Share

BAB 5

Penulis: Tagetesnim
last update Terakhir Diperbarui: 2023-07-10 22:59:17

Enam tahun kemudian

Suasana sibuk sudah menjadi hal yang biasa di kantor perusahaan Majalah Fashion Diezze. Namun dalam sebulan, selalu saja ada satu dua hari yang terasa lebih hectic daripada biasanya. Dan itu, kebetulan, adalah hari ini. Masalahnya, tidak seperti kantor lain, kantor tersebut juga dipenuhi oleh lalu lalang orang yang membawa stand hanger baju, tas-tas mahal, sepatu, dan properti-properti lain untuk pemotretan atau sesuatu yang lain. Mereka semua sibuk berlarian, berlomba-lomba dengan waktu. Atau, dengan atasan yang selalu ribet dan ingin selalu sat set sat set tanpa mau tahu kendala apa yang mereka alami. Seperti apa yang sedang dirasakan Luna sekarang.

Di balik mejanya, Luna tengah disibukkan dengan tampilan majalah yang harus diterbitkan minggu ini. Pemimpin redaksi mereka yang baru tiba-tiba saja mengatakan untuk mengubah tampilan, alasannya agar tidak monoton. Padahal, hei! Luna sudah melakukan upaya terbaiknya dengan tim. Kemarin, atasannya juga sudah menyetujui. Tapi di waktu yang hampir mepet, dia mengubah keputusan. Hal itu tentu tidak hanya berpengaruh untuk Luna, tetapi para editor yang mengerjakannya. Meski bekerja di tengah tekanan karena waktu yang mepet, untungnya editor berhasil mengerjakan sesuai tenggat waktu yang dia berikan. Hal tersebut mengingatkannya pada beberapa tahun lalu, saat dia masih menjadi seorang editor magang.

Bekerja di bawah tekanan Kepala Editor yang cerewet serta Pemimpin Redaksi yang ribet, membuat Luna harus mati-matian tetap waras. Jika saja mentalnya tidak kuat, mungkin dalam kurun waktu kurang dari satu bulan dia akan mengundurkan diri. Jika tidak begitu, bisa saja dia bekerja, tetapi sebulan kemudian gila.

Rasanya, Luna ingin resign saja. Namun berkat pekerjaan itu pula, dia bisa melupakan patah hatinya. Bekerja seperti robot, tidak memiliki waktu untuk bersantai dan sendiri, membuat Luna lelah dan selalu pulang hanya untuk tidur. Dia tidak memiliki waktu untuk meratapi nasib atau pun menyesali hal-hal yang membuatnya kembali terluka.

Jika dibilang Luna telah lupa, tentu tidak. Sesibuk apa pun, terkadang ingatan menyakitkan itu mampir untuk menyapa. Namun Luna selalu berusaha menepis semua kenangan buruk itu dengan berusaha fokus.

Dering ponsel di meja membuat lamunan Luna buyar. Perempuan itu lekas mengambil benda pipih tersebut dan menggeser tombol hijau di layar. Tak berapa lama, terdengar suara lelaki di seberang sana.

"Kamu lembur lagi hari ini?"

Sambil memeriksa kembali pekerjaannya, Luna berbicara dengan orang di seberang telepon. "Aku akan berusaha untuk pulang secepatnya, jangan khawatir."

"Jadi kamu lembur?" cecar lawan bicara Luna lagi.

Luna menghela napas sebal. "Tidak, Kak Cale. Aku akan pulang sebentar lagi. Bisakah kau berhenti untuk merecokiku?" balas Luna.

"Aku tidak sedang merecokimu. Tapi kamu ingat ini hari apa?"

"Jum'at?" Luna berpikir sejenak. "Besok aku libur dan akan istirahat total, okay?"

"Luna," ucap Cale, terdengar agak menekan. "Kamu benar-benar lupa dengan hari ini?" dia kembali bertanya dengan nada yang, yah, seolah menegaskan sesuatu.

Luna menghentikan aktivitasnya meninjau pekerjaan, lantas terdiam selama beberapa sekon sebelum akhirnya membuat ekspresi terkejut. "Astaga!" dia memekik seketika. "Kak, aku lupa!"

Cale terdengar menghela napas dengan keras. "Lekaslah datang. Kamu tahu sendiri bagaimana Ola. Tinggal satu jam sebelum acara dimulai."

Luna lekas menyelesaikan pekerjaannya. "Baik, aku akan pulang secepat-cepatnya."

Tanpa menunggu jawaban Cale, Luna langsung menutup sambungan telepon. Lalu bergegas merapikan barang-barangnya dan pulang.

***

Luna mampir di sebuah toko mainan di perjalanan menuju rumah kakaknya, Cale. Pasalnya, dia melupakan hari paling penting untuk keponakan manisnya, Aurora. Astaga, padahal Luna sudah berencana untuk membuat kue ulang tahun untuk Ola dengan tangannya sendiri. Tapi dia malah lupa. Ini semua gara-gara pekerjaan yang setiap harinya selalu menggunung, sampai dia melupakan banyak hal. Karena sudah tidak ada waktu lagi, Luna tidak bisa membuat kue. Dia memutuskan untuk membeli kado berupa mainan saja.

Sialnya, toko mainan itu begitu besar. Rak-rak berjejer dengan area tertentu diisi oleh mainan tertentu. Saking besarnya, Luna jadi bingung sendiri.

"Permisi!" Luna memanggil karyawan toko.

Wanita dengan kemeja hitam rapi menghampiri dirinya dengan segera. "Aku ingin membeli mainan untuk keponakan perempuanku," gumamnya.

"Oh, tentu. Mari, saya antar."

"Tunggu." Luna menghentikan karyawan tersebut saat hendak mengajaknya menuju jajaran rak boneka. "Keponakanku agak tomboy," gumamnya dengan cengiran polos.

Karyawan wanita itu tersenyum maklum. "Kalau begitu, Mbak tahu apa yang dia sukai?"

Luna berpikir sejenak. "Dia suka boneka Barbie. Tapi biasanya hanya untuk dimutilasi." Lagi-lagi perempuan itu tersenyum, kali ini dengan ekspresi agak meringis. "Dia suka robot atau mobil-mobilan, tetapi dalam kurun waktu satu hari mainannya bisa hancur."

"Bagaimana dengan jam tangan? Ada banyak jenis jam tangan canggih dan unik untuk anak-anak."

Luna merenung sejenak, sebelum akhirnya dia mengangguk setuju. "Baiklah. Semoga saja ada yang cocok."

Dia berjalan mengikuti karyawan toko sambil melihat-lihat barangkali ada inspirasi lain untuk kado. Karena terlalu asyik melihat-lihat, tak sadar Luna menabrak seorang anak sampai anak lelaki itu hampir jatuh tersungkur.

"Hei, kamu tidak apa-apa?" lekas Luna berjongkok. Memegang kedua lengan atas bocah tampan tersebut.

Ia menggeleng. "Ya, aku baik-baik saja." Tersenyum hingga menunjukkan gigi depannya yang ompong, anak itu memiringkan wajah saat menatap Luna. "Wah! Kau cantik sekali. Apa kau menyukai anak-anak?"

Luna mengerutkan kening tak mengerti, tapi kemudian tersenyum kecil. "Ya, bisa dibilang begitu. Tapi, aku hanya menyukai anak-anak baik."

"Aku anak yang baik. Jadi, kau akan menyukaiku 'kan?"

Luna terkekeh mendengar celotehan bocah lelaki itu. "Bagaimana aku bisa tahu kalau kau adalah anak yang baik?" dia bertanya dengan nada agak jenaka.

Bocah itu meletakkan telunjuknya di depan dagu. "Aku bisa mandi sendiri, makan sendiri, belajar sendiri, bahkan pergi ke sekolah sendiri. Selain itu, aku anak yang tampan. Apa kau yakin tidak akan menyukaiku?"

Perkataan penuh percaya diri yang diucapkan oleh anak itu membuat Luna terhibur. "Ya, sepertinya aku memang sudah menyukaimu," gumamnya. Dengan gemas, dia mencubit pelan pipi tembam anak tersebut. "Jadi, siapa namamu?"

"Nic!" Tiba-tiba terdengar suara bariton memanggil bocah itu.

Bocah tersebut dan Luna seketika menoleh ke asal suara. Dan seketika itu pula, Luna mematung. Hal yang tidak pernah dia duga, tiba-tiba saja terjadi di depan matanya.

"Ya, Nic adalah namaku." Anak bernama Nic itu tersenyum lebar. Kemudian berjalan menghampiri pria tinggi yang berjalan ke arahnya. "Dad! Aku sudah menemukan Mommy baru!" lanjut anak itu dengan lantang sambil menunjuk ke arah Luna.

Dan pada detik itu, saat Luna dan ayah dari Nic saling berpandangan, dunia rasanya berhenti berotasi. Di sana, di dalam tempat itu, keduanya terdiam dengan dada yang bergemuruh.

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Menikahi CEO Duda   BAB 41

    Pikiran Luna seketika kosong. Tiba-tiba saja, saat ini dia duduk di hadapan Liam dan Nic, dengan suka rela. Oh, padahal sebelumnya dia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk mulai membatasi interaksi dengan mereka berdua. Namun yang terjadi malah sebaliknya.Sementara itu, Nic mengamati dua orang dewasa si sekitarnya. Jelas terlihat situasi yang canggung di antara mereka, dan Nic harus mencari cara untuk mencairkan kecanggungan tersebut."Aunty," panggil Nic.Luna menatap bocah tampan yang wajahnya amat menyerupai Liam. Benar-benar hampir keseluruhan wajahnya diwarisi anak tersebut dari ayahnya."Dad membelikan sesuatu untukmu," gumam Nic kembali dengan senyuman lebarnya. Anak tersebut lantas menoleh ke arah ayahnya, seolah memberikan kode kepada Liam. Mengerti apa yang Nic katakan, Liam segera mengeluarkan sesuatu dari dalam saku kemejanya. Sebuah kotak beludru yang bisa Luna tebak isinya."Nic yang mengusulkan aku memberikan ini padamu." Liam mengatakan hal tersebut seolah-olah

  • Menikahi CEO Duda   BAB 40

    BAB 40 Firasat Cale tidak pernah salah. Setiap kali dia merasa sesuatu terjadi, maka memang benar ada yang terjadi. Namun sesungguhnya, Cale tidak berharap firasat buruknya menjadi kenyataan. Sejauh ini, dia hanya ingin hidupnya baik-baik saja. Cukup. Namun, takdir tak pernah sejalan dengan alur yang dia inginkan. Seperti saat ini, saat tiba-tiba dia duduk berhadapan dengan Levin di kafetaria rumah sakit. “Apa kabar, Cale?” Pertanyaan yang seharusnya tak pernah terucap dari bibir Levin terdengar, membuat Cale menghela napas pelan seraya membuang pandang ke mana pun, asal bukan pada wajah Levin di hadapannya. Levin lantas terkekeh sumbang beberapa lama kemudian. Mungkin sadar bahwa pertanyaan yang dia ajukan terlalu konyol meskipun hanya untuk basa-basi. “Aku tidak sengaja melihatmu di meja administrasi tadi, lalu mengikutimu. Tahu, kau pasti akan mengabaikan aku jika aku memanggilmu di jalan,” tandas Levin kembali. Matanya masih menatap Cale lurus, membaca ekspresi wajah lela

  • Menikahi CEO Duda   BAB 39

    Pertunangan Luna dan Liam terjadi begitu saja beberapa waktu setelahnya. Cale berkali-kali bertanya pada Liam, bagaimana menurutnya mengenai pertunangan ini, dan berkali-kali pula Liam menjawab dengan mengambang. Cale tidak mendapat jawaban pasti, apakah ini benar atas dasar keputusannya dari hati yang tulus atau tidak. Cale sampai tidak tahu bagaimana harus menyikapi semuanya."Kau sudah resmi menjadi tunangan adikku sekarang," pungkas Cale saat itu. Sehari setelah acara pertunangan yang meriah selesai digelar.Liam, dengan wajah yang terlihat tidak senang tapi juga tidak sedih itu mengangguk ringan. "Pada akhirnya kau sudah memutuskan?" tanya Cale.Namun diamnya Liam justru membuat Cale agak cemas. Terlebih, saat menangkap ekspresi kebingungan yang mampir di wajahnya."Liam, kau tahu betul bahwa Luna adalah adik kesayanganku, bukan?" Cale menatapnya dengan serius.Liam menelan saliva dengan susah payah. Tampak sulit bagi lelaki itu untuk menjawab. Cale juga sedikitnya tahu bahwa bel

  • Menikahi CEO Duda   LOHA!

    HALO! Di sini ada orang, kan? Coba absen dulu di bawah, biar aku tahu!:) Ehm. Kalian nemu cerita ini di mana? Terus, kenapa bisa suka dan ngikutin cerita MENIKAHI CEO DUDA sampai sejauh ini? Tokoh favoritnya siapa? Tokoh yang bikin kalian penasaran, ada? Atau tokoh yang bikin kalian sebel? O ya, aku mau tanya juga, sejauh ini ceritanya membingungkan kah? Terutama di bab sebelumnya? Itu kayak flashback, ya, tapi dituliskan tidak secara gamblang sebagai flashback. Atau apakah ceritanya bertele-tele? Tolong jawabannya supaya aku bisa berbenah dan bab selanjutnya akan lebih baik. Terima kasih! Masukan dari kalian semua sangat berarti buatku!^^ dan maaf sebelumnya karena aku pernah jarang update huhuhu.

  • Menikahi CEO Duda   BAB 38

    Cale, Liam, dan Levin, berteman sejak mereka duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama. Membuat mereka dekat bak saudara. Apalagi orang tua mereka merupakan rekan bisnis. Terutama orang tua Liam dan Cale yang juga saling mengenal secara pribadi sejak lama. Saat kuliah, meski mereka memilih kampus dan jurusan berbeda, tidak lantas membuat hubungan ketiganya menjadi renggang. Mereka masih sering berkumpul, bahkan membawa teman dekat mereka yang lain, seperti Dylan dan Calvin.Calvin bilang, mereka itu adalah takdir. Cale yang dewasa, Liam yang cerdas, Levin yang dingin tetapi selalu dapat diandalkan, Dylan si biang onar, dan Calvin yang pelawak. Mereka ada untuk saling melengkapi satu sama lain. Meski hubungan ketiganya cukup erat, bukan berarti mereka tidak pernah bermasalah. Sesekali mereka bertengkar. Dari pertengkaran kecil hingga nyaris besar, semuanya pernah terjadi. Dan yang paling sering berseteru adalah Dylan dan Levin. Karakter mereka yang berbanding terbalik seratus delapan pu

  • Menikahi CEO Duda   BAB 37

    Cale menatap anaknya yang kini tengah terlelap dengan Bianca di atas ranjang rumah sakit. Sementara dirinya baru saja menyelesaikan pekerjaan kantor yang dia kerjakan sambil menunggu istrinya. Lelaki itu merapikan meja lalu berjalan mendekat pada Aurora. Anak tersebut tampaknya begitu kepanasan, sehingga keringat membuat kening dan rambutnya basah. Ia yakin, begitu bangun nanti, rambut anak tersebut akan berubah sangat lepek dan dia harus membuatnya keramas. Cale tersenyum kecil. Meski agak lelah karena dia harus bekerja seraya mengurus Bianca, tetapi lelah tersebut tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan bisa menemani secara langsung setiap perkembangan kesehatan Bianca dan calon bayi di perut wanita itu. "Selamat malam, Sayang." Cale mengecup kening Bianca dengan sayang. Siapa pun yang menyaksikan hal itu, pastinya akan bisa merasakan sebesar apa perasaan yang dipunya lelaki itu atas istrinya. "Lekas sembuh. Maaf, kau tidak bisa berbagi kesakitanmu denganku. Jika saja bisa, aku

  • Menikahi CEO Duda   BAB 36

    Liam turun dari mobil dan menggendong Nic begitu mereka tiba di depan gedung apartemen. Sementara, Luna sudah Liam antarkan pulang. Tidak, lebih tepatnya, wanita itu memintanya menurunkan ia di perempatan jalan. Mungkin, saking tidak inginnya dia berurusan dengan Liam kembali, Luna sampai takut lelaki itu mengetahui tempat tinggalnya sekarang. "Dad!" teriakkan tiba-tiba yang dilakukan oleh Nic membuat Liam terkejut. "Dino-ku!" lanjut Nic keras. Liam segera menurunkan Nic dari gendongan. Seketika tercengang melihat bocah itu berlari kembali ke mobil sambil menggedor pintu kendaraan beroda empat tersebut, meminta Liam membukakn pintunya untuknya. "Tenang, Nic. Sabar!" pungkas Liam, lekas-lekas membuka kunci mobil. Nic segera masuk dan mengambil sebuah boneka dinosaurus yang baru pertama kali Liam lihat. Boneka dinosaurus yang sejak beberapa waktu lalu selalu berada di pelukan putra kecilnya. "Dino!" Nic bergumam senang sekaligus lega, sebab boneka yang dia pikir hilang tersebut

  • Menikahi CEO Duda   BAB 35

    "Shit!" Umpatan Antonio terdengar pelan. Pria itu menyeka ujung bibirnya yang berdarah, lantas mengangkat wajah dan tersenyum miring melihat Luna sudah berada di sisi Liam. Luna sendiri masih begitu terkejut dengan apa yang terjadi, sehingga ketika Liam mulai maju dan hendak memukul Antonio kembali, Luna lekas menahannya. Terlebih, saat anak buah Antonio tiba-tiba berdatangan dari setiap pintu. Hanya dalam hitungan detik, tubuh Liam kini berada di genggaman orang-orang suruhan Antonio. Pun dengan Luna. "Berengsek! Lepaskan kami," geram Luna. Dia mengempaskan keras tangan besar yang memegangi lengannya. Namun biar bagaimana pun, tenaganya tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan mereka. Tawa kecil Antonio terdengar. "Bukankah barusan kau sudah menyerahkan wanita ini padaku agar anakmu bebas? Lalu apa-apaan ini?" tanya lelaki itu. Liam berdecih dengan sepasang mata yang masih menatap Antonio dengan tajam. "Dan kau pikir aku akan menyerahkannya begitu saja? Pada pria bajingan sepert

  • Menikahi CEO Duda   BAB 34

    Luna dan Levin berdiri dengan harap-harap cemas. Pasalnya, Liam benar-benar sudah kehilangan akal. Bagaimana bisa dia masuk ke dalam kandang musuh tanpa perlindungan apa pun dan hanya seorang diri? "Dia akan baik-baik saja, bukan?" tanya Luna, melirik pada Levin dengan perasaan cemas yang dia sembunyikan. Namun bagaimana pun, Levin dapat melihat kegusaran yang dia rasa, lebih dari siapa pun. "Tenang saja. Kita tidak datang sendirian. Aku sudah membawa beberapa orang untuk berjaga-jaga," tandas Levin. Meski begitu, dia juga merasakan kecemasan yang sama. Luna menghela napas dalam. Duduk di kap mobil sambil mengurut pangkal hidungnya yang terasa agak kaku. Perasaan khawatir yang teramat membuat wanita itu lelah. Hingga ... Bug! Brak! Sebuah kegaduhan terjadi. Dalam waktu sepersekian detik, Luna tiba-tiba saja sudah berada di genggaman dua lelaki berpakaian serba hitam dengan gelang naga di tangan mereka. "Shit!" Levin mengumpat, sementara Luna menelan ludah sebab salah seorang pria

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status