Share

BAB XIX

Author: Shine
last update Last Updated: 2025-12-09 19:53:10

Tama masih menggenggam tanganku.

Tidak erat, tapi cukup kuat untuk membuatku tak bisa menariknya.

Matanya menatapku, datar. Tapi ada sesuatu yang sulit kuterjemahkan.

Reaksi kecil di wajahnya muncul samar: ujung telinganya memerah.

Dan entah kenapa, dadaku ikut mengencang.

“Apa ini… bagian dari skenario?” tanyaku dingin. Suaraku terdengar stabil, meski jemariku gemetar.

“Kau harus terbiasa, Anya,” jawabnya, tenang, terlalu tenang.

Seolah sentuhan itu bukan apa-apa.

Seolah kedekatan tadi tidak pernah berarti apa pun.

Aku menarik tanganku pelan, menciptakan jarak kecil untuk bernapas.

Sekarang… setiap inci dirinya terasa seperti setumpuk rahasia dijaga ketat.

Aku menelan ludah.

Satu hal kembali menghantam kepala:

Dia tidak sepenuhnya koma.

“Jelaskan dulu padaku.” Suaraku terdengar lebih lirih dari yang kuinginkan.

“Kau mendengar semua yang kukatakan?”

“Kita sepakat membahasnya nanti,” katanya, masih mencoba menguasai ritme percakapan.

“Tama.”

Aku menggeleng pelan. “Jawab. Apa yang kau d
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Menikahi Kakakku yang Koma   BABA XXVI

    Lampu kamar sudah padam, menyisakan setitik cahaya kuning dari lampu tidur di sisi ranjang.Aku duduk di sofa, masih dengan pakaian yang sama sejak pagi tadi. Rasanya tubuhku terlalu berat bahkan untuk sekadar berdiri dan mengganti baju.Tanganku terasa dingin, tapi pergelangan kiriku berdenyut panas.Di bawah cahaya redup, bekas cengkeraman Hans tampak semakin jelas—ungu kebiruan, kontras dengan kulitku.Aku menyentuhnya pelan. Nyeri itu langsung menjalar.“Kau akan terus duduk di sana sampai pagi?”Suara Tama memeca

  • Menikahi Kakakku yang Koma   BAB XXV

    Aku bisa merasakan permukaan pintu mobil yang keras menekan punggungku saat Hans mempersempit jarak, memutus semua celah bagiku untuk menghindar. Tangannya bergerak perlahan, mantap, menarik ujung map."Aku… aku tidak bisa memberikannya," jawabku, mencoba terdengar tenang meski napasku tercekat. Tanganku mengepal, jantungku berdetak cepat.Hans tersenyum tipis. Senyum dingin yang tak menyentuh matanya. Ia menarik map lebih kuat, tubuhku tersentak ke depan. Napasku tertahan, punggungku menghantam pintu mobil. Detik itu, aku benar-benar merasa terjebak.Aku menatap mata Hans, mencoba membaca maksudnya. "Anda… Anda tidak akan berhasil begitu saja," ucapku, berusaha untuk tak terlihat gemetar.Hans mencondongkan tubuh, hampir menyentuh wajahku

  • Menikahi Kakakku yang Koma   BAB XXIV

    “Hari ini belum selesai, Anya. Kita akan melanjutkan skenarionya,” ucap Tama.“Aku akan pulang lebih dulu. Aku harus terlihat kelelahan, seolah rapat tadi telah menguras seluruh sisa energiku. Dan kau… kau tetap di sini.”Instruksinya membuatku membeku.“Kenapa aku harus tetap di sini?”“Karena kau adalah umpannya,” jawabnya tanpa ragu.Tama mencengkeram bahuku, memastikan aku menyimak setiap kata. “Kau harus tetap di ruang kerja ini. Pak Hans akan datang membawa semua berkas administrasi dan legalitas perbanka

  • Menikahi Kakakku yang Koma   BAB XXIII

    Mobil hitam yang kami tumpangi berhenti tepat di depan lobi megah Adikara Group. Aku meremas ujung rok hitamku, merasakan jemariku perlahan mendingin.Di sampingku, Tama duduk tegak dengan wajah yang tak terbaca. Tatapannya lurus ke depan—tajam, dingin. Sama sekali tak menunjukkan celah.Tama meraih tanganku, lalu menggenggamnya.Ia menarikku sedikit lebih dekat.“Anya, dengarkan aku baik-baik,” bisiknya. Suaranya rendah dan berat, bergetar tepat di samping telingaku.“Hari ini, aku akan mempercayakan segalanya padamu. Aku hanya akan memancing dan

  • Menikahi Kakakku yang Koma   BAB XXII

    Suasana kamar terasa pengap.Entah sudah kali keberapa pipiku terasa panas pagi ini.Aku mengalihkan pandangan.Kalimatnya tentang “pernah menciumku” masih menggantung di udara, mengusik setiap gerak-gerik yang kulakukan.“Berhenti membahas itu,” potongku cepat sambil berjalan menuju lemari besar di sudut ruangan.“Kau seharusnya memikirkan pertemuan nanti, bukan malah sibuk menggodaku.”“Aku tidak menggodamu, Anya. Sudah kukatakan, ini hanya latihan,” jawabnya tenang.Suara gesekan kain terdengar—ia baru saja turun dari ranjang. Langkah kakinya masih sedikit kaku, namun tetap tegas saat mendekat.“Atau…” lanjutnya pelan, “…kau merasa tergoda?”“Diam, Tama. Berhenti main-main.” Jantungku berdetak tak karuan.Aku berbalik menuju lemari, mengambil terusan hitam yang sudah kusiapkan semalam, lalu berjalan cepat dan menutup pintu kamar mandi.Setelah selesai, aku menatap diriku di cermin.Napasku masih cepat, pipiku masih terasa panas.Tama mengetuk pintu. “Anya, bantu aku,” katanya pe

  • Menikahi Kakakku yang Koma   BAB XXI

    Pagi datang lebih cepat dari yang kubayangkan.Aku bangun perlahan—atau lebih tepatnya, tersadar. Ada sesuatu yang menghangatkan pinggangku. Sesuatu yang berat, namun terasa nyaman.Terlalu dekat untuk kusebut kebetulan.Saat mataku terbuka, kulihat Tama. Dia menatapku, entah sejak kapan.Aku menelan ludah.Hembusan napasnya terasa hangat, dan pelukan ini, terasa nyaman… terlalu nyaman.“Tama?” suaraku gemetar.“Ssstt.. tetaplah seperti ini, sebentar lagi.” Tama menutup matanya, mengabaikan pertanyaanku.Aku menatanya sejenak, kemudian sedikit menggerakkan tubuh. Tama tetap diam, matanya masih tertutup, tapi genggamannya semakin terasa kencang.“Bukankah kita harus bersiap untuk pertemuan?” “Kita masih punya waktu, Anya. Lagipula mereka takkan memulainya sebelum aku datang.”“Tapi–”Tama membuka matanya.“Anggap saja kita sedang latihan. Kita harus memiliki chemistry yang bagus dihadapan mereka. Kau harus terbiasa.”“Latihan?”“Iya. Latihan untuk bersikap seperti suami istri. Kau

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status