana Ulupi sampai tidak mengenal dirimu?" "Kamu juga tidak mengenal Wisnu." "Aku tidak pernah bertemu dengannya." "Ulupi juga tidak pernah bertemu denganku. Makanya ia merekam semua kejadian itu." "Lalu Ulupi mencak-mencak padamu?" "Justru Wisnu marah-marah pada Ulupi." Arjuna heran. "Kok bisa? Wisnu merasa dipermalukan dengan rekaman itu?" "Wisnu curiga kalian CLBK. Aku baru tahu kalau Ulupi mantan terindah di SMA." Citrangada menatap tajam sampai menikam hati Arjuna, tapi pria itu sudah biasa dicurigai perempuan, bukan hanya calon istri. "Sedikit-sedikit mantan terindah." Arjuna sangat tertutup dengan masa lalunya. Ia merasa tiada guna menceritakan mantan di depan calon istri, hanya menciptakan suasana kurang nyaman. Arjuna merasa seperti itu setiap kali Citrangada bercerita tentang masa lalunya. "Aku terpaksa turun tangan untuk mendinginkan Wisnu, padahal seharusnya tanggung jawabmu." "Ulupi bercerita kalau ia sepanjang pagi bersamaku?" "Ulupi berusaha jujur kepada calon suaminya." "Lalu aku tidak berusaha jujur kepadamu? Dalam kasus ini, jujur dan bodoh tidak ada bedanya." Ulupi seperti cari perkara dengan mengaku jalan bersama mantan. Barangkali maksudnya untuk mengompori Wisnu. Ulupi terkesan playing victim manakala kenyataannya mereka ada meeting dengan kolega. Akhirnya menanggung malu. "Aku kira Ulupi bukan bodoh," bela Citrangada. "Ia tak mengerti berkeliling kota berjam-jam untuk sebilah kujang emas." "Berarti aku bodoh, seharusnya menjual kujang emas dengan harga terakhir enam ratus miliar." Citrangada memandang kaget. "Kujang macam apa sampai bernilai setinggi itu?" Arjuna mengeluarkan kujang emas dari laci meja dan menunjukkan kepada calon istrinya. Citrangada seakan tidak tertarik. "Apakah kujang ini sangat bermasalah bagimu sampai menyita waktumu untuk mencari pemiliknya? Aku sekedar mengingatkan, kesempatan lamaran tinggal empat hari lagi." "Jadi aku tidak ada kesempatan lagi setelah itu?" "Papi merasa dipermainkan kalau kau mengulur-ulur waktu." "Aku tidak mengulur-ulur waktu." "Kenapa ayahmu belum pulang juga dari luar negeri?" Arjuna merasa perlu menyampaikan kebohongan yang mempertaruhkan cintanya, "Ayahku sebenarnya tidak setuju dengan pilihanku. Jadi ia tak bisa datang." Citrangada terdiam. Berita itu sangat menampar hatinya. Ia sulit mengerti ada orang tua yang menolak mengangkatnya jadi menantu. Padahal ia sangat memenuhi kriteria untuk semua kategori. "Aku sedang berusaha melobi, sebab aku sudah terlanjur sayang." Ada kesejukan menerpa hati Citrangada yang gersang. Arjuna sangat pandai menghibur kekecewaan yang melanda cintanya. "Ada calon dari ayahmu?" "Rara Ireng, pengusaha dari negeri jiran." Citrangada terkejut, seakan tak menyangka yang menggeser dirinya adalah perempuan itu. "Kau kenal?" "Aku meeting dengannya kemarin, siang ini ada penandatanganan kerja sama."Srikandi perang tergolek lemas di atas rumput. Matanya tampak sayu. Ia mengalami guncangan hebat setelah menyadari apa yang terjadi. Mengapa ia sampai berhalusinasi bercinta dengan seorang ksatria gagah dan tampan? Padahal ksatria pemburu saja enggan bercinta dengannya kalau tak diiming-imingi ringgit. Kemarahan membakar hati srikandi perang. Namun ia sulit bergerak untuk membunuh kingkong yang berdiri penuh kepuasan itu. Tenaganya habis terkuras melayani nafsu binatang itu, ia mungkin sudah mati kalau saja tak mengalir energi aneh dari persenggamaan itu. "Berisik!" sergah Arjuna saat Kong belum berhenti juga dengan erangannya. "Binatang saja muak mendengar eranganmu! Kau ingin membuat kupingku pekak?" Kong berhenti mengerang. Kemudian merapikan jubah dan mendatangi Arjuna yang duduk menunggu di akar besar. "Wangsit palsu itu sungguh memanjakan dirimu," gerutu Arjuna jengkel. "Aku tidak melihat perubahan pada dirimu, selain basah di bawah." "Kau...perhatikan...
Permainan pedang srikandi perang sangat hebat, dikombinasikan dengan tendangan dewa yang mengandung chi penuh. Tapi musuh yang dihadapi bukan makhluk bumi, tokoh sakti dari langit yang terkena kutukan. Dalam satu kesempatan Kong berhasil menangkap kaki srikandi perang, ia memutar kaki gempal itu dan mendorongnya. Srikandi perang jatuh terhempas. Kong segera menotok saraf motoriknya, komandan pasukan pemburu itu merasa seluruh ototnya lemas, tak kuasa bangun. "Bedebah!" geram srikandi perang. "Lepaskan totokanmu!" Kong segera membawa srikandi perang ke bawah pohon rindang. Pimpinan ksatria pemburu itu mendelik tanpa kuasa untuk melepaskan diri. Srikandi perang sulit melepaskan diri dari totokan, ia curiga kingkong itu binatang dari langit, totokannya sangat berbeda. Kong membaringkan srikandi perang di atas daun mati. Wanita bertubuh gembrot itu semakin deras memaki. "Jahanam! Apa yang hendak kau lakukan?" Kong segera mempreteli rok zirah srikandi perang. "Antara melaksanakan
Pasukan pemburu bertumbangan kena amuk naga sakti. Pedang mereka tidak mempan untuk melukai, kulit naga seakan membal. Para ksatria itu jadi bulan-bulanan naga sakti. Kematian adalah akhir dari perlawanan mereka, tak satu pun tersisa. Ksatria berjubah biru yang sedang menghadapi Arjuna tampak gentar menyaksikan semua kawannya tewas secara mengenaskan. "Jadi kau pewaris pedang mustika manik?" tanya ksatria berjubah biru. "Bagaimana manusia seperti dirimu terpilih jadi ksatria perang? Kau lebih cocok jadi pangeran dengan dikelilingi puteri cantik jelita, gerakanmu terlalu lembut untuk memainkan pedang." Keunikan ilmu pedang kuno yang dimiliki Arjuna adalah laksana penari memainkan pita, terlihat kurang bertenaga, menitikberatkan pada keseimbangan energi, selaras dengan ilmu tai chi yang dipelajarinya. Sekali terkena pukulan, organ tubuh dalam akan remuk. Pedang di tangan musuh akan terbabat putus dengan aliran chi lebih besar. Ksatria berjubah biru tidak menyadari bahaya itu
"Aku ada masalah dengan kejujuran perempuan." Arjuna ingin menyindir Dara Hiti. Empat Iblis Hitam tidak ada maksud jahat kepada dirinya. Mereka hanya ingin mencari perlindungan. Kong seakan siap jadi pelindung mereka, padahal Arjuna mesti turun tangan kalau ia mendapat kesulitan. Mereka ingin memanfaatkan dirinya lewat binatang murah hati itu. Kong takkan mampu mengatasi pasukan pemburu meski dibantu Empat Iblis Hitam. Kemampuan lawan sangat tinggi. Ilmu dewa yang tersisa hanya kemampuan berlari yang luar biasa. "Kapan aku pernah berbohong kepadamu?" tanya Dara Hiti. "Aku pergi ke timur bukan ingin kabur, aku mengambil jalan memutar untuk pergi ke kastil selatan." "Mengambil jalan memutar itu ke tenggara bukan ke timur." Empat Iblis Hitam sebetulnya ingin pergi ke perbatasan Jepara, mereka ingin menunggu perkembangan di Batulayang. Kampung itu jadi daerah paling bergejolak setelah istri Bairawa terbunuh oleh pasukan Senopati Aryaseta. Penyerbuan ke kasti
Dara Hiti melompat ke udara dan berguling beberapa kali lalu mendarat di dekat Arjuna. Dara Hiti bertanya untuk memastikan, "Kau serius?" Arjuna balik bertanya, "Bukankah kau sudah menyatakan bersedia jadi wanita penghibur? Alangkah baiknya ada pembuktian terlebih dahulu." Dara Hiti tersenyum manis. "Kau keliru kalau ingin menguji diriku dengan melepas kegadisan ku. Siapa pikirmu yang sudi menolak permintaan ksatria tertampan di muka bumi?" Srikandi perang membentak Arjuna, "Siapa kau? Jangan meminta Dara Hiti untuk melakukan perbuatan yang dikecam para dewata! Empat Iblis Hitam bukan ditakdirkan untuk dirimu!" "Nah, aku menginginkan dirimu jadi budak nafsu sahabatku!" "Raja Langit pasti murka! Aku lebih-lebih!" Kong keluar dari arena pertarungan dengan jungkir balik di udara, lalu berdiri di hadapan Arjuna. Dengan bahasa isyarat Kong bertanya, apa maksud Arjuna meminta srikandi perang menjadi budak nafsu? Ia menolak memberi pertunjukan spektakuler secara gratis
Arjuna memuji kecerdikan Dara Hiti memancing emosi srikandi perang. Ia memanfaatkan dirinya untuk mengeksploitasi suasana. "Aku tahu kau tak pernah berniat menjadi guifei," kata Arjuna pelan. "Kau kira segampang itu berdusta padaku." Arjuna sebenarnya menginginkan Empat Iblis Hitam jadi istri Kong. Barangkali kerelaan mereka jadi istri akan membebaskan dewa kelamin dari kutukan. Satu-satunya cara untuk membebaskan kutukan abadi dengan membuat murka pencipta kutukan itu, di mana terjadi perkawinan manusia dengan binatang. Dewi cinta pasti didesak untuk mencabut kutukannya. Kong bukan pembangkang Raja Langit, ia terjebak situasi akibat kelalaian istrinya. "Ironis sekali," keluh Arjuna. "Dewi cinta sibuk mengatur asmara di bumi tapi asmaranya sendiri ambyar." Kong berusaha keluar dari situasi rumit dengan cara biasa di bumi tapi luar biasa di langit. Ia mencoba memahami situasi lewat asmara dewi lain. Kong terlibat cinta segitiga dengan dewi kelamin, dan banyak berbuat sk