Share

Mengintip Kamar Pengantin
Mengintip Kamar Pengantin
Penulis: Zulzila Sen

Petaka( Dinikahkan )

"Mas…aku capek!"

"Tapi, Li, ini kan malam pertama kita!"

Langkah Delindra terhenti tepat di depan kamar pengantin yang di depannya dipenuhi dengan hiasan berbagai macam bunga, hingga ke daun pintu juga.

Entah kenapa tiba-tiba Delindra ingin melihat apa yang tengah terjadi di dalam kamar sana, yang terdapat pasutri yang baru saja melangsungkan pernikahan, dan ini adalah malam pertamanya bagi mereka.

Delindra melangkah pelan-pelan menuju pintu yang dihias dengan bunga sedap malam yang bergelantungan di daun pintu.

Delindra sadar, niatnya itu salah, tapi rasa penasarannya terhadap apa yang dilakukan Angga, pria yang dicintainya, semenjak pertama kali bertemu di kampusnya, namun saat Pak Hendra, Ayah Delindra menawarkan Angga, untuk memilih menikahi Delindra putri kandungnya atau Dahlia sepupu Delindra yang diangkat anak oleh Pak Hendra, Angga menjatuhkan pilihannya pada Dahlia.

Angga jatuh cinta pada Dahlia saat pertama kalinya melihat kecantikan Dahlia.

Delindra patah hati? Tentu saja, namun apa bisa dikata, cintanya bertepuk sebelah tangan.

Saat ini Delindra telah berada tepat di depan pintu, ia sedikit membungkukkan badannya, agar bisa mengintip kamar pengantin dari celah gagang pintu.

Obsesinya pada Angga membuat Delindra nekad melakukan hal tak bermoral tersebut.

Saat pupil matanya mulai menangkap bayangan pasutri yang tengah beradegan ranjang tersebut, tiba-tiba….

"Kamu sedang apa, Del?"

Delindra yang terperanjat tak sengaja menyenggol guci di sampingnya, dan segera menoleh ke arah sumber suara, detak jantung Delindra semakin bertambah hebat saat ia ketahuan mengintip oleh Aditya.

Aditya adalah, pria yang datang dari kota untuk mengurus bisnisnya, dan sudah dua hari ini menginap di rumah Delindra, sebab mobilnya mogok di tengah malam.

Pak Hendra yang merupakan RT di kompleks tersebut memberi bantuan untuk memberi tumpangan pada Aditya.

"Ada apa, kok aku seperti mendengar keributan?"

Delindra semakin tegang saat Angga keluar, dengan hanya memakai celana boxer selutut.

Angga menatap Delindra dan Aditya secara bergantian.

"Ini tadi, Delindra mengintip—"

"Tadi saya melihat kayak ada ular yang masuk ke Kamar Mas Angga dan Mbak Dahlia, jadi untuk memastikannya aku ngintip, takutnya gigit Mbak Dahlia nantinya. "Delindra dengan cepat memotong ucapan Aditya, sebelum Angga berpikiran yang macam-macam, walaupun itu benar sekalipun.

Angga menatap Delindra dengan penuh arti, yang Delindra sendiri tak tahu apa arti tatapan itu. Yang pasti perasaan Delindra saat ini tak karuan, malu dan takut bercampur jadi satu. Apalagi saat ini Dahlia juga keluar, juga bertanya ada apa.

"Masa iya sih, di rumah ini ada ular," celetuk Aditya, tampak bingung, dan ragu dengan pernyataan Delindra.

"Iya semenjak ada kamu kayaknya, makanya kalau bisa kamu secepatnya keluar dari rumah kami!" Setelah berucap dengan ketusnya, Delindra melangkah pergi, sebelum Ayahnya datang dan ikut menanyakan.

*****

Pagi ini, semua penghuni rumah Pak Hendra yang terdiri dari Angga, Aditya, Dahlia dan Delindra, terakhir pak Hendra sendiri berkumpul untuk sarapan pagi.

"Mulai sore nanti mungkin saya akan keluar dari rumah ini, Pak, " tutur Aditya di sela sarapannya.

"Oh, udah bisa mobilnya, Nak Adit?" tanya Pak Hendra.

"Iya, Pak, mungkin nanti sore juga saya akan pulang ke kota," terang Aditya.

"Saya haturkan terima kasih pada orang rumah ini, telah memberikan tumpangan pada saya," sambung Aditya, yang ditanggapi oleh yang lainnya, kecuali Delindra.

Pasca kejadian semalam saat dirinya kepergok mengintip kamar pengantin, ia malu untuk berbicara. Lebih-lebih ke Angga, sekedar mengangkat wajahnya saja ia malu berlebihan.

****

"Mengintip kamar pengantin yang baru melangsungkan pernikahan itu kata orang dulu pamali, akan menimbulkan kesialan bagi pelakunya, bisa jadi petaka."

Kata-kata tersebut tergiang-giang di pikiran Delindra, namun sebisa mungkin ia tepis.

Kata-kata tersebut diucapkan tadi pagi saat Delindra berpamitan pada Pak Hendra untuk berangkat mengajar di Taman Kanak-Kanak, yang ditekuninya semenjak Delindra lulus kuliah.

Tanpa melihat wajah sang Ayah, sebab tak kuasa menahan malu, Delindra langsung berangkat setelah salim. Entah darimana Delindra tidak tahu Ayahnya tahu kejadian semalam, padahal Bapaknya tidak ada saat kejadian berlangsung.

"Ini semua gara-gara Aditya!" gerutu Delindra, menyalahkan Aditya, sebab ketahuan pria itu ia menjadi malu sama Angga juga Ayahnya.

*****

Sepulangnya mengajar, Delindra tidak langsung pulang, melainkan mampir ke danau biasa ia satai dengan Dahlia untuk menghilangkan kepenatannya.

Namun setelah menikah dengan Angga, pria yang dicintainya, pastinya Dahlia tak akan lagi sempat untuk meluangkan waktu bersama Delindra, apalagi pergi ke Danau yang sudah biasa ia kunjungi.

Delindra berpikir, daripada pulang ke rumah dan melihat pria yang dicintainya bermesraan dengan Dahlia, saudara angkatnya, mending ia santai dulu di danau, sekalian menghibur diri dari patah hatinya.

Delindra duduk di hamparan bebatuan menikmati angin sore yang menerpa wajahnya, dan menerbangkan anak-anak rambutnya.

"Ternyata kamu disini rupanya," ucap Aditya yang tiba-tiba datang dan menghampiri Delindra.

"Ngapain kamu kesini?" tanya Delindra ketus.

"Aku mau pamitan, Btw terimakasih, ya, atas tumpangannya, walaupun aku tahu, kamu gak ikhlas!"

Delindra menatap Aditya dengan sengit.

"Baguslah jika kamu sadar, " tanggap Dindra.

Aditya bergeming.

"Soalnya aku juga sadar, mobil mogok itu hanya akal-akalanmu saja, kan, mobil kamu di mogok-mogokin biar dikasih tumpangan geratis, secara tinggal di penginapan itu bayar, sedangkan di rumahku GE-RA-TIS." Delindra menekan kalimat terakhirnya.

"Kamu salah, aku sampai rela nyariin kamu kesini hanya demi bayar biaya tinggal dan makanku selama dua hari ini di rumahmu, nih!" Aditya meletakkan amplop di telapak tangan Delindra.

"Tadi aku kasih ke Ayahmu, tapi ditolaknya walaupun aku paksa, mau kasih ke Mbak Dahlia, dia lagi keluar sama suaminya, yaudah aku cari kamu, takut dianggap hutang sama kamu," papar Aditya.

"Oh ya bagus dong kalau gitu!" ketus Delindra, lalu selanjutnya melangkah melewati Aditya untuk berlalu.

Karena tak hati-hati, tanpa sengaja bahu Delindra menyenggol bahu Aditya, hingga Aditya oleng dan terjatuh ke dasar danau.

"Aaa…." Aditya berteriak.

Delindra hanya menatapnya tanpa ekspresi.

"Del…tolong aku!" teriak Aditya dengan tangan yang bergerak-gerak gaya minta tolong.

"Tolong aku, aku gak bisa berenang!" teriak Aditya yang bergerak-gerak di air.

"Kamu pasti bohong, kan? Biar aku nolongin kamu gitu, ogah! Aku tak mudah tertipu!"

Setelah berucap Delindra melangkah hendak meninggalkan Aditya, namun baru selangkah ia berhenti saat mendengar Aditya memekik minta tolong, bahkan suaranya sudah terengap-engap.

"Eh, Mas Adit, kamu seriusan gak bisa berenang?" Delindra mulai panik.

"T-tidak…Del…." suara Adit mulai tak jelas di dengar Delindra.

"Duh Mas, gimana ini, aku juga tidak bisa berenang!" Suara Delindra terdengar getir, ia menoleh ke sana kemari mencari seseorang untuk dimintai pertolongan, namun tak ada satupun orang yang lewat.

Dipandanginya Aditya yang gerakannya mulai sedikit hilang. Karena khawatir dengan keadaan Aditya, bagaimanapun itu kesalahan Delindra walaupun tak di sengaja.

Delindra yang tak punya pilihan lain segera menceburkan diri ke danau untuk menolong Aditya.

Sontak Aditya yang tadinya pura-pura tenggelam dan tak bisa berenang tertawa saat melihat Delindra menceburkan diri ke danau.

Selanjutnya Aditya naik ke atas daratan, meninggalkan Delindra yang tengah terengap-engap sebab memang tidak bisa berenang sungguhan.

"Udah lah, Del…gak usah akting, aku tahu kamu mau bales aku, kan?" ucap Aditya yang tak percaya, dengan sesekali terkekeh.

"Mas, to-to…long...!" Suara Delindra nyendat-nyendat, sebab susah bernafas, paru-parunya juga mulai kemasukan air.

Gerakan Delindra semakin melemah, hingga akhirnya gadis itu benar-benar tak bergerak.

"Del…Delindra!" Aditya memanggil Delindra, masih mau memastikan bahwa Delindra hanya pura-pura.

Namun setelah beberapa detik kemudian tidak ada reaksi dari Delindra, Aditya segera mencemplungkan diri ke danau, dan menangkap tubuh Delindra yang sudah tak sadarkan diri, untuk dibawanya ke atas daratan.

"Del, bangun, Del…." Aditya tampak panik, sambil menepuk-nepuk pelan pipi Delindra. Namun Delindra tak bereaksi apapun.

Mendadak hujan lebat turun, Aditya segera membopong tubuh Delindra berteduh di sebuah pondok beratap daun yang terletak di pinggir danau.

Setibanya di pondok yang tak bertebing, Aditya membaringkan tubuh Delindra yang masih tak sadarkan diri.

Sesekali Aditya menekan-nekan dada Delindra, namun tak berhasil.

Aditya benar-benar panik, ia membuka bajunya dan menjadikan bantal di kepala Delindra.

Dipandanginya wajah Delindra, terlintas di pikirannya untuk memberi nafas buatan. Tapi ia takut, namun tidak ada pilihan lain.

Aditya nekad menyentuh 6ibir Delindra dan memberinya nafas buatan.

Percobaan pertama gagal, Aditya mencoba untuk kedua kalinya, juga gagal. Hampir menyerah...namun sekali lagi Aditya mencobanya untuk ketiga kalinya.

"Uhuk-uhuk…uhuk…." Delindra terbatuk-batuk bersamaan dengan matanya terbuka. Aditya berhasil.

Aditya yang merasa senang refleks memeluk Delindra.

"Syukurlah kamu gak papa, Del?" seru Aditya girang. Namun bersamaan dengan itu tiba-tiba….

"Ini dia Pak Rw, orang yang telah berbuat mesum di tempat ini!"

Aditya terlonjak kaget, dengan kedatangan segerombolan orang-orang yang telah mengerumuninya.

"Ada apa ini rame-rame?" tanya Delindra yang masih tak mengerti dengan apa yang sudah terjadi.ohm

"Kalian telah kepergok berbuat hal yang tidak senonoh di tempat ini, jadi kalian akan mendapatkan sanksi!" ucap Pak Rw tegas. Membuat Delindra panik.

"Sebentar-sebentar…ini hanya salah paham!" Aditya mencoba menjelaskan.

" Alah…salah paham gimana, jelas-jelas sudah terbukti salah masih saja mengelak!"

"iya, sudah jelas gak pakai baju, terus kita lihat tadi juga berc1uman!"

"Terus berpelukan lagi, kurang bukti apa?"

Para warga melontarkan masing-masing pendapatnya.

"Ayo sekarang kita seret mereka!"

"Tidak, tunggu dulu!" berontak Delindra, ia berusaha untuk menyelamatkan dirinya dari kesalah pahaman ini, namun para warga mana peduli, malah menyeret Delindra dan Aditya, lalu diarak menuju rumah Pak Rt, yaitu Pak Hendra, yang merupakan Ayah Delindra sendiri.

Delindra tak dapat menahan air matanya, ia tidak tahu apa kata Ayahnya nanti, mendadak ia teringat akan kata-kata sial yang tadi pagi Ayahnya katakan.

Delindra berpikir, mungkin ini petaka dari perbuatannya semalam. Meskipun hanya keisengan belaka.

Menyesal pun sudah tiada guna.

****

"Jangan…jangan hukum Delindra dengan mengusirnya dari tempat ini, beri cara lain untuk menebus kesalahan mereka!" pinta Pak Hendra dengan bersimbah air mata, rasa malu juga sedih bersatu di benaknya.

Delindra hanya bisa menundukkan wajahnya dalam-dalam, ia sangat malu untuk mengangkat wajahnya, bagaimana seorang guru di sekolah TK malah dituduh kepergok berbuat tidak senonoh.

"Baiklah, kalau begitu bagaimana kita nikahkan saja mereka berdua!" usul Pak Rw

Sontak Delindra membelalakkan matanya, ia tak tahu, ini petaka atau anugerah. Seperti apa yang dikatakan Ayahnya.

___________

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status