Share

Part 2

Karenia membuka pintu. Sesaat dilihatnya dua orang laki-laki berbaju safari menganggukkan kepada kepadanya.

“Maaf, Non Nia. Kami  diperintahkan untuk mengantar ke Jogja hari ini. Apakah bisa berangkat sekarang?” kata salah satu laki-laki itu dengan sopan.

“ Ok, Aku dah siap. Tolong bawakan tas dan koper warna hitam itu!” ucap Karenia sambil berjalan menuju mobil SUV warna metalik yang telah terparkir di tepi jalan depan rumah.

Saat hendak masuk mobil, Karenia menoleh ke driver yang bertanya kepadanya.

“Non? Adakah tas yang perlu dibawakan lagi?”

“Hanya itu saja, Pak. Aku hanya sebentar di Jogja karena agendaku bulan ini sangat padat.”

“Baiklah Non.” Driver duduk di depan kemudi.

Karenia masuk ke mobil dan duduk di kursi tengah. Driver menunggu aba-aba jalan dari Karenia. Sesaat mereka saling menunggu. Lalu Karenia sadar dengan situasinya.

“Jalan, Pak!”

Berangkat dari Jakarta ke Jogja menggunakan mobil? Ini adalah pengalaman pertama Karenia. Biasanya ia akan naik pesawat untuk menghemat waktu. Namun, kali ini ia tidak bisa membantah permintaan Opanya yang sulit menerima penolakan  jika telah berkehendak.

 Andai  naik pesawat mungkin dirinya akan lebih nyaman karena tidak terlalu lama duduk di jok mobil yang membuat pantatnya panas.

Meskipun di dalam mobil terasa senyap dan minim getaran dari permukaan jalan yang tidak rata, Karenia tetap merasa dongkol. Apa boleh buat, dia harus berjuang untuk bisa tidur walau pikirannya kacau dan penuh rencana dendam pembalasan kepada pihak sekolah anaknya.

*******

Perjalanan dari Jakarta ke Jogja hanya transit tiga kali untuk mengisi bensin dan beristirahat untuk mengganjal perut. Butuh waktu sembilan jam untuk sampai di kota Jogja. Melelahkan dan membuat tubuh Karenia terasa pegal-dan letih. 

Begitu sampai di Jogja, Karenia mau langsung nginep ke hotel dulu untuk menghilangkan capek badannya. Sengaja ia tidak langsung menuju rumah sakit tempat di mana Abiandra dirawat.

Setelah brosing hotel yang ada di Jogja, Karenia meminta driver mengantarkan hotel yang telah dipilihnya. Namun sayang, niatnya tidak kesampaian karena dicegah oleh pengawal suruhan opanya. 

“Mengapa tidak boleh ke hotel, Pak?” tanya Karenia ketus.

“Maaf Non. Tuan Abiandra sekarang sedang menunggu di sekolah dan tidak mau dirawat ke rumah sakit sebelum ketemu dengan  Non Nia,” jawab driver setelah menurunkan laju mobil.

“Sial, anak kurang kerjaan saja!“ Karenia pun tidak mau berdebat lagi. 

“Maaf Non, di dalam kawasan kompleks sekolah disediakan asrama. Fasilitasnya senyaman hotel . Bebas menginap sesukanya. Jangan khawatir Non!”

“Kayak kamu udah pernah ke sana saja!”

“Maaf Non, saya sudah tiga kali ke sana” 

Karenia terdiam mendengar jawaban pengawal pribadi opanya. Andai ia hanya berdua dengan driver saja, mungkin Karenia bisa berbuat bebas apa saja. Namun, dengan pengawal pribadi opanya, Karenia tidak mau melawan karena akan fatal akibatnya.

Setelah dua jam perjalanan dari batas masuk jalan provinsi akhirnya mereka sampai di sekolah alam. Mobil itu langsung masuk ke pintu gerbang sekolah yang terbuka lebar.

Ternyata di dalam kawasan sekolah ada  tiga satpam yang langsung mengarahkan mobil menuju ruang transit tamu.

Karenia tersenyum kecut. Rupanya asrama transit tak lebih seperti hotel kelas melati. Hanya bangunan sederhana terbuat dari bambu dan beberapa ornamen kayu di beberapa sudut bangunan.

Begitu turun dari mobil, Karenia langsung disambut beberapa orang dengan senyuman ramah. Salah satu orang menyapanya.

“Selamat datang Ibu Karenia. Saya Bagas, petugas yang akan melayani segala keperluan Ibu. Oh, iya. Bagaimana perjalanannya?”

“Lancar, tapi membosankan,” ucap Karenia ketus.

“Oh, begitu. Semoga selama tinggal di kawasan sekolah kami, Ibu Karenia tidak bosan. Mari silakan ikuti saya ke ruang makan!”

Karenia ingin menolak ajakan itu. Namun ketika diliriknya jam tangan telah menunjukkan angka tujuh diurungkan niatnya. Ia telah terbiasa makan pagi tepat waktu jam enam. Berarti kini terlambat satu jam dan itu membuat perutnya sedikit keroncongan. 

Pengawal pribadi dan driver mengikuti dari belakang. Koper dan dua tas jinjing milik Karenia juga koper milik driver telah diambil oleh petugas dan diletakkan di ruang transit yang sudah disiapkan.

Cukup lumayan juga Karenia harus berjalan menuju tempat makan. Ada sekitar lima ratus meter ia harus berjalan. Begitu sampai di dalam ruang makan, telah tersedia aneka menu makanan tradisional khas Jogja. Ada gudeg, bakmi jowo dan soto. Jajanan pasar beraneka macam juga ada.

Namun semua itu tidak menarik nafsu makan Karenia. Lain halnya dengan dua orang yang menemaninya. Mereka berdua terlihat langsung asyik menyantap makanan dengan porsi yang banyak.

Karenia mendekati pramusaji yang berdiri dekat meja makan.

“Maaf, Mbak. Bolehkah aku minta segelas susu dan sepotong roti tawar?” pinta Karenia.

“Oh, Baik. Segera akan saya buatkan Bu.”

Perempuan pramusaji itu lantas masuk ke dapur. Tidak lebih dari sepuluh menit, susu dan roti tawar yang diminta Karenia sudah diantarkan ke meja.

“Mana!” ucap Karenia tak sabar.

Pramusaji itu hanya tersenyum mendengar perkataan Karenia yang ketus. Lalu mengatupkan kedua telapak tangan di depan dadanya sambil kepalanya mengangguk pelan.

Terlihat Bagas dan dua orang temannya masuk ruang makan dan berdiri menunggu hingga semuanya telah selesai makan dan minum. Ketika Karenia hendak berdiri, Bagas langsung bergegas mendekatinya.

“Bu, saya sarankan untuk ke ruang transit dulu. Nanti jika sudah sedikit hilang penatnya, Ibu bisa meminta saya untuk bertemu kepala sekolah.”

“Iya, rasanya kaki ini sudah capek untuk jalan lagi, Mas.”

“Oh, iya. Sudah saya sediakan mobil khusus pengantar tamu Ibu.”

“Baguslah kalo begitu.” Tanpa sungkan lagi Karenia langsung menuju mobil khusus yang sudah menunggu di depan pintu ruang makan.

Mobil itu berdaya listrik, mirip mobil yang digunakan untuk mengantar atlet golf yang harus berpindah tempat untuk melakukan permainan berikutnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status