PLAKKK!Sebuah tamparan keras Diana layangkan ke wajah Shanna. Membentuk cap merah muda pada pipi Shanna yang putih.“Dasar wanita tidak tahu diri!” raung Diana memaki dengan mata melotot merah karena amarah. “Beraninya kau mencelakai anakku!”Shanna sangat terkejut dengan apa yang baru saja Diana lakukan kepadanya. Dia tidak mengerti kenapa Diana datang dan langsung menampar serta memaki dirinya.Bingung dan heran bercampur menjadi satu dalam benak Shanna.Shanna hendak menanyakan maksud ucapan Diana, sayangnya Damar lebih dulu bertindak dengan mencekal lengan Diana untuk menjauhi Shanna. Tamparan keras dia layangkan ke wajah Diana yang masih cantik di usianya yang hampir mencapai kepala lima.Tidak hanya Diana saja yang terkejut atas tindakan Damar, Shanna pun dibuat terkejut. Tidak percaya Damar akan melayangkan tangannya kepada seorang wanita. Apalagi wanita itu adalah kakak iparnya sendiri.“Damar, kau memukulku?” Diana menatap tidak percaya kepada Damar yang baru saja menampar d
Cukup lama mereka berpelukan sebelum akhirnya Shanna melepaskannya. Ditatapanya Damar tepat di mata.“Jadi, Ba, apa orang yang menusukku itu benar-benar perintah dari bibi?” tanya Shanna penasaran.Sebenarnya saat itu Shanna hanya menebak sesuai firasat serta pengakuan Diana saat dulu dirinya di rumah sakit usai kecelakaan mobil.Damar mengangguk. “Dua hari yang lalu Adara memberitahuku bahwa orang yang menusukmu kemarin telah mengatakan bahwa Dianalah yang menyuruhnya. Aku menyuruh Adara mencari orang untuk mencelakai Rangga. Jadi kamu tidak perlu khawatir. Aku dapat menjamin tidak akan ada orang yang tahu bahwa aku yang melakukannya.”“Kenapa kamu melibatkan Om Adara juga?” omel Shanna kesal karena Damar membawa-bawa Adara dalam masalah mereka.“Mau bagaimana lagi? Tidak ada orang lain yang dapat kupercaya selain Adara.” Damar menjawab dengan santainya, mengabaikan kekesalan Shanna. “Lagi pula tidak mungkin aku meminta bantuan Galang. Dia sendiri pasti sibuk dengan pekerjaannya.”Sh
Apa yang dilakukan Damar kepada Rangga tidak boleh diketahui publik. Shanna tidak ingin Damar mendapatkan skandal lagi karena dirinya.“Jadi bener itu ulah Om Damar?”“Aku nggak tahu.” Shanna menjawab cepat saat menyadari kesalahannya. “Tapi aku yakin baba nggak akan melakukan hal buruk sama Rangga. Apalagi dia keponakannya. Lagian selama ini baba nggak pernah meninggalkanku.”“Maaf, Shan. Aku nggak bermaksud menuduh Om Damar. Aku refleks aja berpikir jika ini ulah Om Damar karena tante Diana yang sering menyakitimu.” Viona memeluk Shanna. Setiap ucapannya penuh dengan rasa penyesalan.Shanna membalas pelukan Viona sembari tersenyum kecil. “Nggak apa-apa, Vi. Aku ngerti kok kenapa kamu bisa berpikir seperti itu. Wajar kalau kamu berpikir begitu. Aku pun kalau jadi kamu pasti akan berpikir seperti itu.”Viona melepaskan pelukannya. “Tapi, Shan, kalau benar Om Damar yang melakukannya,
Mata Shanna membulat sempurna. Sangat terkejut. Namun, hal itu hanya sesaat. Shanna menatap Ardo dengan tatapan penuh tanda tanya dan keheranan. “Bagaimana kakak tahu kalau kue itu beracun?”“Baunya.” Ardo segera meletakkan piring kecil di tangannya. Menjauhkan kue itu dari jangkauan Shanna. “Ada bau yang berbeda dari kue itu.”Shanna mengernyit. Dia tidak mencium bau yang aneh pada kue itu. Selain itu, dia tidak mengerti bagaimana Ardo bisa menyimpulkan bahwa kue itu beracun hanya karena mencium bau yang berbeda dari kue itu.Ardo mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang.“Bisakah kau datang ke kediaman Dimas Mahesa Adipramana?” pinta Ardo kepada orang di seberang telepon. “Sekarang.”Setelah beberapa saat, Ardo pun memutus sambungan telepon.Tidak sampai sepuluh menit, seorang pria datang ke rumah mereka.“Kue itu telah dibubuhi racun, cuma aku tidak tahu racun j
“Shanna! Semangat, ya!” Suara teriakan Viona terdengar keras meski Shanna sudah berlari cukup jauh dari sahabat-sahabatnya. Dia tidak berhenti dan hanya melambaikan tangan tanpa menoleh. Dia terus berlari menuju gerbang kampus dan mendekati mobil Damar yang ternyata sudah menunggunya. “Maaf lama, Ba,” ucap Shanna ketika berada di dalam mobil. “Baba sudah dari tadi?” “Tidak apa-apa. Baba juga baru saja sampai, kok.” Damar mengemudikan mobil meninggalkan kampus Shanna dan menuju ke sebuah restoran bintang lima. Pagi tadi Damar memang mengajak Shanna makan siang bersama. “Kenapa harus pesan private room sih, Ba? Kan di luar sama saja,” protes Shanna setelah pelayan pergi meninggalkan mereka berdua di private room yang dipesan Damar. Bukannya Shanna tidak suka, dia hanya merasa ayahnya itu berlebihan dengan memesan private room hanya untuk makan siang. “Ya beda dong, Sayang. Kalau di luar ramai dengan pengunjung yang lain. Tapi kalau di sini kan tenang dan tidak ada yang mengganggu.
Shanna yang baru saja keluar dari taksi dan masih berada di luar gerbang kampus, dikejutkan dengan Viona yang tiba-tiba memeluknya dengan sangat erat hingga membuatnya hampir terjatuh jika Viona tidak menahannya dengan kuat. Viona hanya tertawa pelan melihat Shanna yang kesal karena ulahnya. “Bagaimana? Apa kamu benar-benar memberitahu babamu?” “Hm!” “Kamu serius?” pekik Viona tidak percaya. “Menurutmu?” bukannya menjawab, Shanna justru bertanya balik. Sebelumnya Shanna memang memberitahu sahabat-sahabatnya bahwa dia akan mengungkapkan perasaannya kepada Damar saat di hari ulang tahunnya. Awalnya mereka menyarankan Shanna untuk memikirkannya matang-matang. Akan tetapi Shanna sudah bertekad akan mengungkapkan perasaannya. Dia juga sudah memantapkan hati untuk menerima apa pun jawaban yang diberikan Damar nanti. Dia akan menerima semua konsekuensi dari apa yang dilakukannya. “Lalu bagaimana jawaban babamu?” tanya Viona penasaran. “Baba menolakku.” Viona mengambil langkah lebar d
Viona dan Shanna meninggalkan gedung bioskop dan menuju kafe yang ada di seberang. Mereka hanya berdua karena Neila sedang kencan dengan kekasihnya. Sementara Deva mengantar saudaranya ke bandara. “Kapan babamu pulang?” “Aku nggak tahu. Setiap kali kutanya kapan pulang, baba nggak memberikan jawaban pasti kapan akan pulang. Dia selalu bilang kalau pekerjaannya nggak bisa ditinggalkan.” Dua hari setelah pulang dari berkemah, Damar berpamitan pergi ke Surabaya karena ada masalah pada perusahaan cabang di sana. Sedikit banyaknya Shanna merasa bersyukur karena dirinya berpisah dengan sang ayah. Jujur saja dia masih merasa canggung dengan apa yang terjadi saat di puncak dua minggu yang lalu. “Shanna, entah kenapa aku merasa bahwa Om Damar seperti menghindarimu,” celetuk Viona. “Nggak mungkin. Jika baba memang ingin menghindariku karena pengakuan cintaku, seharusnya baba melakukannya setelah aku mengatakan perasaanku.” “Ya ... mungkin saja babamu nggak mau membuatmu merasa kecewa, maka
Shanna yang baru turun dari angkutan umum segera bersembunyi di balik mobil yang terparkir di tepi jalan ketika mendapati mobil Damar terparkir di dekat pintu gerbang kampusnya. Pria itu berdiri di samping mobilnya dengan kepala celingukan seperti sedang mencari seseorang. Sebelumnya Shanna sudah memprediksi bahwa Damar akan mencari dirinya setelah membaca surat yang dititipkannya kepada resepsionis hotel. Namun dia tidak menyangka bahwa Damar tetap akan mencarinya walaupun sudah satu minggu berlalu. “Shanna, apa yang kau lakukan di sini?” suara Viona sukses membuat Shanna tersentak. “Viona! Kamu membuatku kaget saja,” gerutu Shanna. Tangannya memegangi dadanya yang berdebar kencang. Kening Viona berkerut dalam. “Apa yang kau lakukan di sini?” Viona mengulangi pertanyaannya kembali. “Kenapa kamu nggak langsung masuk? Dan kemana saja kamu selama seminggu ini? Kenapa ka—” “Bisakah kita masuk sekarang?” potong Shanna cepat. “Aku akan menjelaskan semuanya kepadamu nanti saat di kelas.